Kitb Khari Kharidah at-Tauhid, karya Abu Al-Barakat Sayyidi Ahmad ad-Dardiri merupakan kitab ilmu kalam pemula yang sangat bagus. Buku ini umumnya menjadi pegangan bagi para santri pemula yang belajar ilmu kalam. Kitab ini merupakan kitab kalam yang berbentuk bait syiir dan terdiri dari 64 bait. Kitab ini sesungguhnya mirip dengan kitab aqidatul awam yang biasa dijadikan pegangan para santri pemula di tanah air. Bedanya bahwa aqidatul awam hanya terdiri dari 57 bait syiir. Namun keduanya sama-sama kitab kalam untuk pemula.
Jika kita menilik pada turas Islam, sesungguhnya modul pembelajaran dari tingkat pemula hingga tingkat atas sudah sangat rapi. Setelah akidatul awam atau kharidah, bisa lanjut ke kitab al-Iqtishd fil I’tiqad karya Ghazali, lalu al-arbain karya Ghazali atau imam Razi. Sementara itu untuk tingkat atas, sudah bisa membaca kitab-kitab besar semacam al-Ibkar karya Imam Amidi yang 5 jilid atau al-Mawaqif karya imam Iji. Bisa juga melakukan perbandingan dengan kalam muktazilah dengan membaca al-Mughni yang sampai 22 jilid.
Ketika kita kembali ke turas, sesungguhnya diktat pengajaran sudah siap. Kita tinggal memilih buku yang dibutuhkan. Para ulama kita telah banyak meletakkan modul-modul secara terstruktur, karena para ulama itu umumnya adalah Dosen-dosen di Perguruan Tinggi Islam, seperti Imam Ghazali yang mengajar di Universitas Nizhamiyah Bagdad. Atau para ulama itu punya pesantren sendiri.
Ilmu kalam pemula umumnya sekadar pengantar, sementara untuk pertengahan mulai masuk kepada pendalaman. Untuk ilmu kalam tingkat atas, sudah berupa bantahan dan serangan kepada para filsuf. Di sini nampak bahwa ilmu kalam sesungguhnya adalah filsafat Islam. Perbedaan dengan filsafat Islam secara umum terletak dari sisi episteme. Tentu saja nanti implikasinya akan ke berbagai macam tema bahasan.
Ilmu kalam seaungguhnya juga bergerak di ranah etika seperti halnya filsafat akhlak. Hanya kajian kontemporer terkait akhak perspektif ulama kalam belum banyak dikupas. Filsafat akhlak perspektif ulama kalam uUtamanya berada di sub bahasan al-iradah al-insaniyah dan attahsin wa attaqbih. Di bab ini ada persinggungan antara bahasa kalam dengan ushul fikih. Secara umum, antara kKalam, mantiq dan ushul fikih memang tidak dapat dipisahkan.
Perguruan Tinggi Islam di tanah air seperti UIN atau PTM idealnya juga diarahkan untuk melakukan riset dengan sub tema di ranah kalam ini. Kajian kalam bBukan sekadar pengulangan sejarah kalam klasik, namun juga melihat sisi lain dari ilmu kalam sehingga kalam bisa tumbuh berkembang menyesuaikan realitas kontemporer
Bahasan aAkhlak di ilmu kalam selalu ada kaitan dengan Tuhan. Tentu ini sesuai dengan episteme kalam yang bertolak dari kalam Tuhan itu sendiri. Kalam Tuhan yang berupa kitab suci al-Quran yang kemudian dirasionalisasikan untuk menghadapi berbagai gempuran filsafat Barat (baca: Yunani) pada waktu itu.
Filsafat kalam yang bertolak dari Quran ini tentu sangat berbeda dengan kajian filsafat akhlak seperti yang berkembang di Barat. Kajian etika dari rahim kalam dapat dijadikan titik tolak untuk men-counter filsafat model Machiavelli atau John dewey yang sangat materialistic dan bahkan atheis. Filsafat yang memisahkan Tuhan dari realitas kehidupan umat manusia. Pada akhirnya berdampak pada sikap menghalalkan cara dan berfikiran prakmatis dengan timbangan duniawi semata.
Ilmu Kalam sesungguhnya adalah bahasan yang sangat indah dan mendalam. Kalam dapat dipecah menjadi sub bahasan yang sangat berfariatif, termasuk juga kepada pemikiran social keagamaan dan politik. Kalam menajdi titik awal untuk perkembangan filsafat Islam yang sesungguhnya.
Sesungguhnya yang dibutuhkan sekarang adalah melakukan rekonstruksi dan revitalisasi ilmu kalam. Kebutuhan ini sangat mendesak mengingat gempuran filsafat Barat sngat massif. Dengan kalam, para sarjana muslim dapat berdiri tegak dan berani face to face melawan filsafat Barat yang materialistik, seperti halnya para tokoh kalam tempo dulu semisal Ghazali, Razi, Jurjani, Amidi, Baidhawi dan sederet ulama kalam lainnya.
Cara pandang kita terhadap kalam hrs dirubah. Kalm bukan sekadar ilmu debat tiada guna dan tanpa ujung. Kalam juga bukan sekadar sejarah kelam peradaban Islam klasik masa Ibnu Hambal atau masa kelam pasca Mutawakkil. Kalam Baru itu akan segera bangkit dari tidur panjangnya. Kalam Baru itu adalah Maqashid Ilmu Kalam. Wallahu A’lam
Ust. Wahyudi Abdurrahim, Lc, M.M: