Ingat, tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci. Jadi dalam keadaan berwudhu barulah mushaf Al-Qur’an boleh disentuh.
Orang yang berhadats besar atau kecil tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an baik seluruh atau sebagiannya. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 17: 127)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
وَالصَّحِيحُ فِي هَذَا الْبَابِ مَا ثَبَتَ عَنْ الصَّحَابَة – رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ – وَهُوَ الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَهُوَ أَنَّ مَسَّ الْمُصْحَفِ لَا يَجُوزُ لِلْمُحْدِثِ
“Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah pendapat para sahabat. Itulah pendapat yang sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu menyentuh mushaf tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadats.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 21: 270)
Dalil yang mendukung pernyataan di atas adalah firman Allah Ta’ala,
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79). ‘Tidak menyentuhnya’ adalah kalimat berita namun maknanya adalah larangan. Sehingga maknanya adalah ‘janganlah menyentuhnya’.
Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi rahimahullah yang dimaksudkan dengan kitab dalam ayat tersebut adalah Al-Qur’an yang ada di tengah-tengah kita. Alasannya, karena dalam ayat tersebut disebut “tanzil“, artinya turun. Pembicaraan seperti tentu pada Al-Qur’an. (Lihat Al-Majmu’ 2: 72)
Dalil dari hadits,
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122). Dalam keadaan suci di sini bisa berarti suci dari hadats besar dan hadats kecil. Berarti yang tidak berwudhu tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an. Wanita yang sedang mengalami haidh dan nifas juga tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan,
ثُمَّ مَسُّ الْمُصْحَفِ يُشْتَرَطُ لَهُ الطَّهَارَةُ الْكُبْرَى وَالصُّغْرَى عِنْدَ جَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ وَكَمَا دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَهُوَ ثَابِتٌ عَنْ سَلْمَانَ وَسَعْدٍ وَغَيْرِهِمْ مِنْ الصَّحَابَةِ
“Menyentuh mushaf Al-Qur’an dipersyaratkan suci dari hadats besar dan hadats kecil. Ini pendapat jumhur (mayoritas ulama) sebagaimana ditunjukkan dalam Al-Qur’an, hadits, dan pendapat ini diketahui dari para sahabat seperti Salman, Sa’ad, dan sahabat lainnya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 26: 200)
Dalil pendukung dari sahabat, seperti Sa’ad bin Abi Waqqash.
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ أُمْسِكُ الْمُصْحَفَ عَلَى سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ فَاحْتَكَكْتُ فَقَالَ سَعْدٌ لَعَلَّكَ مَسِسْتَ ذَكَرَكَ قَالَ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ قُمْ فَتَوَضَّأْ فَقُمْتُ فَتَوَضَّأْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ
Dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash, “Aku pernah memegang mushaf di hadapan Sa’ad bin Abi Waqash lalu aku menggaruk-garuk kemaluanku.” Beliau lantas berkata, “Engkau menyentuh kemaluanmu?” “Benar”, jawabku. Beliau berkata, “Berdirilah lalu berwudhulah”. Aku lantas bangkit berdiri dan berwudhu lalu aku kembali. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Khilafiyat 1: 516. Ia mengatakan, “Riwayat ini shahih.” Diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-Muwatha’. Riwayat di atas juga dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ 1: 161 no. 122)
Juga didukung dari perkataan Salman Al-Farisi berikut.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ كُنَّا مَعَهُ فِى سَفَرٍ فَانْطَلَقَ فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ جَاءَ فَقُلْتُ أَىْ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ تَوَضَّأْ لَعَلَّنَا نَسْأَلُكَ عَنْ آىٍ مِنَ الْقُرْآنِ فَقَالَ سَلُونِى فَإِنِّى لاَ أَمَسُّهُ إِنَّهُ لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ فَسَأَلْنَاهُ فَقَرَأَ عَلَيْنَا قَبْلَ أَنْ يَتَوَضَّأَ.
Dari ‘Abdurrahman bin Yazid, dari Salman, kami pernah bepergian bersama Salman. Suatu ketika beliau pergi untuk buang hajat setelah kembali aku berkata kepada beliau, “Wahai Abu ‘Abdillah, berwudhulah agar kami bisa bertanya kepadamu tentang ayat-ayat Al-Qur’an.” Beliau berkata, “Silakan bertanya namun aku tidak akan menyentuh Al-Qur’an. ‘Sesungguhnya tidaklah menyentuhnya melainkan orang-orang yang disucikan’ (QS. Al-Waqiah: 77)”. Kami pun mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau dan beliau bacakan beberapa ayat kepada kami sebelum beliau berwudhu. (HR. Ad-Daruquthni 1: 124. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa riwayat dari Salman itu shahih).
‘Abdullah bin Umar juga mendukung hal ini.
عَنْ نَافِعٍ عَنِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ لاَ يَمُسُّ المصْحَفَ إِلاَّ وَهُوَ طَاهِرٌ
Dari Nafi, ia berkata, “Tidaklah Ibnu ‘Umar menyentuh mushaf melainkan dalam keadaan suci.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam mushannafnya 2: 140).
Sumber : https://rumaysho.com/11234-tidak-boleh-menyentuh-al-quran-kecuali-orang-yang-suci.html