BERDASARKAN penjelasan dari Ustaz Ammi Nur Baits, ada dua jenis zikir yang perlu kita bedakan,
1. Zikir mutlak, zikir yang tidak terikat waktu dan tempat.
Kita disyariatkan memperbanyak zikir mutlak semacam ini, kapanpun, di manapun, selama tidak di tempat yang terlarang. Anda bisa membaca Laa ilaaha illallaah sebanyak yang bisa anda lakukan, atau membaca alhamdulillah, atau istighfar sesering yang anda bisa.
2. Zikir muqayad, zikir yang terikat waktu atau tempat tertentu. Misalnya, zikir setelah salat wajib, zikir ketika hendak tidur, atau doa ketika masuk masjid, dst.
Untuk jenis zikir kedua ini, kita hanya bisa lakukan sesuai aturan yang berlaku. Baik cara membacanya atau teks yang diajarkan. Tidak boleh berbeda dari apa yang telah dituntunkan. Karena itu, kita hanya bisa mengamalkan zikir muqayad, jika ada dalilnya. Tanpa dalil, kita tidak mungkin bisa mengamalkannya. Karena dalil itulah aturan.
Termasuk aturan dalam zikir muqayad, tidak boleh membuat zikir tertentu untuk aktivitas tertentu tanpa dalil. Misalnya, seseorang menganjurkan untuk membaca hamdalah setiap kali serdawa. Sikap semacam ini butuh dalil. Adakah dalil yang menjelaskan, dianjurkan membaca hamdalah ketika serdawa? Mari kita simak keterangan para ulama berikut,
Hukum Membaca Hamdalah ketika Serdawa
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum membaca hamdalah ketika serdawa, jawaban beliau, “Membaca hamdalah ketika serdawa, bukanlah sesuatu yang disyariatkan. Karena semua orang tahu bahwa serdawa termasuk bagian rutinitas manusia. Akan tetapi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah mensabdakan, Apabila kalian beserdawa, maka bacalah alhamdulillah. Berbeda dengan bersin. Beliau bersabda tentang bersin, “Apabila kalian bersin, bacalah alhamdulillah.” Sementara untuk serdawa, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak menyarankan demikian.”
Kemudian beliau melanjutkan,
“Hanya saja, jika diandaikan ada orang yang sakit disebabkan tidak bisa beserdawa, kemudian suatu saat dia merasakan bisa beserdawa, maka ketika itu dia boleh bisa hamdalah. Karena itu nikmat baru yang dia dapatkan.” (Liqaat Bab Al-Maftuh, volume 89, no. 10)
Hal yang sama juga difatwakan oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad pengajar hadis di masjid nabawi . Beliau ditanya tentang hukum membaca hamdalah setiap kali beserdawa. Jawaban beliau, “Tidak ada satupun dalil yang menunjukkan anjuran hal itu. Namun jika seseorang memuji Allah dalam setiap keadaannya, dan dia merasa bahwa keadaan kenyang yang dia alami termasuk nikmat Allah, maka tidak masalah dia membaca hamdalah. Namun jika dia meyakini bahwa membaca hamdalah ketika serdawa adalah hal yang disyariatkan, maka tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu, menurut apa yang saya ketahui.” (Syarh Sunan Abu Daud, volume 492, pertanyaan no. 10)
Demikianlah yang dijelaskan ulama, mereka merinci bacaan hamdalah ketika serdawa. Karena latar belakang syukur, syukur bisa beserdawa, syukur karena merasa lega, atau syukur atas nikmat kenyang, hukumnya dibolehkan. Hanya saja, untuk pertama ini, anda harus menghadirkan perasaan syukur dulu, baru membaca hamdalah.
Membaca hamdalah karena semata serdawanya. Semacam ini tidak ada dalil dan tidak pernah diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan semua zikir muqayad yang tidak ditopang dalil, tidak selayaknya dilakukan. Allahu alam.