SECARA sadar atau tidak banyak kita jumpai perkataan yang menjurus kepada mencaci, menghina, merendahkan, mengejek dan mempermainkan nama Allah, sifat-sifat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, ayat-ayat-Nya dan hukum-hukum-Nya serta hukum-hukum yang diterangkan oleh rasul-Nya. Dan juga perkataan yang menolak, menafikan dan mengingkari segala perkara dari alim ulama dimana semua orang tahu bahwa perkara itu dari agama.
Misalnya seperti katanya mengenai mana-mana hukum Islam:
“Hukum apa ini?”
“Hukum ini sudah usang.”
“Zaman sekarang tidak pantas diharamkan riba karena menghalangi kemajuan.”
“Dalam zaman yang serba maju ini kaum wanita tak perlu dibungkus-bungkus.”
“Berzina jikalau suka sama suka apalah haramnya?”
“Minum arak kalau dengan tujuan hendak menyehatkan badan untuk beribadat apalah salahnya?”
“Berjudi kalau masing-masing sudah rela menerima untung ruginya apa salahnya?”
“Kalau diberlakukan hukum-hukum Islam sampai kiamat kita tak maju-maju.”
“Ini perbuatan tidak beradab diceritakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam setelah makan: menjilat sisa makanan di jarinya.
Untuk itu Imam Al Bashri mengemukakan bahwa lidah orang berakal itu terletak di belakang akalnya. Jika ia hendak berkata, dipikirkannya lebih dahulu. Kalau perkataan itu kira-kira bakal bermanfaat baginya, ia akan mengucapkannya,. Kalau dirasakannya akan membahayakan dirinya, ia memilih diam. Sedangkan hati orang dungu terletak di belakang lidahnya. Jika ia mau berkata, langsung saja diucapkannya. “Apalagi mengatakan yang tidak pernah dikerjakan, dan membungkus keburukan hati dan keculasan perangai dengan ucapan indah yang berbunga-bunga. Barangkali manusia dapat dikelabui, tetapi apakah Allah Ta’ala dapat ditipu?
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2358947/ungkapan-yang-menyakitkan-atau-nyelekit#sthash.Tcccy5mR.dpuf