Indahnya Wajah Bersih Hatipun Bersih

BANGUN tidur kita langsung bersihkan badan, tak lupa memberikan perhatian khusus untuk wajah atau muka kita. Kalau anggota badan yang lain cukup dengan sabun, wajah atau muka membutuhkan pembersih khusus muka. Tak cukup sekali bilas untuk wajah melainkan butuh beberapa bilasan air. Terkadang pula butuh bilasan air hangat selain air dingin. Semua adalah demi muka.

Datang dari kantor, tempat kerja dan atau jalan-jalan, tak lupa lagi cuci wajah lengkap dengan pembersihnya. Menjelang tidurpun tak lupa bersih muka dan rawat wajah. Yang terakhir ini biasanya dilakukan mayoritas oleh kaum hawa. Apakah ada yang salah? Tidak.

Wajah yang bersih memiliki keunggulan dibandingkan wajah tak bersih. Wajah yang bersih lebih enak dipandang. Lalu bagaimana dengan hati yang bersih? Subhanallah, pasti pemilik hati yang bersih dan selalu dibersihkan adalah lebih nyaman dipandang dan lebih membahagiakan dijadikan kawan.

Banyakkah manusia yang peduli dengan kebersihan hati? Bagaimanakah dengan kita sendiri? Berapa kalikah kita membersihkan hati kita dalam sehari semalam? Semoga wudlu’ kita, shalat kita, dzikir kita dan amal kebaikan kita menjadi pembersih hati kita. Hati yang bersih layak ditempati anugerah yang paling berharga dari Allah SWT.

Harus selalu berupaya bahwa hari-hari kita tak hilang begitu saja tanpa membawa catatan kebaikan kita. Harus selalu berupaya bahwa waktu kita dalam hidup ini senantiasa berisikan mutiara yang membuat Allah ridla kepada kita. Harus selalu berupa bahwa hati kita lebih bersih ketimbang wajah kita.

Wajah yang bersih tapi hatinya jelek sering diteriaki sebagai munafik. Hati bersih dengan wajah tak begitu bersih masih sering dinilai orang sebagai orang yang sederhana. Indahnya mereka yang wajah dan hatinya sama-sama bersih. Orang menyebutnya penuh pesona. Salam, AIM. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2328991/indahnya-wajah-bersih-hatipun-bersih#sthash.VpUKHrRj.dpuf

Tebarkan Cinta Kuburkan Kebencian

ANDAIKAN mencintai Islam secara pasti bermakna mencintai semua umat islam, begitu damainya hidup. Andaikan mencintai Rasulullah secara langsung bermakna mencintai semua umat Nabi Muhammad, begitu damainya dunia. Andaikan mencintai hidup secara otomatis bermakna mencintai semua hal yang terjadi dalam kehidupan, betapa tenangnya semua hati.

Andaikan membenci seseorang karena suatu hal tidak harus menjadi membencinya dalam segala urusannya, begitu toleransinya hidup. Andaikan membenci seseorang juga dalam kebanyakan fakta tidak mengharuskan membenci semua orang yang bersama orang itu, betapa sedikitnya musuh kehidupan. Andaikan membenci sekelompok orang dalam realitasnya tak bermakna harus membenci kelompok lain yang memiliki identitas relatif sama, betapa harmonisnya kehidupan.

Ada kecenderungan besar manusia untuk fokus pada satu objek dalam hal cinta. Namun dalam hal benci, ada kecenderungan besar manusia untuk mengaitkan objek yang dibenci pada objek yang lain yang lebih luas.

Dalam cinta berlaku hukum penyempitan, sementara dalam benci berlaku hukum perluasan. Inilah sesungguhnya yang menyebabkan cinta begitu sulit ditemukan dalam setiap pojok kehidupan. Ini pula yang menyebabkan kebencian menjadi marak tersebar dimana-mana.

Tebarkanlah cinta kepada semua makhluk yang ada dalam kehidupan kita agar rasa, warna dan harum cinta menjadi dominan dalam kehidupan kita. Kuburkanlah kebencian kepada semua makhluk yang ada dalam kehidupan kita, agar senyum sinis, cibiran dan penghinaan tak lagi marak bertebaran di mana-mana.

