KONON, di sebuah kolam tinggal tiga ekor ikan: si Pandai, si Agak Pandai, dan si Bodoh. Kehidupan mereka berlangsung biasa saja seperti ikan-ikan lain, sampai pada suatu hari ketika kolam itu kedatangan-seorang manusia.
Ia membawa jala; dan si Pandai melihatnya dari dalam air. Sadar akan pengalamannya, cerita-cerita yang pernah didengarnya, dan kecerdikannya, si Pandai memutuskan untuk melakukan sesuatu.
“Hampir tak ada tempat berlindung di kolam ini,” pikirnya. “Jadi saya akan pura-pura mati saja.”
Ia mengumpulkan segenap tenaganya dan meloncat ke luar kolam, jatuh tepat di kaki nelayan itu. Tentu saja si nelayan terkejut. Karena ikan tersebut menahan napas, nelayan itu mengiranya mati: ia pun melemparkan ikan itu kembali ke kolam. Ikan itu kemudian meluncur tenang dan bersembunyi di sebuah ceruk kecil dekat pinggir kolam.
Ikan yang kedua, si Agak Pandai, tidak begitu memahami apa yang telah terjadi. Ia pun berenang mendekati si Pandai dan menanyakan hal itu.” Gampang saja,” kata si Pandai, “saya pura-pura mati, dan nelayan itu melemparkanku kembali ke kolam.”
Si Agak Pandai itu pun segera melompat ke darat, jatuh dekat kaki nelayan. “Aneh,” pikir nelayan itu, “ikan-ikan ini berloncatan ke luar air.” Namun, si Agak Pandai ini ternyata lupa menahan napas, dan ia pun dimasukkan ke kepis.
Ia kembali mengamat-amati kolam, dan karena agak heran memikirkan ikan-ikan yang berloncatan ke darat, ia pun lupa menutup kepisnya. Menyadari hal ini, si Agak Pandai berusaha melepaskan diri ke luar dari kepis, membalik-balikkan badannya, dan masuk kembali ke kolam. Ia mencari-cari ikan pertama, ikut bersembunyi di dekatnya–napasnya terengah-engah.
Dan ikan ke tiga, si Bodoh, tidak bisa mengambil pelajaran dari segala itu, meskipun ia telah mengetahui pengalaman kedua ikan sebelumnya. Si Pandai dan si Agak Pandai memberi penjelasan secara terperinci, menekankan pentingnya menahan napas agar di darat.
“Terimakasih: saya sudah mengerti,” kata si Bodoh. Sehabis mengucapkan itu, ia pun melemparkan dirinya ke darat, jatuh tepat dekat kaki nelayan. Sang nelayan langsung memasukkan ikan ketiga itu ke dalam kepisnya tanpa memperhatikan apakah ikan itu bernapas atau tidak. Berulang kali dilemparkannya jala ke kolam, namun kedua ikan yang pertama tadi dengan aman bersembunyi dalam sebuah ceruk. Dan kepisnya sekarang tertutup rapat.
Akhirnya nelayan itu menghentikan usahanya. Ia membuka kepisnya, menyadari bahwa ternyata ikan yang di dalamnya tidak bernapas. Ikan itupun dibawanya pulang untuk makanan kucing.[]
Catatan
Konon, kisah ini disampaikan oleh Husein, cucu Muhammad SAW, kepada Khajagan (‘Para Pemimpin’) yang pada abad keempat belas mengubah namanya menjadi Kaum Naqsahbandi.
Kadang-kadang peristiwanya terjadi di sebuah ‘dunia’ yang dikenal sebagai Karatas, di Negeri Batu Hitam. Versi ini dari Abdul ‘Yang berubah’ Afifi. Ia mendengarnya dari Syeh Muhammad Asghar, yang meninggal tahun 1813. Makamnya di Delhi.