Puasa Ramadhan adalah ibadah istimewa yang akan dinilai langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Puasa tidak dibatasi oleh pelipatgandaan pahala 10 sampai 700 kali. Pahala puasa bisa tak terbatas sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ
Setiap amal anak Adam dilipatgandakan; sati kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa sampai tujuh ratus kali. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya…” (HR. Muslim, An-Nasai, Ad-Darimi, dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, nilai puasa di sisi Allah akan sangat bergantung pada kualitasnya. Semakin puasa berkualitas, semakin tinggi nilainya di sisi Allah. Sebaliknya, puasa yang kualitasnya sekedar menahan lapar dan haus, ia tidak bernilai apa-apa di sisiNya. Persis seperti sabda Nabi:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)
Mengerjakan amal dengan optimal dan berusaha mendapatkan kualitas tertinggi adalah sebuah keharusan. Inilah mengapa Dr. Musthafa Dieb Al-Bugho dan Muhyidin Mistu dalam Al-Wafi saat menjelaskan hadits :
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal” (HR. Muslim)
Beliau berdua mengatakan: Hadits ini merupakan nash (dalil) yang menunjukkan keharusan berlaku ihsan. Yaitu dengan melakukan suatu perbuatan dengan baik dan maksimal.
Demikian pula dengan puasa. Marilah kita tunaikan puasa kita dengan sebaik-baiknya sehingga ia benar-benar menjadi puasa berkualitas. Bagaimana caranya agar puasa kita berkualitas?
1. Ikhlas
Yang pertama, agar berkualitas, puasa kita harus ikhlas. Tak hanya puasa, bahkan seluruh amal akan ditentukan niat yang menjadi syarat diterimanya amal ini.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya seluruh amal tergantung pada niatnya dan sesungguhnya setiap orang akan mendapat apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keutamaan puasa Ramadhan berupa ampunan atas dosa-dosa yang telah lalu juga hanya berikan kepada orang yang puasanya dilandasi keikhlasan.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Muttafaq ‘Alaih)
2. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa
Agar puasa berkualitas, puasa itu harus sah. Artinya, kita harus meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa yakni:
a. Makan atau minum dengan sengaja. Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, itu tidak membatalkan puasanya.
مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
“Barangsiapa yang lupa, padahal ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, hendaknya ia meneruskan puasanya. Karena ia diberi makan dan minum oleh Allah” (HR. Jamaah)
b. Muntah dengan sengaja
مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa didesak muntah, ia tidak wajib mengqadha, tetapi siapa yang menyengaja muntah hendaklah ia mengqadha” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni, dan Hakim)
c. Mengeluarkan sperma, baik karena mencium istrinya atau hal lain di luar bersetubuh dan mimpi.
Jika bersetubuh ia terkena kafarat, jika karena mimpi maka tidak mempengaruhi puasanya.
d. Meniatkan berbuka. Karena niat merupakan rukun puasa, maka niat berbuka berarti membatalkan puasanya.
3. Meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia
Ikhlas serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa saja tidak cukup untuk membuat puasa kita berkualitas. Hal lain yang perlu kita lakukan adalah meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia.
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)
Yaitu dengan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antaranya adalah menjaga emosi kita agar tidak marah dan tidak berdusta seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ
“Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan mengumpat, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa” (Muttafaq ’alaih)
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya)” (HR. Bukhari)
4. Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat
Sering kita jumpai, ada orang yang berpuasa lalu mengisi siang harinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dengan alasan agar lupa rasa lapar dan haus selama puasa mereka seharian di depan televisi, memperbanyak main game, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini hendaknya ditinggalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas.
من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه
“Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
5. Mempuasakan seluruh organ tubuh, pikiran, dan hati
Inilah yang diistilahkan puasa khusus oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin dan ditegaskan oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qasidin.
Pertama, mempuasakan mata dengan menahannya dari pandangan kepada sesuatu yang tercela dan dibenci syariat serta melalaikan Allah SWT.
النظرة سهم من سهام إبليس مسمومة فمن تركها من خوف الله أثابه جل و عز إيمانا يجد حلاوته في قلبه
“Pandangan itu salah satu anak panah Iblis yang berbisa. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah Azza wa Jalla memberinya keimanan yang manisnya didapati dalam hatinya” (HR. Hakim)
Kedua, mempuasakan lidah dengan memeliharanya dari berbicara tanpa arah, dusta, menggunjing, mengumpat, berkata buruk, berkata kasar, permusuhan dan mendzalimi orang lain, sebagaimana hadits “inni shoo’imun” di atas.
Ketiga, mempuasakan telinga dari mendengarkan segala sesuatu yang haram dan makruh. Karena segala sesuatu yang haram diucapkan adalah haram pula untuk didengarkan.
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan makanan haram” (QS. Al-Maidah : 42)
Keempat, mempuasakan tangan dari mendzalimi orang lain, mengambil sesuatu yang bukan haknya, serta melakukan perbuatan yang dilarang syariat.
Kelima, mempuasakan kaki dari berjalan ke arah yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keenam, mempuasakan hati dari penyakit-penyakit ruhiyah seperti dengki, iri, marah, kecintaan pada dunia, dan sebagainya.
لاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Janganlah kamu saling membenci, saling memutushubungan, saling mendengki, dan saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, menjaga pikiran dari membayangkan hal-hal yang disenangi syahwat dan dibenci syariat, serta dari tipu daya dan pikiran destruktif lainnya.
6. Memperbanyak amal shalih selama Ramadhan
Di saat kita meninggalkan hal yang haram dan tidak bermanfaat, pada saat yang sama kita memperbanyak amal shalih pada saat berpuasa. Seperti memperbanyak tilawah Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah, shalat sunnah, tafakur, mengkaji ilmu-ilmu agama, memperbanyak infaq, dan lain sebagainya.
Rasulullah dan para shahabatnya sangat mengerti tentang keutamaan Ramadhan dan bagaimana memperbaiki kualitas puasa mereka. Karenanya dalam kesempatan istimewa ini mereka memperbanyak amal shalih. Ibnu Abbas menuturkan bagaimana peningkatan amal shalih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya tadarus dan infaq:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan kedermawanannya memuncak pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemuinya setiap malam untuk tadarus Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah SAW lebih murah hati melakukan kebaikan dari pada angin yang bertiup” (HR. Bukhari)
Demikianlah 6 langkah agar puasa berkualitas. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga akhirnya mencapai derajat taqwa dan kelak dimasukkan ke dalam surga-Nya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]