Kali ini kita akan berbicara tentang harta. Berbicara tentang kekayaan dan kemewahan. Sesuai dengan judulnya, kita akan belajar tentang pesan-pesan Allah swt untuk orang-orang kaya. Namun sebelumnya, kita harus tau terlebih dahulu bagaimana islam memandang harta. Apakah islam melarang seseorang untuk kaya?
Sebagai pendahuluan, kita harus tau bagaimana Al-Qur’an memandang harta. Apakah harta itu adalah murni nikmat, atau malah menjadi ujian? Apakah harta itu barang tercela atau mulia? Apakah kita harus meninggalkannya atau berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya?
Pertama, menurut Al-Qur’an harta adalah ujian. Kita tidak bisa menghukuminya sebagai barang yang jelek atau baik. Karena harta adalah hal yang relatif. Sebagaimana ujian pada umumnya, seorang bisa lulus setelah menjalani ujian itu atau gagal dan rugi.
وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ -٢٨-
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan”
(Al-Anfal 28)
Harta akan menjadi nikmat apabila diperoleh dari hasil yang halal serta digunakan sesuai dengan jalan keridhoan Allah. Dan harta yang sama akan menjadi bencana ketika diperoleh menggunakan cara yang dibenci Allah, juga digunakan untuk hal-hal yang dimurkai-Nya.
Karena itu, kita tidak bisa mengatakan harta adalah barang yang buruk atau hal yang baik. Harta itu hal yang relatif, tergantung jalan masuk dan keluarnya. Rasulullah saw pernah bersabda,
“Seluruh umat memiliki ujian dan ujian bagi umatku adalah harta”
Mengherankan jika ada orang yang berbangga dengan hartanya padahal ini hanyalah ujian dan dia belum tentu lulus ketika memilikinya.
Kedua, harta hanyalah hiasan. Sebagaimana hiasan yang lain, ia tidak selalu digunakan. Ia juga tidak kekal. Dan dia hanya digunakan untuk memperindah tampilan.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً -٤٦-
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(Al-Kahfi 46)
Harta hanyalah hiasan. Kita tidak bisa menyebut hiasan sebagai hal yang buruk atau baik. Tergantung bagaimana seorang menggunakan hiasan itu dan bagaimana cara dia mendapatkannya.
Namun yang lebih penting dari sekedar hiasan itu adalah amal kebaikan yang akan selalu bermanfaat sampai kehidupan selanjutnya. Harta pun jika digunakan untuk amal kebaikan akan menjadi investasi terbaik yang akan menolong kita dikehidupan yang sebenarnya. Rasulullah saw bersabda,
“Harta adalah sebaik-baik penolong untuk taat kepada Allah”
Ketiga, harta bukanlah tolak ukur kemuliaan manusia. Dengan tegas, Allah swt telah menolak pemikiran itu. Berawal dari kata-kata seorang yang menganggap dirinya dimuliakan oleh Allah karena diberi kekayaan. Dan merasa dihinakan oleh Allah karena hidup dalam kemiskinan.
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ -١٥- وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ -١٦-
“Maka adapun manusia, apabila Tuhan Mengujinya lalu Memuliakannya dan Memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Memuliakanku.” Namun apabila Tuhan Mengujinya lalu Membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Menghinaku.”
(A-Fajr 15-16)
Dengan tegas Allah katakan “Tidak!” karena ini adalah konsep yang salah. Pada ayat selanjutnya Allah berfirman,
كَلَّا بَل لَّا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ -١٧- وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ -١٨- وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلاً لَّمّاً -١٩- وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبّاً جَمّاً -٢٠-
“Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.”
(Al-Fajr 17-20)
Mulia di mata Allah adalah dengan memuliakan anak yatim, saling memberi dan berbagi dengan orang miskin. Sementara harta itu tidaklah menambah kemuliaan seseorang dimata Allah.
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِ مِن مَّالٍ وَبَنِينَ -٥٥- نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَّا يَشْعُرُونَ -٥٦-
“Apakah mereka mengira bahwa Kami Memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera Memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya.”
(Al-Mukminun 55-56)
Ke-empat, orang kafir beranggapan bahwa harta akan membuat mereka selamat dan kekal. Allah berfirman,
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ -١- الَّذِي جَمَعَ مَالاً وَعَدَّدَهُ -٢- يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ -٣-
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”
(AL-Humazah 1-3)
Mereka berusaha menimbun harta. Berusaha menjadi seorang yang memiliki harta terbanyak. Dan tidak pernah sadar bahwa semua itu akan berakhir. Dia akan meninggalkannya tanpa membawa sepeser pun. Dia akan sadar ketika telah berbusana kafan dan dibawa menuju liang sempit itu.