Bukankah yang harus dibenci adalah perbuatan yang tidak benar, bukan pelaku sesuatu yang tidak benar? Ikuti madzhab cinta yang sesungguhnya dengan menyebarkan senyum dan kemanfaatan bagi semuanya. Salam, AIM. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329823/tebarkan-cinta-kuburkan-kebencian#sthash.NikLLxEr.dpuf

Doa Minta Disembuhkan dari Penyakit

SAKIT adalah takdir yang tidak ada seorangpun yang tahu kapan akan datang. Semua orang pernah mengalami sakit. Dan semua yang mengalami sakit pasti menginginkan kesembuhan dari Allah.

Ikhtiar yang dilakukan adalah konsultasi ke dokter dan mengonsumsi obat-obatan. Maka sempurnakanlah ikhtiar itu dengan doa, memohon pada Allah. Ini adalah doa memohon kesembuhan atas penyakit yang diderita.

Allahuma rabbannas, adz-hibil basa isyfi antasy-syafi laa syifaa illa syifauka, syifaan laa yughadiru saqaman.

“Wahai Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah rasa sakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan yang sejati kecuali kesembuhan yang datang dari-Mu. Yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan komplikasi rasa sakit dan penyakit lain.” [Fimadani]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329406/doa-minta-disembuhkan-dari-penyakit#sthash.rYGebzIJ.dpuf

Barbar dan Primitifnya Pasukan Salib: Buas, Jorok, dan Seks Bebas

DARI beberapa literatur yang ada, kaum Muslim menggambarkan sifat dan tabiat orang-orang Frank, termasuk para ksatrianya, adalah jorok (tidak mengerti kebersihan, baik kebersihan pribadi maupun lingkungan), buas, dan sangat permisif terhadap hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Walau tentara Salib ini menyatakan diri berperang atas dasar agama dan dilepas oleh Paus Urbanus yang menjadi wakil tuhan mereka di bumi, namun apa yang terjadi di lapangan ternyata mengkhianati dasar-dasar keyakinan mereka sendiri. Untuk memenuhi hasrat seksualnya, mereka mendatangkan sejumlah wanita muda Eropa yang bertindak bagaikan pelacur. Selain itu, ada banyak kaum Muslimah yang juga menjadi korban pemerkosaan.

Bahkan mereka ini tak segan-segan memakan bangkai kaum Muslim yang menjadi tawanannya seperti yang terjadi saat tentara Salib mengepung Marrat al-Numan sebelum masuk ke Yerusalem di awal perang Salib.

Walau demikian, perang Salib yang berjalan lama ini, agaknya juga menyadarkan orang-orang Eropa jika kaum Muslimin dan peradabannya ternyata tidak rendah seperti yang awalnya mereka sangka. Pada awalnya, orang Eropa menyebut orang Muslim sebagai Barbarian. Namun akibat kontak yang intensif dari perang Salib, Lambat laun mereka menyadari bahwa yang barbar sesungguhnya adalah kaum mereka, bukan Muslim.

Banyak dari para sarjana mereka mengakui jika kaum Muslimin tinggi peradabannya dan mereka harus banyak belajar dari kaum yang mengesakan tuhan ini. Mulailah terjadi transfer berbagai bidang ilmu, dari Jazirah Arabia ke daratan Eropa. Sayangnya, kondisi sekarang telah berbalik seratus delapan puluh derajat.

[Sumber: Buku Perang Salib: Sudut Pandang Islam/Carole Hillenbrand]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329188/buas-jorok-dan-seks-bebas#sthash.d5We69mp.dpuf

Barbar dan Primitifnya Pasukan Salib: Meminta Pria Lain Mencukur Bulu Kemaluan Istrinya

KESAKSIAN seorang pengelana Muslim dari Andalusia bernama Ibnu Jubayr, kisah-kisah mengenai kelakuan para ksatria pasukan Salib ketika berada di wilayah pendudukan Yerusalem dan sekitarnya, juga dicatat oleh Usamah ibn Munqidz. Siapa Usamah?

