SALAH satu ciri datangnya akhir zaman adalah badai fitnah mendera umat Islam. Masing-masing bangga dan fanatik terhadap golongannya sendiri, seolah-olah yang lain lebih buruk.
Perselesihan ini dilanjutkan dengan pertumpahan darah, mereka saling berperang antar sesama, hingga kehormatan mujahidin ikut dilecehkan.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَأْتِيَ عَلَى النَّاسِ يَوْمٌ لَا يَدْرِي الْقَاتِلُ فِيمَ قَتَلَ وَلَا الْمَقْتُولُ فِيمَ قُتِلَ فَقِيلَ كَيْفَ يَكُونُ ذَلِكَ قَالَ الْهَرْجُ الْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwaku ini berada dalam genggaman-Nya, dunia ini tidak akan musnah sehingga orang-orang saling bunuh satu sama lain tanpa mengetahui apa penyebabnya. Demikian juga orang yang dibunuh, dia tidak tahu apa penyebabnya sehingga dia harus dibunuh.” Maka, ditanyakanlah kepada beliau, “Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?” Beliau menjawab, “Itulah al-harj, yang membunuh dan yang dibunuh sama-sama di neraka.” (HR. Muslim, Al-Fitan, hadits no. 2908 [Muslim bi Syarh An-Nawawi (9/230)).
Di masa kenabian, di saat para sahabat hidup di bawah naungan sunnah yang kokoh, maka tali ukhuwah imaniyah mampu mengikat hati-hati mereka satu sama lainnya. Mereka laiknya saudara kandung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggambarkan seperti jasad yang satu, yang bila ada anggota tubuhnya terluka atau tersakiti maka anggota tubuh lainnya pasti akan ikut merasakannya.
Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam juga mengabarkan akan datangnya fitnah yang akan mencerai-beraikan tali ukhuwah, bahkan sampai berujung pada penumpahan darah sesama mereka.
Para ulama dan ahli sejarah menyepakati bahwa awal mula pertumpahan darah sesama umat Islam dimulai setelah wafatnya Umar bin Khattab, tepatnya di masa Usman bin Affan.
Hudzaifah ra berkata: Saat itu kami sedang duduk-duduk bersama Umar. Maka berkatalah Umar, “Siapakah di antara kalian yang tahu betul terhadap sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkaitan dengan fitnah?” Maka aku pun menjawab, “Akulah orangnya.” Maka, Umar berkara, “Sungguh, engkau terhadap masalah ini termasuk orang yang berani.” Maka aku pun langsung mengatakan permasalah itu di hadapannya, “(Ketahuilah), fitnah yang menimpa seorang laki-laki terkait keluarga, harta, anak, atau tetangganya dapat dilebur dengan shalat, puasa, sedekah, dan melakukan amar makruf dan nahi munkar.” Umar berkata, “Bukan itu yang aku maksudkan, tetapi fitnah yang menerpa (umat Islam) laksana gelombang samudera.” Maka Hudzaifah berkata, “(Tenang saja) engkau tidak akan mengalami pedihnya fitnah itu, wahai Amirul Mukminin, karena antara fitnah itu dan diri Anda terdapat pintu yang tertutup (yang menghalanginya).” Umar balik bertanya, “Apakah pintu tersebut akan terbuka atau didobrak?’ Hudzaifah menjawab, “Pintu tersebut akan didobrak secara paksa.” Kami (perawi) pun berkata, “Apakah Umar juga mengetahui ‘pintu’ itu?” Hudzaifah menjawab, “Iya, dia pun juga mengetahuinya seperti siang yang akan mendahului malam. Ketahuilah, aku tidak menceritakan hal ini dengan mengada-ada. Biarkan aku pergi untuk bertanya langsung kepada Hudzaifah. Maka kami pun menyuruh Masruq untuk menanyakannya, maka Hudzaifah pun menjawab, ‘Pintu itu adalah Umar’.” [HR. Al-Bukhari, bab: Mawâqit Ash-Shalah, hadits no. 525 [Fath Al-Bâri (2/11)]. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim: Bab Al-Fitan wa Al-Malâhim, hadits no. 144 [Muslim bi Syarh An-Nawawi (9/215)].
Riwayat di atas menjelaskan bahwa Umar adalah batas akhir sebelum datangnya fitnah yang akan menimpa kaum Muslimin. Maka sejak terbunuhnya Usman bin Affan, fitnah peperangan dan pembunuhan antar sesama Muslim akan terus berlangsung hingga kiamat.*(bersambung)
Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani
Abu Fatiah Al-Adnani adalah penulis buku-buku Akhir Zaman