Usai Tes Kejiwaan, Pemuda AS Peluk Islam

William lahir dalam kondisi autis. Dia sulit bersosialisasi. Saat berusia 11 tahun, dia menemukan ada keanehan dalam ajaran agama lamanya.

William tumbuh sebagai remaja di keluarga serba berkecukupan di Dallas, Texas, Amerika Serikat. Tetapi, keluarganya bukan keluarga yang begitu religius.

Sejak kecil, seluruh kebutuhan William terpenuhi. Hanya ada satu masalah, dia lahir dalam kondisi autis.

Hal itu membuat dia kerap merasa canggung untuk bersosialisasi. Willia selalu merasa tidak bisa cocok dengan lingkungannya sehingga suka menyendiri dan menghabiskan waktu dengan bermain video game. “Aku lebih peduli pada video game daripada agama,” kata dia.

Meski begitu, dia pernah menyecap pengetahuan agama. Gagasan manusia masuk ke surga karena dia percaya bahwa dalam agamanya, Nabi Isa adalah penyelamat yang akan menjamin setiap manusia masuk surga.

“Jadi mari main video game seumur hidup dan kemudian masuk surga,” pikir dia saat itu.

William merasakan ada masalah dengan doktrin agama awalnya saat berusia 11 tahun. Dia menganggap inti ajaran agama yang selama ini dipeluknya tidak masuk akal karena bersifat menyembah banyak tuhan ketimbang satu tuhan.

Membayangkan saja, William merasa kesulitan. Sehingga untuk mengaplikasikan konsep seperti itu pun dia merasa sulit. Alhasil, dia menolak gagasannya tetapi bukan agamanya.

Ketika duduk di bangku SMA, William mulai sedikit lebih peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi di dunia. Dia kemudian mendalami dunia politik di sekolah dan mulai benar-benar mendalami agamanya.

Alih-alih memperoleh kembali keyakinannya, William justru menolak gagasan agamanya secara umum. “Masalahnya, tidak ada satu pun gagasan sekte dalam agama saya yang saya bisa setuju,” katanya.

William pertama kali mengenal agama-agama lain melalui ibunya. Sejak bercerai, ibunya mengalami trauma mendalam sehingga mencari spiritualitas alternatif. Seiring waktu, William pun mengalami kekosongan yang sama.

Dia merasa butuh spiritualitas yang tepat untuk mengisi kekosongan dalam hatinya. Meski terdengar aneh, ibunya merekomendasikan William untuk mengikuti tes kejiwaan online yang akan merekomendasikan agama apa yang paling cocok untuk penggunanya.

William pun menuruti ibunya. Alangkah terkejutnya William ketika mengetahui bahwa Islam ada di peringkat kedua sebagai agama yang cocok dengan kompatibilitas sekitar 98 persen. Sementara pilihan pertama yang cocok adalah Yahudi Ortodoks.

“Meskipun memiliki minat terhadap agama Yahudi pada saat itu, aku benar-benar tertarik dengan Islam karena asing bagiku.”

Jadi, nuansa asing yang dirasakan William tentang Islam justru menarik baginya. Dia kemudian mencari informasi tentang Islam di Wikipedia. Mulai dari prinsip-prinsip dasar iman, haram, halal, dan sebagainya.

Tidak disangka, William merasa semua penjelasan tentang Islam tersebut masuk akal dan dia pun setuju dengan konsep Islam. Setelah membaca, William memutuskan untuk mengambil Alquran dan mulai membacanya. Isinya ternyata menakjubkan.

“Alquran menjelaskan segala sesuatu yang aku cari selama ini dan aku setuju dengan semua isinya. Jadi aku ingin menjadi seorang Muslim mulai sekarang,” kata dia

William kemudian mengucapkan kalimat syahadat ketika kembali ke sekolah karena dia tidak menemukan satu pun masjid di Dallas. Kebetulan ada sebuah masjid tepat di sebelah sekolahnya.

(Ism, Sumber: onislam.net)/Dream.co.id