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ -١- حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ -٢-
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
(At-Takatsur 1-2)
Ke-lima, setelah manusia memiliki harta dan kecukupan, dia akan lupa daratan. Akan bertindak sewenang-wenang. Allah berfirman,
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى -٦- أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى -٧-
“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.”
(AL-Alaq 6-7)
Begitulah manusia, setelah merasa serba cukup, dia mulai ingin bertindak semaunya. Karena dia merasa tidak butuh lagi pada orang lain. Jika harta telah bertempat dihati seseorang, maka dia bisa lebih kejam dari penguasa yang dzolim. Bukankah dalam Surat Al-Ankabut, Allah menyebut Qorun terlebih dahulu sebelum Fir’aun. Ini menunjukkan bahwa orang kaya itu bisa lebih jahat dari penguasa.
وَقَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ-٣٩-
“Dan (juga) Qarun, Fir‘aun, dan Haman…”
(Al-Ankabut 39)
Jangan heran jika lobi zionis bisa mengendalikan negara seperti Amerika, hanya karena mereka memiliki pundi-pundi kekayaan yang berlimpah. Jangan heran jika seorang penguasa tunduk pada seorang hartawan. Bahkan hukum pun bisa tunduk dibawah uang. Seperti yang terjadi di sekitar kita, ketika seorang kaya bersalah dia dengan mudah bebas dari hukuman atau hanya mendapat hukuman kecil.
Orang berduit biasanya tidak mau diatur. Hanya dia yang berhak mengatur. Teringat kisah Nabi Syuaib ketika berdakwah kepada umatnya, apa jawaban dari mereka yang memiliki harta,
“قَالُواْ يَا شُعَيْبُ أَصَلاَتُكَ تَأْمُرُكَ أَن نَّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَن نَّفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاء -٨٧-
“Mereka berkata, “Wahai Syu‘aib! Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami atau melarang kami mengelola harta kami menurut cara yang kami kehendaki?”
(Huud 87)
Memang biasanya, orang yang pertama kali melawan dakwah para nabi adalah orang-orang kaya dan kuat. Karena mereka enggan untuk mengikuti syariat Allah yang selalu memerintahkan untuk saling berbagi kepada yang membutuhkan bantuan.
Ketika orang-orang kafir diperintahkan untuk berbagi dengan orang yang miskin, apa jawaban mereka?
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمْ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنُطْعِمُ مَن لَّوْ يَشَاءُ اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ -٤٧-
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah pantas kami memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah Menghendaki Dia akan Memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
(Yaasin 47)
Ke-enam, orang yang sibuk dengan hartanya tidak akan berpegang teguh pada agama. Dia akan memberikan banyak alasan untuk tidak mengikuti perintah nabi. Seperti halnya ketika nabi Muhammad saw menyuruh mereka untuk ikut berjihad, orang-orang munafik menolak dengan alasan menjaga hartanya.
شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِم مَّا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ -١١-
“Kami telah disibukkan oleh harta dan keluarga kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami.” Mereka mengucapkan sesuatu dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya.
(Al-Fath 11)
Inilah yang disebut Allah sebagai musuh, karena harta dan keluarga dapat menghalangi seseorang untuk menjalankan perintah Allah swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ -١٤-
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati- hatilah kamu terhadap mereka.”
(At-Taghabun 14)
Ke-tujuh, tidak ada harta sedikitpun yang akan kita bawa di Hari Pembalasan. Semua akan kita tinggal di dunia. Kecuali harta yang telah kita investasikan di dunia untuk diambil keuntungannya di akhirat. itulah harta yang telah kita berikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Hanya itulah yang dapat bermanfaat.
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ -٨٨- إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ -٨٩-
“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”(Asy-Syuara 88-89)
Ke-delapan, harta itu milik Allah swt. Semua yang kita miliki adalah titipannya. Kita lahir tidak membawa apa-apa dan akan mati dengan berteman kafan saja.
وَآتُوهُم مِّن مَّالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ -٣٣-
“Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang Dikaruniakan-Nya kepadamu.”
(An-Nur 33)
Sebenarnya Islam tidak pernah melarang kita untuk menjadi orang kaya. Bahkan dalam banyak riwayat dan hadist sering mendorong kita untuk berusaha mencari harta. Bahkan mati dalam keadaan mencari nafkah untuk keluarga tergolong orang yang syahid. Namun islam menegaskan bahwa jangan sampai harta menjadi tujuan hidup. Cukuplah ia menjadi kendaraan kita menuju Allah swt.
“Seburuk-buruk orang adalah yang hidupnya dihabiskan untuk mencari dunia sementara dia pergi kepada Allah tidak membawa apa-apa”