ABDURRAHMAN bin Auf adalah salah satu sahabat nabi yang juga merupakan saudagar kaya raya dan terkenal di penjuru Madinah. Ia begitu saleh dan dermawan. Sepertiga hartanya ia pinjamkan kepada penduduk Madinah. Sepertiganya lagi ia gunakan untuk membayar utang mereka. Sepertiga sisanya ia bagi-bagikan kepada mereka. Seluruh penduduk Madinah turut menikmati kekayaannya.
Tidak hanya dermawan, Abdurrahman bin Auf juga sosok yang mudah tersentuh dan memiliki rasa takut yang luar biasa. Bahkan kadang hingga menangis tersedu-sedu. Pernah suatu ketika para sahabat berkumpul untuk menghadiri undangannya. Makanan pun terhidang dan tanpa disangka ia menangis. Salah satu sahabatnya bertanya, “Mengapa engkau menangis, saudaraku?”
“Rasulullah telah wafat. Tahukah kalian, beliau dan keluarganya belum pernah memakan roti sampai kenyang? Apa harapan kita jika dipanjangkan usianya tetapi tidak bertambah kebajikannya?”
Mendengar itu para sahabatnya turut menangis. Mereka adalah orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dan tidak pernah berputus asa dalam mengharap rida-Nya. Pada kesempatan yang lain, ia ditanya oleh seseorang perihal ketakutannya tersebut. Abdurrahman bin Auf menjawab, “Kalian tentu mengenal Mushab bin Umar. Seorang syuhada dan orang yang lebih baik dariku. Namun, ketika wafat, ia hanya memperoleh sehelai kain kafan dari burdah. Kain yang jika ditutupkan ke kepalanya, kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya.”
Ia melanjutkan, “Begitu juga yang terjadi dengan Hamzah, seorang syuhada lainnya dan orang yang lebih baik dariku. Ia hanya memperoleh selendang sebagai kafannya. Sesungguhnya kepada kami, telah dihamparkan dunia seluas-luasnya serta diberikan pula hasil sebanyak-banyaknya. Aku sungguh khawatir jika ternyata pahala kebajikan bagi kami sudah diberikan di dunia ini saja.”
Karena itulah Abdurrahman bin Auf menangis ketakutan. Ia menyadari bahwa harta kekayaan yang ada padanya tidak akan membawa kebahagiaan untuknya jika tidak digunakan untuk membela agama Allah.
Bagaimana dengan harta kita? Semoga kita senantiasa meneladani kisah seorang Abdurrahman bin Auf dan memperoleh rida Allah atasnya. [An Nisaa Gettar]