REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR — Jutaan umat Islam memadati Kota Makkah menjelang pelaksanakan ibadah haji pada musim haji 1436 H. Pelataran Ka’bah kian dipadati mereka yang akan melaksanakan tawaf sunnah maupun tawaf haji.
Selain bagian dari ibadah utama umrah dan ibadah haji, tawaf adalah ibadah sunnah sebagai pengganti shalat tahiyatul masjid yang biasa dikerjakan setiap kali memasuki masjid. Di Masjidil Haram, mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali lebih utama dibandingkan mengerjakan shalat sunnah dua rakaat.
Pelataran Ka’bah memang tak pernah sepi. Bahkan kelihatan semakin sempit dengan terkonsentrasinya kaum Muslimin di Makkah menjelang puncak ibadah haji. Sehingga kesempatan mendapatkan pelataran Ka’bah lebih longgar agar lebih nyaman bertawaf semakin sulit didapat.
Sejumlah jamaah haji, memang ada yang memimpikan bisa bertawaf di pelataran Ka’bah tanpa terlalu sering bersenggolan atau berdesak-desakan. Padahal di musim haji hal itu merupakan hal yang mustahil.
Saat menunaikan ibadah haji 1999, jamaah haji kloter dua yang terbang ke Tanah Suci paling buncit, saat tiba di Makkah, di hari-hari pertama bulan Dzulhijjah masih menemukan kondisi nyaman ketika bertawaf.
Namun dari tahun ke tahun orang yang bertawaf semakin padat. Pada pelaksanaan ibadah haji 2003 kesempatan yang ada sebagaimana pada 1999 sulit ditemukan. Pada pelaksanaan ibadah haji 2015, kesempatan bisa bertawaf di pelataran Ka’bah di areal lebih longgar sangat sulit didapat.
Ditambah dengan adanya renovasi Masjid Al Haram, membuat kawasan itu terasa lebih padat. Para calon haji memilih terlebih dahulu duduk di pelataran Masjidil Haram atau di luar masjid, yang tanpa mereka sadari menghambat pergerakan jamaah haji memasuki Masjidil Haram, termasuk mereka yang ingin bertawaf terlebih dahulu.
Redaktur : Damanhuri Zuhri |
Reporter : ahmad baraas |