Pada pembahasan sebelumnya, telah kita ketahui bersama hakikat hati manusia dan bagaimana pengaruhnya di dalam membentuk karakter seseorang. Seorang muslim yang sudah mengenal hatinya hendaknya ia lebih peduli dan perhatian akan kebersihan dan kesucian hatinya.
Layaknya anggota tubuh manusia lainnya yang bisa sakit dan bisa terserang penyakit, hati kita pun tak lepas dari penyakit-penyakit yang dapat merusak dan mengotorinya. Beberapa dari penyakit ini sangatlah berpengaruh ke dalam kehidupan seseorang secara langsung. Oleh karenanya, seorang muslim wajib mengetahui dan mewaspadai penyakit-penyakit ini. Berusaha keras menjaga hatinya agar tidak terjangkit penyakit-penyakit ini.
Pertama: Lalai dari mengingat Allah Ta’ala, meresapi Al-Qur’an, serta merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah di muka bumi ini
Betapa banyak di antara kita yang masih belum bisa merutinkan zikir dan mengingat Allah Ta’ala. Betapa banyak di antara kita yang membaca Al-Qur’an hanya sebatas di kerongkongan saja, tanpa meresapi kandungan ayat dan maknanya. Sungguh, lalainya hati ini dari berzikir dan meresapi makna Al-Qur’an serta tersibukkannya ia dengan perkara dunia merupakan penyakit berbahaya yang harus segera dicegah dan diobati. Allah Ta’ala mengingatkan,
إِنَّ فِی ذَ ٰلِكَ لَذِكۡرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلۡبٌ أَوۡ أَلۡقَى ٱلسَّمۡعَ وَهُوَ شَهِیدࣱ
“Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf: 37)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Al-Quran bisa menjadi pelajaran bagi orang yang memiliki hati dan pendengaran. Hanya saja, hati dan pendengaran yang dimaksud di sini bukanlah hati dan pendengaran setiap orang pada umumnya, melainkan hati dan pendengaran yang khusus dan spesial. Hati yang mau meresapi makna dan kandungan ayat-ayat Allah Ta’ala ketika membacanya, hati yang hadir dan fokus saat sedang membaca Al-Qur’an. Karena betapa banyak orang yang memiliki hati dan pendengaran, namun hati tersebut tidak bermanfaat bagi pemiliknya.
Kedua: Menjauhi kebenaran setelah mempelajari dan mengetahuinya
Sungguh, hidayah mengetahui kebenaran merupakan rezeki yang amat besar. Sayangnya sebagian dari kaum muslimin yang sudah Allah berikan rezeki ini malah menyia-nyiakannya. Sudah tahu akan haramnya musik, gibah, pacaran, dan kemaksiatan lainnya, akan tetapi ia justru terjerumus ke dalam hal-hal tersebut. Seakan-akan lupa bahwa Allah Ta’ala akan menghisabnya berdasarkan apa yang telah ia ketahui dari kebenaran tersebut.
Allah Ta’ala menyebutkan,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Taha: 124)
Di ayat yang lain, Allah Ta’ala menyebutkan,
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
“Maka, ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (QS. As-Saff: 5)
Jika hati ini berpaling dari kebenaran sedangkan ia telah mengetahuinya, maka Allah hukum hati-hati tersebut dengan berpalingnya ia dari hidayah dan petunjuk Allah Ta’ala (semoga Allah Ta’ala menghindarkan kita dari hal ini). Sampai-sampai dikatakan bahwa siapa saja yang sudah mengenal hidayah kemudian ia berpaling darinya, maka ia akan dihukum dengan rusaknya hati, akal, dan pikirannya.
Ketiga: Banyak bermaksiat dan berbuat dosa
Siapa yang biasa bermaksiat dan berbuat dosa serta bermudah-mudahan di dalamnya, maka ia akan sampai pada keadaan sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ، فَقَالَ بِهِ هَكَذَا
“Sedangkan orang fajir (selalu berbuat dosa) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menempel di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang.” (HR. Bukhari no. 6308)
Berbeda dengan seorang mukmin yang melihat dosa-dosanya layaknya gunung besar yang akan menimpanya. Seseorang yang terbiasa melakukan dosa, maka ia akan meremehkan dosa-dosanya tersebut, menganggap dosa-dosanya hanyalah seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu dengan mudahnya bisa ia usir.
Keempat: Terlalu banyak bermimpi dan berangan-angan
Allah Ta’ala berfirman,
وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّى جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Dan kamu ditipu oleh angan-angan kosong sampai datang ketetapan Allah; dan penipu (setan) datang memperdaya kamu tentang Allah.” (QS. Al-Hadid: 14)
Dalam sebuah hadis bahkan disebutkan,
لاَ يَزَالُ قَلْبُ الكَبِيرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ: فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الأَمَلِ
“Hati orang yang sudah tua akan senantiasa seperti anak muda dalam dua hal: cinta dunia dan panjang angan-angan.” (HR. Bukhari no. 6420 dan Muslim no. 1046)
Di hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan bahwa kecintaan kepada dunia dan panjangnya angan-angan bisa terjadi kepada siapa saja, bahkan kepada orang yang sudah tua sekali pun. Di hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengisyaratkan akan tercelanya panjang angan-angan serta terlalu ambisius mengumpulkan harta duniawi. Apalagi jika orang tersebut sudah tua.
Saudara-saudaraku, mulailah untuk lebih perhatian terhadap perkara akhirat. Berikan dunia ini porsi waktu sebatas yang mencukupi kebutuhan kita saja. Jangan sampai diri kita menjadi budak dunia yang waktu dan tenaganya terkuras dan terkekang hanya untuk mengurusi pernak-pernik duniawi, kesibukan yang akan mengecohkan seseorang dari urusan akhirat.
Kelima: Menyibukkan diri dan menghabiskan waktu dengan perkara yang hukumnya mubah (diperbolehkan)
Makan, minum, tidur, bercanda, dan yang lain sebagainya pada asalnya, hukumnya adalah mubah (sah-sah saja jika dilakukan oleh seseorang). Akan tetapi, jika dilakukan melebihi kebutuhan dirinya, maka akan berdampak buruk pada hati seseorang. Allah Ta’ala telah melarang kita berlebihan-lebihan dalam perkara mubah. Allah Ta’ala berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah kalian, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
من مفسدات القلب كَثْرَةُ النَّوْمِ، فَإِنَّهُ يُمِيتُ الْقَلْبَ، وَيُثَقِّلُ الْبَدَنَ، وَيُضِيعُ الْوَقْتَ، وَيُورِثُ كَثْرَةَ الْغَفْلَةِ وَالْكَسَلِ، وَمِنْهُ الْمَكْرُوهُ جِدًّا، وَمِنْهُ الضَّارُّ غَيْرُ النَّافِعِ لِلْبَدَنِ، وَأَنْفَعُ النَّوْمِ مَا كَانَ عِنْدَ شِدَّةِ الْحَاجَّةِ
“Di antara yang dapat merusak hati adalah terlalu banyak tidur, karena ia dapat mematikan hati, membuat tubuh terasa berat, menghabiskan waktu, menimbulkan rasa kurang perhatian dan kemalasan. Di antara tidur semacam ini ada yang sangat dibenci hukumnya, ada pula yang membahayakan tubuh dan tidak mendatangkan manfaat sama sekali. Dan tidur yang paling bermanfaat adalah saat tubuh sangat membutuhkannya.” (Madariju As-Salikin, 1: 456)
Abu Sulaiman Ad-Darani rahimahullah mengatakan,
إِنَّ النَّفْسَ إِذَا جَاعَتْ وَعَطَشَتْ صَفَا الْقَلْبُ وَرَقَّ، وَإِذَا شَبِعَتْ وَرَوِيَتْ عَمِّي الْقَلْبُ وَبَادَ”. وَالشِّبَعُ الْمُفْرِطُ يُثْقِلُ عَنِ الطَّاعَاتِ، وَمَنْ أَكَلَ كَثِيرًا شَرِبَ كَثِيرًا، فَنَامَ كَثِيرًا، فَخَسِرَ كَثِيرًا
“Ketika jiwa ini lapar dan haus, maka hati menjadi bersih dan lembut. Dan jika ia kenyang dan sudah tidak dahaga lagi, maka hati menjadi keruh dan kusam. Kenyang yang berlebih-kelebihan akan memberatkan seseorang dari melakukan ketaatan. Dan siapa yang banyak makan, maka ia akan banyak minum, lalu ia akan banyak tidur juga. Sungguh ia telah banyak merugi.” (Al-Ju’ karya Ibnu Abi Ad-Dunya, hal. 188)
Wallahu a’lam bisshawab.
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Referensi:
Madariju As-Salikin karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah
Al-Ju’ karya Ibnu Abi Ad-Dunya
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/82985-5-penyakit-hati-yang-harus-kita-hindari.html