Ibnu Hanzhaliyyah RA, seorang sahabat Nabi SAW yang tinggal dan menghabiskan usianya di Damaskus setelah wafatnya Rasulullah SAW. Ia seorang sahabat yang suka menyendiri, jarang sekali ia duduk-duduk bersama manusia.
Pengecualiannya hanya ketika salat berjemaah di masjid. Setelah selesai salat dan berzikir, ia memilih untuk pulang dan tinggal di rumahnya sampai waktu salat berikutnya.
Suatu ketika, selesai salat dan akan pulang ke rumahnya, ia melalui tempat tinggal Abu Darda, sahabat Nabi SAW yang juga tinggal di Damaskus. Abu Darda yang sedang bersama sahabatnya, Basyir at Taghlaby, menyapa dan berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Hanzhaliyyah, sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat kepada kami dan tidak merugikan kamu.”
Sebagai seorang sahabat penyendiri, tentulah Ibnu Hanzhaliyyah tidak suka menonjolkan diri. Karena itu ia memilih untuk menceritakan suatu peristiwa bersama Rasulullah SAW. Ia menceritakan bahwa beliau pernah mengirim suatu pasukan ke suatu tempat. Setelah pulang dan berkumpul bersama di majelis Nabi SAW, salah seorang anggota pasukan berkata kepada teman di sebelahnya, “Bagaimana pendapatmu, ketika kami sedang berhadapan dengan musuh, salah seorang dari kami berkata: Rasakanlah tikaman dariku!! Aku adalah pemuda Ghiffar.”
Teman yang diajaknya bicara berkata, “Menurut pendapatku, orang itu telah hilang pahalanya.”
Tetapi teman lainnya yang mendengar pembicaraan itu ikut berkata, “Menurut pendapatku tidak apa-apa orang itu berkata seperti itu (ia tetap memperoleh pahala).”
Dua orang yang berbeda pendapat ini saling berdebat dengan argumen masing-masing, sehingga Nabi SAW kemudian menengahinya dan bersabda, “Subhanallah (Maha Suci Allah), tidak apa-apa, ia tetap mendapat pahala dan tetap terpuji (di sisi Allah).”
Abu Darda tampak gembira sekali mendengar cerita Ibnu Hanzhaliyyah itu, dan berkata, “Engkau mendengar sendiri keterangan itu dari Rasulullah SAW!!”
“Ya,” Kata Ibnu Hanzhaliyyah memastikan.
Tetapi Abu Darda masih mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, seolah-olah minta “keberkahan” hadis yang diterima oleh Ibnu Hanzhaliyyah tersebut, dan ia tetap mengiyakannya.
Pada hari dan kesempatan yang lain yang hampir sama, Ibnu Hanzhaliyyah melewati rumah Abu Darda, dan seperti sebelumnya, Abu Darda yang sedang bersama sahabatnya, Basyir at Taghlaby, menyapanya, “Wahai Ibnu Hanzhaliyyah, sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat kepada kami dan tidak merugikan kamu.”
Ibnu Hanzhaliyyah singgah dan berkata kepada Abu Darda, “Rasulullah SAW bersabda kepada kami: Orang yang memberi belanja kepada kudanya (yang dipergunakan untuk berjihad di jalan Allah), seperti orang yang membentangkan tangannya dengan shadaqah (yakni, dermawan), dan bukan orang yang menggenggamkan tangannya (yakni orang yang kikir)..!!”
Sikap Abu Darda yang seperti sebelumnya juga terulang ketika ia mendengar hadis ini dari Ibnu Hanzhaliyyah.
Pada hari dan kesempatan yang lain lagi, Ibnu Hanzhaliyyah melewati rumah Abu Darda, dan seperti sebelumnya, Abu Darda yang sedang bersama sahabatnya, Basyir at Taghlaby, menyapanya, “Wahai Ibnu Hanzhaliyyah, sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat kepada kami dan tidak merugikan kamu.”
Ibnu Hanzhaliyyah singgah dan berkata kepada Abu Darda, “Rasulullah pernah bersabda: Sebaik-baiknya orang adalah Khuraim al Usaidy, seandainya ia tidak berambut panjang dan ia tidak memanjangkan kainnya hingga melebihi mata kaki. Setelah mendengar sabda Nabi SAW ini dari salah seorang temannya, Khuraim mengambil pisau dan memotong rambutnya hingga dua telinganya, dan ia menaikkan kainnya hingga pertengahan kedua betisnya.”
Setelah selesai mendengar hadis ini, Abu Darda bersikap seperti sebelum-sebelumnya.
Pada hari dan kesempatan yang berbeda lagi, Ibnu Hanzhaliyyah melewati rumah Abu Darda, dan seperti kejadian sebelumnya, Abu Darda yang sedang bersama sahabatnya, Basyir at Taghlaby, menyapanya, “Wahai Ibnu Hanzhaliyyah, sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat kepada kami dan tidak merugikan kamu.”
Ibnu Hanzhaliyyah singgah dan berkata kepada Abu Darda, “Nabi SAW berpesan kepada kami: Sesungguhnya kamu sekalian akan kembali kepada saudara-saudaramu, maka perbaikilah kendaraanmu dan baguskanlah pakaianmu, sehingga seolah-olah kamu merupakan tahi lalat di tengah-tengah manusia. Karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang kotor, baik dalam pakaian atau dalam hal perkataan.”
Sekali lagi Abu Darda bersikap seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya.