6 Sifat Jantan dalam Islam

6 Sifat Jantan dalam Islam

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسوله، نبينا محمد وآله وصحبه

Berbicara sifat jantan tentu berbicara tentang sifat khas seorang laki-laki. Sifat yang melekat pada diri laki-laki. Sebagian orang terutama anak muda, remaja putra/putri telah salah paham mengenai hal ini. Mereka membayangkan laki-laki yang jantan adalah mereka yang keren berotot membawa mobil sport atau mereka yang tampil di youtube joget sambil nyanyi ber-make upfollower jutaan. Ada lagi yang lebih mengagetkan, mereka memahami jantan itu yang berani bilang “aku sayang kamu”, terus pacaran bisa bawa malam mingguan.

Atau bagi orang yang sudah dewasa, sebagian memahami menjadi laki-laki yang ditakuti orang, semua orang menuruti kemauan dia, “bilang saja nama saya insyaAllah akan aman”, adalah di antara simbol kejantanan. Dan banyak contoh keliru lainnya. Oleh karena itu, di bawah ini adalah di antara penjelasan sifat kejantanan seorang laki.

Dalam Islam, laki-laki tidak sama dengan perempuan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ اِنِّيْ وَضَعْتُهَآ اُنْثٰىۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْۗ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْاُنْثٰى ۚ

“Maka ketika melahirkannya, dia berkata, ‘Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.’ Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.” (QS. Al-‘Imran: 36)

Dalam bahasa Arab, laki-laki disebut dengan الذكر (adz-dzakaru) atau الرجل (ar-rajulu). Keduanya secara bahasa memiliki arti yang sama. Namun, secara istilah berbeda. Semua rajulun adalah dzakarun, namun tidak semua dzakarun adalah rajulun.

Kata dzakarun dalam Al-Qur’an datang dalam konteks penyebutan penciptaan, pembagian warisan, dan penduduk bumi. Seperti dalam firman-Nya,

وَاَنَّهٗ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰى

Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan.” (QS. An-Najm: 45)

ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ

Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan.” (QS. An-Nisa: 176)

Adapun kata rajulun datang dalam konteks yang khusus, pada sesuatu yang Allah Ta’ala cintai dan agungkan. Seperti Rasul yang diutus di muka bumi, maka Allah Ta’ala katakan mereka adalah rijal.

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ مِّنْ اَهْلِ الْقُرٰى

Dan Kami tidak mengutus sebelummu (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.” (QS. Yusuf: 109)

Allah Ta’ala menggunakan kata rajul/rijal pada saat mengatakan para rasul, bukan dzakar, yang sama-sama bermakna laki-laki. Hal ini karena dalam penyebutan kata rajul/rijal terkandung di dalamnya sifat الرجولة (baca: ar-rujulah), yakni kejantanan. Dalam penyebutan kata rajul/rijal melekat sifat maskulin pada diri seorang laki-laki. Sifat yang menjadi ciri khas dan simbol kejantanan seorang laki-laki. Sifat yang saat ini mungkin sudah banyak disalahartikan. Sehingga yang banyak adalah dzakar bukan rajul. Yang banyak adalah laki-laki karena jenis kelaminnya saja, tapi bukan laki-laki sejati. Di antara sifat kejantanan laki-laki adalah:

Pertama: Terkait dengan masjid dan suka menyucikan jiwa

Allah Ta’ala berfirman,

لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِۗ فِيْهِ رِجَالٌ يُّحِبُّوْنَ اَنْ يَّتَطَهَّرُوْاۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ

Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang (laki-laki) yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.” (QS. At-Taubah: 108)

Allah Ta’ala menyebutkan masjid sebagai tempat dibangunnya ketakwaan. Ibadah dan tauhid adalah tempatnya ar-rijal, yakni laki-laki. Laki-laki yang sejati adalah yang mendatangi masjid. Mereka ingin membersihkan dirinya dari segala dosa dan maksiat. Bukan justru laki-laki yang senang mengotori jiwa dengan datang ke tempat-tempat maksiat.

