Abu Bakar Minta Dimakamkan dengan Kain Kafan Lama, Alasannya Mengharukan

Mencari kepala negara yang adil dan hidup sederhana, kita tidak akan mendapati orang-orang yang bisa menyamai mereka. Khulafaur rasyidin. Terutama Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Beliau sebenarnya adalah pebisnis sukses yang kaya raya. Di masa awal Islam, beliau memerdekakan sejumlah budak dengan uangnya sendiri, senilai ratusan milyar rupiah. Pada berbagai perang, beliau menginfakkan hartanya dalam jumlah sangat besar.

Abu Bakar sebenarnya kaya raya. Namun ia mencontoh Rasulullah yang hidup sederhana. Zuhud mendarah daging dalam hidupnya.

Meskipun menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah, beliau sering menahan lapar. Ia banyak berpuasa dan tidak banyak makan nikmat saat berbuka. Rumahnya juga sederhana. Pakaiannya juga sederhana. Padahal ia seorang kepala negara.

Menjelang wafat, ia berwasiat tentang amanah kepemimpinan yang meledakkan tangis Umar.

“Allah merahmati Abu Bakar,” kata Umar saat itu sambil sesenggukan, “ia telah menyusahkan orang-orang setelahnya.”

Maksud menyusahkan orang-orang setelahnya adalah membuat khalifah sesudahnya tidak mampu mengungguli Abu Bakar, bahkan sulit mencontoh kualitasnya.

Di hari terakhir hidupnya, Abu Bakar bertanya kepada putrinya, Aisyah radhiyallahu ‘anha.

“Hari apa Rasulullah wafat?”

“Hari Senin”

“Sekarang hari apa?”

“Hari Senin”

“Saya mengharap kepada Allah semoga saya meninggal antara hari ini sampai nanti malam. Dengan berapa kain Rasulullah dimakamkan?”

“Tiga kain putih”

“Kalau begitu, cucilah kainku ini dengan kunyit dan tambahkan dua kain putih lagi”

“Wahai ayah, bukankah ini kain lama?”

“Orang yang hidup lebih butuh kain baru daripada mayit. Karena kain sama saja. Baru atau lama akan segera melapuk di dalam kubur.”

Bukan hanya Aisyah, seluruh mukmin yang lembut hatinya pun akan terharu mendengar dialog itu. Bayangkan, ini seorang khalifah. Seorang kepala negara. Namun ia meminta dikafani dengan kain lama.

Setelah sepanjang hidupnya sejak masuk Islam selalu sederhana, detik-detik terakhir hidupnya pun memancarkan aura zuhud yang seperti kata Umar, sulit dicontoh oleh pemimpin setelahnya.

Tetapi justru zuhudnya itulah yang membuat semua orang kagum kepada Abu Bakar. Semua orang tunduk di bawah kepemimpinannya. Dan dunia tidak mampu menggodanya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH