NIKAH secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. DalamKifayah al-Akhyar, karya Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, hlm : 462, dikatakan; nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual.” [“Pengertian Menikah dan Hukumnya”, Dr Ahmad Zain Najah, PUSKAFI, Pusat Kajian Fikih dan Ilmu-ilmu Keislaman (PUSKAFI)]
Dr Ahmad Zain juga mengutip Al-Fara’ seorang ahli bahasa Arab mengatakan bahwa orang Arab menyebutkan kata “Nukah al Mar-atu” artinya adalah organ kewanitaan. Jika mereka mengatakan “nakaha al-mar-ata” artinya telah menggauli di organ kewanitaannya..[Perkataan al-Fara’ diatas disebutkan oleh Imam Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim juz : 9, hlm : 171]
Secara istilah, nikah adalah : “Akad yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual” . [Sofiyurrahman al-Mubarakfuri, Ittihaf al Kiram, hlm. 288, Abu Bakar al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, hlm.349]
Nikah Dalam Al Qur’an
Dalam al-Qur’an dan as-Sunah kata “Nikah” kadang digunakan untuk menyebut akad nikah, tetapi kadang juga dipakai untuk menyebut suatu hubungan seksual. Contoh menikah yang artinya akad nikah adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala :
÷ وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Maka lakukanlah akad nikah dengan wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [QS: An-Nisa’: 3]
Al-Qur’an menggunakan kata “nikah” yang sudah memiliki makna “perkawinan” atau hubungan seksual.
Dalam Islam pengertian “nikah” memiki makna luas. Sebab dalam Islam, agar sah, menikah harus memenuhi beberapa syarat; adanya wali, dua orang saksi, ada calon suami atau istri, calon istri tidak diharamkan menikah dengan calon suami, adanya mahar dan adanya ijab qabul, yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita dan jawaban dari calon pria.
Mahar (mas kawin), yaitu sesuatu yang diberikan seorang suami kepada seorang istri agar halal bersenang-senang dengannya. Memberi mahar ini hukumnya wajib. Berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS: an-Nisa’: 4)
Sedang contoh ijab qobul seperti ucapan wali, “Aku nikahkan putriku denganmu” (زوّجتك، أو أنكحتك ابنتي). Dan jawaban calon suami akan menjawab, “Saya terima nikahnya” (قبلت نكاحها و تزويجها).
Iijab qobul dalam nikah merupakan runuh nikah yang paling menentukan dan menjadikan pasangan menjadi halal. Sebab tidak sah suatu pernikahan jika di dalamnya tak terjadi ijab qobul.
Syarat-syarat inilah yang membedakan perbedaan antara menikah dengan kawin. Perkawinan adalah kata benda turunan dari kata kerja dasar kawin; kata itu berasal dari kata jawa kunoka-awin atau ka-ahwin yang berarti dibawa, dipikul, dan diboyong; kata ini adalah bentuk pasif dari kata jawa kuno awin atau ahwin; selanjutnya kata itu berasal dari kata vini dalam Bahasa Sanskerta.[ id.wikipedia.org]
Perbedaan mencolok menikah dengan kawin adalah kawin biasanya dipergunakan untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dalam biologi, kawin adalah proses pemaduan dan penggabungan sifat-sifat genetik untuk mewariskan ciri-ciri suatu spesies agar tetap lestari (reproduksi). Proses ini seringkali menghasilkan dimorfisme dalam suatu spesies sehingga dikenal adanya jenis kelamin jantan dan betina. Karena dalam perkembangan terbentuk pula sel-sel yang terspesialisasi berdasarkan tipe seksual, dikenallah sel kelamin (gametosit, gametocyte), yang untuk jantan biasanya disebut sel sperma (spermatozoid) dan untuk betina disebut sebagai sel telur (ovum).
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?.” [QS: An-Nahl : 72].
Hal inilah yang tidak akan terjadi pada pelaku kelainan dan penganut lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender. Karena itu, istilah pernikahan tidak layak digunakan untuk pasangan kaum homoseksual (LGBT).*
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
sumber: Hidayatullah.com