Kedua: Tahan terhadap godaan dunia

Allah Ta’ala befirman,

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ

Orang (laki-laki) yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).” (QS. An-Nur: 37)

Laki-laki yang jantan adalah yang bekerja mencari nafkah, berdagang. Namun, di saat yang sama kesibukan perdagangan tersebut tidak melalaikannya sedikit pun dari zikir, salat, dan menunaikan zakat. Bagi ar-rijal, klien bisnis tidak akan melalaikannya dari menegakkan salat pada waktunya. Keuntungan perdagangannya tidak membuatnya lupa mengeluarkan zakat dari hartanya.  Walaupun sudah kaya, tajir, punya mobil mewah dan rumah megah, laki yang jantan, ar-rijal senantiasa ingat Allah Ta’ala. Karena hati mereka takut akan dahsyatnya hari kiamat.

Ketiga: Idealisme dalam kebenaran tidak mudah goyah

Allah Ta’ala befirman,

وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌۖ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ اِيْمَانَهٗٓ اَتَقْتُلُوْنَ رَجُلًا اَنْ يَّقُوْلَ رَبِّيَ اللّٰهُ وَقَدْ جَاۤءَكُمْ بِالْبَيِّنٰتِ مِنْ رَّبِّكُمْ ۗ

Dan seseorang (laki-laki) yang beriman di antara keluarga Fir‘aun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Tuhanku adalah Allah’? Padahal sungguh, dia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu.’” (QS. Gafir: 28)

Walaupun hidup di tengah kezaliman yang dahsyat, laki-laki yang jantan senantiasa kokoh dalam mempertahankan kebenaran dan keimanan. Tidak goyah sedikit pun. Laki-laki yang jantan adalah yang kemudian berani beragumentasi dengan pelaku dosa dan maksiat bahwa kebenaran adalah kebenaran sekalipun Anda mengingkarinya.

Keempat: Jujur dan menepati janji

Allah Ta’ala befirman,

مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ ۖوَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًاۙ

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang (laki-laki) yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23)

Allah Ta’ala menyebutkan kaum munafik yang membatalkan janji mereka dengan Allah Ta’ala bahwa tidak akan berpaling (saat perang). Lalu, Allah Ta’ala mensifati orang beriman adalah orang yang senantiasa memegang janji mereka. Mereka tidak mengubah janji tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, surah Al-Ahzab ayat 23)

Laki-laki yang jantan adalah yang ketika katakan janji tidak akan diingkari. Dia pegang kuat-kuat janji itu. Jujur dalam berkata. Tidak berbalik arah setelah mengikrar janji.

Kelima: Menolong agama

Allah Ta’ala befirman,

وَجَاۤءَ رَجُلٌ مِّنْ اَقْصَى الْمَدِيْنَةِ يَسْعٰىۖ قَالَ يٰمُوْسٰٓى اِنَّ الْمَلَاَ يَأْتَمِرُوْنَ بِكَ لِيَقْتُلُوْكَ فَاخْرُجْ اِنِّيْ لَكَ مِنَ النّٰصِحِيْنَ

Dan seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, ‘Wahai Musa! Sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk membunuhmu, maka keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.’” (QS. Al-Qashah: 20)

Keenam: Bertanggung jawab atas keluarga

Allah Ta’ala befirman,

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ

Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. An-Nisa’: 34)

Laki-laki sejati adalah yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Jika ia seorang suami, dia adalah sosok yang hadir sebagai pemimpin bagi istrinya. Jika seorang ayah, dia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas anak-anaknya. Sehingga ar-rijal itu adalah family man. Bukan justru disanjung di luar, dihindari di dalam. Kehadirannya tidak ditunggu, ketiadaannya dirindu. Karena tidak pernah melekat rasa tanggung jawab pada keluarganya.

Demikian. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85379-6-sifat-jantan-dalam-islam.html