Bukankah keadaan gagal itu pernah dialami manusia sukses bernama Adam, Musa, juga Yunus. Gagal sebagai jalan mulus menuju cerita mulia. Adam saat di surga telah gagal berlaku taat, bermaksiat, tapi lalu bertobat. Maka, dia pun diampuni dan selamat.
Sementara, iblis telah berhasil dalam ibadah hingga kemuliaannya hampir nyaris menyamai malaikat. Lalu, dia pun berbangga diri (ujub) dan membangkang terhadap perintah Allah SWT. Maka, baginya laknat abadi.
Musa gagal menahan diri, membunuh orang, lalu lari meninggalkan negeri. Kelak, dia diangkat menjadi nabi. Sementara, Qorun berhasil menjadi kaya lalu menakjubi kemampuanya, berbangga dengan kekayaannya.
Akhirnya, dia pun ditutup dengan episode akhir yang sangat tragis dan mengenaskan, ditelan bumi. Nabi Yunus gagal bersabar, pergi dengan amarah, meninggalkan tugasnya. Tapi, dia pun lalu insaf di dalam perut ikan.
Diresponsnya keadaan berat ujiannya itu dengan lisan yang bergetar hebat dengan istighfar dan permohonan ampun. Lalu, Allah pun ridha, mengampuni, menyelamatkannya, kemudian umatnya pun berduyun-duyun mengimani kebenaran.
Di sisi lain, Bal`an berhasil menjadi ulama yang mustajab doanya, tetapi berakhir dengan hina. Karena itu, sahabat yang budiman, jangan pernah bersedih berkepanjangan. Tetaplah tersenyum meski berada di tempat dan momen yang buruk.
Lemparkan pandangan ke depan, jemput kebaikan yang berdimensi banyak. Jangan lengah. Bismillah, susuri kisah orang-orang gagal yang kemudiaan dimuliakan Allah dalam kitab-Nya, bagaimana sikap dan ungkapan mereka.
“Duhai Allah, kami telah aniaya diri kami. Andai tiada Kau ampuni dan kasihi, sungguh kami termasuk kaum yang rugi,” lirih Adam dan Hawa setelah mengalami kegagalan.
“Ya Rabb, pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur urusanku, telah kuaniaya diriku maka amunilah aku,” demikian munajat Musa. “Tiada Tuhan sesembahan yang hak selain Engkau. Mahasuci Engkau, sungguh aku termasuk insan aniaya,” iba Yunus dalam gelap yang berlipat gulita di dalam perut ikan.
Oleh: M Arifin Ilham