SETIAP orang memiliki selera berbeda tentang gaya hidup, ada yang senang dengan kesederhanaan namun banyak yang senang dengan gaya hidup mewah. Gaya hidup merupakan sebuah tampilan, seperti cover sebuah buku, terkadang tidak selalu menggambarkan persis isinya.
Ada orang kemampuan finansialnya biasa-biasa saja tapi tampil bergaya mewah menutupi kekurangannya atau memang itu merupakan gaya hidup yang dia pilih. Sementara ada juga yang memang tergolong kaya raya menjalani gaya hidup mewah, dia menampilkan apa adanya kemakmuran yang dimilikinya. Tapi ada juga orang kaya raya namun memilih hidup sederhana. Dia merasa nyaman dengan kesederhanaan, tapi ini jenis manusia yang sedikit alias langka.
Di antara yang sedikit itu tersebut nama-nama seperti Azim Premji, seorang muslim asal India. Dia menempati peringkat nomor 61 sebagai individu terkaya sedunia versi Majalah Forbes edisi 2014 dengan kekayaan senilai US$ 15 miliar atau sekitar Rp150 triliun. Dengan kekayaan sebesar itu, dia tetap hidup sederhana.
Kekayaannya dibuatnya untuk membantu pendidikan siswa miskin. Dia mendirikan yayasan beasiswa dengan nama Azim Premji Foundation yang sejak berdirinya pada 2001 telah membiayai pendidikan lebih dari 2.5 juta siswa di seluruh India.
Di kalangan pemimpin dunia, mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad adalah sosok yang memilih gaya hidup sederhana, dia nyaman dengan kesederhanaan tersebut. Banyak orang penasaran dengan sosok Ahmaddinejad, kenapa pemimpin negara besar memilih hidup sederhana.
Dialog Ahmadinejad dalam sebuah wawancara dengan TV Fox (Amerika Serikat), kiranya dapat menjelaskan mengapa ia hidup begitu sederhana, atau bisa dibilang sangat sederhana untuk seorang pemimpin negara. Wartawan TV Fox bertanya: “Saat Anda melihat ke cermin setiap pagi, apa yang Anda katakan pada diri Anda?” Ahmadinejad menjawab: “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya. Ingat, kamu tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran .”
Ketika salat, Anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka. Ia tidak memaksa untuk duduk di baris depan karena ketika datang ke masjid biasanya sudah didahului jemaah lain. Ia duduk di shaf atau tempat yang masih kosong. Katanya, “Tuhan letaknya bukan di depan, tetapi letaknya di Hati”. Ketika suara azan berkumandang dan ia berada jauh dari masjid, ia mengerjakan salat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa.
Begitu banyak kisah tentang kesederhaan sosok Ahmadinejad, salah satunya tentang cara dia tidur. Saat harus menginap di hotel ia meminta diberikan kamar dengan tempat tidur yang tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Itu memang kebiasaannya.
Ketika Ahmadinejad tidak lagi menjadi seorang Presiden, dia kembali menjadi seorang dosen, ke kampus naik bus umum sebagaimana masyarakat lainnya dan dia menikmati gaya hidup sederhananya. Ahmadinejad konsisten dengan gaya hidup sederhana karena bukan sebuah pencitraan tapi memang dia telah memilih gaya hidup seperti itu, sebuah gaya hidup yang membuat dia lebih memiliki makna.
Kesederhanaan gaya hidup Ahmadinejad tentu tidak terlepas dari sosok yang menjadi idolanya, seorang pemimpin dunia di masa lalu yaitu Nabi Muhammad SAW.
Umar bin Khattab bercerita: Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya. Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta, Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.” Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullahjanganlah memberi diluar batas kemampuanmu.” Rasulullahsaw tidak menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Anshar sambil berkata, “Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.” Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullahtersenyum, lalu beliau berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Tirmidzi).
Gaya hidup sederhana adalah pilihan Nabi, bukan karena Beliau tidak memilki kemampuan untuk bergaya hidup mewah tapi karena Beliau lebih senang dengan kesederhanaan. Andai Nabi mau, tidak sulit Beliau bergaya hidup layaknya seorang Raja dengan segala kemewahan karena saat itu Beliau sudah menjadi seorang pemimpin yang besar.
Para sahabat dan generasi setelahnya mengikuti gaya hidup Nabi, walaupun ada di antara mereka tergolong orang yang kaya raya tapi gaya hidup tetap sederhana. Kesederhanaan akan lebih mengingatkan manusia kepada kehambaan, jati diri manusia yang sebenarnya, hal yang sulit dicapai oleh manusia.