Profesor Carole Hillenbrand dalam The Crusade; Islamic Perpective (1999) menulis: “Usamah adalah seorang bangsawan Arab dengan hubungan kekerabatan yang membanggakan. Lahir pada 488 H/1095 M, tahun ketika Paus Urbanus II menyeru umat Kristen untuk mengangkat Salib menuju Tanah Suci untuk menyelamatkan dari orang kafir. Usamah wafat pada 584 H/1188 M, tak lama setelah Saladin (Salahuddin al-Ayyubi) merebut kembali Yerusalem untuk umat Islam. Usamah mengenal kaum Frank sejak masa kecil di rumahnya di puri Syayzar yang terletak di tepi Sungai Orontez di utara Suriah.

Ia mulai memerangi kaum Frank ketika remaja dan kemudian mengenal mereka secara lebih dekat sepanjang sisa masa hidupnya yang penting, dalam masa damai dan perang. Karena kedudukan sosial dan pendidikannya yang tinggi, Usamah dihormati oleh kaum Frank. Bahkan Usamah berteman dengan ksatria kaum Frank dan dikirimkan dalam misi diplomatik ke kerajaan tentara Salib di Yerusalem.”

Usamah menyusun sebuah buku berjudul Memoirs yang menjadi salah satu acuan utama para peneliti tentang pandangan kaum Muslim terhadap tentara Salib. Salah satu kisah laporan pandangan mata yang ditulis Usamah, yang paling banyak dikutip para peneliti sejarah, adalah tentang apa yang dialami Salimsalah satu pelayannya dari Maarat al-Numanyang ketika itu tengah bekerja di sebuah tempat pemandian umum milik ayah Usamah. Lokasi pemandian ini berada di Timur Dekat, dan termasuk tempat pemandian yang mewah karena pelanggannya adalah para ksatria kaum Frank. Dalam laporannya Salim menulis:

“Saya bekerja di pemandian di al-Maarrat untuk nafkah saya. Suatu hari datang seorang ksatria kaum Frank ke tempat pemandian itu. Ksatria kaum Frank itu tidak suka jika seseorang memasang penutup yang mengelilingi pinggang saat berada di pemandian. Maka ksatria kaum Frank itu mengulurkan tangannya dan menarik lepas penutup yang ada di pinggang saya dan melemparkannya jauh-jauh. Dia menatap saya dan melihat bahwa saya baru saja mencukur bulu kemaluan saya. Kemudian dia berseru, “Salim!” Ketika saya mendekatinya dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bulu kemaluan saya dan berkata, “Salim, Bagus! Demi kebenaran agamaku, lakukan hal yang sama padaku.”

Usai berkata, dia bersandar dan saya melihat rambut kemaluannya sama seperti janggutnya. Saya kemudian mencukurnya. Lalu dia meraba bagian tersebut. Begitu mengetahui bahwa bagian itu telah bersih, dia berkata, “Salim, demi kebenaran agamaku, lakukan juga pada nyonya (al-dama, merujuk pada istri).

Ksatria itu kemudian berkata kepada pelayannya, “Beritahu nyonya agar datang ke sini.” Pelayan itu pergi lalu kembali bersama nyonya dan membawanya masuk ke dalam pemandian. Dia nyonya juga berbaring. Ksatria itu mengulangi, “Lakukan seperti yang telah kau lakukan padaku.” Maka saya kemudian mencukur semua bulu kemaluannya sementara suaminya duduk sambil memperhatikan. Akhirnya dia mengucapkan terima kasih dan membayar pelayanan yang telah saya berikan.”

Tentang kisah ini, Hillenbrand menyampaikan pandangannya, “Di dalam masyarakat yang kaum prianya melindungi kaum wanita, dan yang kaum wanitana dilarang memperlihatkan wajah mereka tanpa tutup kecuali kepada sejumlah kerabat pria tertentu, kelakuan ksatria Salib tersebut dengan istrinya, memperlihatkan titik kesalahan dan kebejatan kaum Frank dan tidak adanya rasa cemburu yang memang “pantas” serta memperkuat nilai-nilai masyarakat Muslim.”

Yang dikisahkan oleh Usamah adalah sikap seorang ksatria kaum Frank, salah satu pemimpin pasukan tentara Salib, yang seperti itu. Masyarakat Muslim akan berpikir, jika seorang tokoh masyarakatnya yang konon berpendidikan saja seperti itu, maka apatah lagi orang-orang yang strata sosialnya berada di bawahnya. (Sumber: Buku Perang Salib: Sudut Pandang Islam/Carole Hillenbrand)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329185/meminta-pria-lain-mencukur-bulu-kemaluan-istrinya#sthash.08E1r5B0.dpuf

Barbar dan Primitifnya Pasukan Salib: Pedupaan Agung dari Kotoran Uskup Agung Kristen

DALAM sastra populer, The Tale of Umar ibn Numan yang dimuat dalam Alf Laylah wa Laylah, yang mengungkapkan pandangan kaum Muslimin terhadap orang-orang Salib semasa pendudukan di Yerusalem dan sekitarnya, diungkapkan:

“Saya ceritakan padamu sesuatu tentang pedupaan agung dari kotoran uskup. Ketika Uskup Agung Kristen di Konstantinopel memberi isyarat, para pendeta segera mengumpulkannya dalam sehelai sutera dan menjemurnya. Mereka kemudian mencampurkannya dengan minyak misik, damar, dan kapur barus, dan, ketika telah cukup kering, mereka membuatnya menjadi bubuk dan memasukkannya ke dalam kotak-kotak kecil keemasan.

Kotak-kotak ini kemudian dikirimkan kepada semua raja dan gereja Kristen, dan bubuk tersebut digunakan sebagai pedupaan paling suci untuk semua penyusian Kristen pada setiap kesempatan yang khidmat, untuk memberkati mempelai wanita, untuk membuat wangi bayi, dan untuk memberkati para pendeta saat pentahbisan.

Karena kotoran asli dari uskup itu hampir tidak mencukupi untuk 10 wilayah, sangat kurang untuk semua wilayah-wilayah Kristen, para pendeta biasanya memalsukan bubuk tersebut dengan mencampurkan bahan-bahan yang kurang suci ke dalamnya, kalau bisa dikatakan begitu, yaitu kotoran dari uskup yang lebih rendah tingkatannya, bahkan kotoran-kotoran para pendeta itu sendiri.

Penipuan ini sulit diketahui. Orang-orang Yunani menjijikkan ini menghargai bubuk tersebut untuk kebaikan-kebaikan yang lain: mereka menggunakannya sebagai obat sakit mata dan sebagai obat sakit perut dan usus. Namun, hanya para raja dan ratu dan orang-orang yang sangat kaya yang mampu memperoleh pengobatan ini, karena lantaran persediaan bahannya yang sangat terbatas, bubuk seberat satu dirham biasa dijual seharga seribu dinar emas. Harganya sangat mahal memang.”

Diketahui pula jika orang-orang Frank ini jarang sekali mandi dan membersihkan tubuhnya. Di negeri asalnya, mereka biasa membersihkan tubuh hanya sekali dua kali selama setahun dan mengenakan baju yang itu-itu saja tanpa pernah mencucinya hingga baju tersebut koyak karena tua. (Sumber: Buku Perang Salib: Sudut Pandang Islam/Carole Hillenbrand)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329183/pedupaan-agung-dari-kotoran-uskup-agung-kristen#sthash.k75NPAG6.dpuf

Awas! Pria Haram Memakai Cincin Nikah dari Emas

PARA ulama semua sepakat untuk mengharamkan laki-laki memakai emas dan perak, seperti dalam bentuk cincin, kalung, anting, gelang, jam atau pun asesoris yang menempel pada pakaian.

Nyaris tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini untuk keharamannya. Hal itu lantaran dalil-dalilnya memang sangat jelas dan tegas. Di antaranya adalah:

Dari Abi Musa bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah diharamkan memakai sutra dan emas bagi laki-laki dari umatku dan dihalalkan bagi wanitanya.” (HR Turmuzi dengan sanad hasan sahih)

Ali bin Abu Thalib berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memegang sutra di tangan kanan dan emas di tangan kiri seraya bersabda,”Keduanya ini haram bagi laki-laki dari umatku.” (HR Abu Daud dengan sanad hasan).

Umumnya para ulama tidak membedakan apakah kadar emas itu 24 karat atau kurang dari itu. Sebab nama emas tetap saja lekat meski kadarnya berkurang.

Namun benda yang dicat dengan warna emas, tidak bisa dikatakan sebagai emas. Sehingga tidak menjadi masalah bila seorang laki-laki menggunakan pakaian atau perlengkapan imitasi emas. Hukumnya tidak haram, sebab kenyataannya memang bukan emas, melainkan hanya rupa dan warnya saja. Yang haram adalah emasnya, bukan kemiripannya.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329422/awas-pria-haram-memakai-cincin-nikah-dari-emas#sthash.1DbxmeEe.dpuf

Nasrani dan Yahudi itu Kafir atau Musyrik?

ISTILAH musyrik di dalam terminologi Alquran tidak sama dengan seseorang yang sekadar melakukan perbuatan yang bernilai syirik. Kalau disebut istilah ‘kaum musyrikin’ di dalam Alquran, maka maksudnya adalah orang-orang kafir di luar Islam, selain Nasrani dan Yahudi. Misalnya orang-orang Arab jahiliyah atau kaum Quraisy, dikatakan bahwa mereka adalah kaum musyrikin.

Selain orang-orang musyrik (musyrikin), ada orang kafir ahli kitab, yaitu pemeluk agama Nasrani dan Yahudi. Mereka ini kafir juga, tapi jenis yang kedua.

Kesimpulannya, agama selain Islam itu adalah agama kafir. Dan kafir itu terbagi menjadi dua macam, kafir musyrikin dan kafir ahli kitab. Dua-duanya 100% pasti masuk neraka kedua jenis kekafiran itu tidak diridai Allah Ta’ala.

Di luar dari masalah itu, kita mengenal perbuatan yang bernilai syirik. Pelakunya tidak bisa langsung dimasukkan ke dalam kelompok musyrikin. Seseorang yang beragama Islam, bisa saja melakukan perbuatan yang bernilai syirik.

Misalnya, percaya ramalan bintang (zodiak), minta-minta kepada dukun, bergantung pada jimat, bermain santet, atau minta bantuan kepada jin. Termasuk melakukan sihir atau minta tolong kepada penyihir.

Semua perbuatan itu tidak secara otomatis membuat pelakunya menjadi orang kafir. Namun dosanya sudah pasti sangat besar dan tidak akan diampuni bila mati masih membawa dosa itu. Kecuali sempat bertobat sebelumnya di dunia ini.

Karena itulah pemeluk agama Nasrani dan Yahudi, meski membuat patung Nabi Isa atau Bunda Maria, bahkan menyembahnya, tidak dimasukkan ke dalam kategori kafir musyrikin, mereka tetap dikatakan sebagai kafir ahli kitab. Sebab perbuatan yang bernilai syirik itu tidak secara otomatis memasukkan pelakunya ke dalam golongan kafir musyrikin.

Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2328824/nasrani-dan-yahudi-itu-kafir-atau-musyrik#sthash.ReyxKQIn.dpuf

Barbar dan Primitifnya Pasukan Salib: Buang Hajat di Jalan hingga Ritual dengan Kotoran

IBNU Jubayrs merupakan seorang pengelana asli Spanyol yang terbiasa menjalin kontak dengan kaum salib di Andalusia. Ketika Godfrey de Bouillon memimpin pasukan Salib gelombang pertama ke Yerusalem dan berhasil mendudukinya pada tahun 1099, sejumlah kota dijadikan kantung-kantung konsentrasi pasukan Salib di antaranya Acre.

Dalam perjalanannya melalui Tanah Suci Yerusalem, Ibnu Jubayr menjumpai kebiasaan-kebiasaan orang-orang Salib ini, termasuk ksatrianya, yang kala itu lazim disebut sebagai orang Frank, yang jauh dari kesan beradab sehingga menimbulkan kecaman, keheranan, dan sekaligus menjadi bahan olok-olok kaum Muslim terhadap mereka.

Acre merupakan salah satu kota pelabuhan utama menuju Yerusalem. Hampir semua pasukan Salib yang berangkat dari Eropa utara ke Yerusalem melalui laut bisa dipastikan mendarat di kota ini. Ibnu Jubayr melukiskan,

“Setelah orang-orang Frank datang dan tinggal di kota pelabuhan ini, kota yang tadinya indah menjadi kotor dan berbau busuk. Penuh sampah dan kotoran. Mereka (orang-orang Frank) ini membuang kotoran di jalan-jalan dan di sembarang tempat, sehingga jalan-jalan penuh dengan kotoran manusia. Tak heran jika surat pertama yang dilayangkan pimpinan pasukan Salib kepada induk pasukannya yang masih berada di Eropa adalah permintaan dikirimkan sepatu dalam jumlah besar, karena jalan-jalan penuh dengan kotoran manusia.”

Bukan itu saja, yang lebih menggelikan, kotoran manusia ternyata juga secara rahasia diolah menjadi bagian dari ritual suci gereja-gereja sekitar Yerusalem, bahkan diperjual belikan dengan harga yang sangat mahal melebihi emas. (Sumber: Buku Perang Salib: Sudut Pandang Islam/Carole Hillenbrand)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329181/buang-hajat-di-jalan-hingga-ritual-dengan-kotoran#sthash.kgbXz5So.dpuf

Dampak Kesalehan Orangtua kepada Keturunan

SELAMA ini kita percaya bahwa bentuk fisik dan beberapa sifat akan diturunkan kepada anak dan cucu. Karena ada pepatah, buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Sehingga manusia selektif memilih pasangannya agar menghasilkan keturunan anak-cucu yang berkualitas baik fisik dan sifatnya. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa kesalehan juga bisa diturunkan. Artinya karena kesalehan bapak-ibu atau kakek-nenek, Allah menjaga anak keturunan mereka dan menjadikan anak dan cucu mereka kelak juga menjadi orang yang saleh.

Bisa kita lihat gambaran contohnya dalam Alquran. Allah Taala berfirman,

“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya” (QS. Al Kahfi: 82)

Al-Qurthubi rahimahullahu menafsirkan,

“Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Taala menjaga kesalehan seseorang dan menjaga kesalehan anak keturunannya meskipun jauh darinya [beberapa generasi setelahnya pent]. Diriwayatkan [dalam kisah pada ayat] bahwa Allah menjaga keshalihan pada generasi ketujuh dari keturunannya.”1

Bahkan ada beberapa ulama yang menjelaskan bahwa tidak mesti kesalehan orangtua atau kakek-nenek. Akan tetapi kesalihan kakek buyutnya beberapa generasi sebelumnya. Sebagaimana firman Allah Taala,

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya” [Ath Thuur: 21]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy menafsirkan,

“Keturunan yang mengikuti mereka dalam keimanan maksudnya adalah mereka mengikuti keimanan yang muncul dari orangtua/kakek-buyut mereka. maka keturunan mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Maka lebih utama lagi jika keimanan muncul dari diri anak-keturunan itu sendiri. Mereka yang disebut ini, maka Allah akan mengikutsertakan mereka dalam kedudukan orangtua/kakek-buyut mereka di surga walaupun mereka sebenarnya tidak mencapainya [kedudukan anak lebih rendah dari orang tua pent], sebagai balasan bagi orangtua mereka dan tambahan bagi pahala mereka. Akan tetapi dengan hal ini, Allah tidak mengurangi pahala orangtua mereka sedikitpun.”2

Karenanya perhatikan dan pilihlah pasangan yang saleh, ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. []

1. Al-Jami liahkamil Quran 39/11, Darul Kutubil Mishriyah, Koiro, cet. Ke-2, 1384 H, Syamilah
2. Taisir Karimir rahmah hal 780, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet.I, 1424H

 

sumber:MozaikInilah.com