IKHLAS kepada Allah bermaksud bahwa ibadah yang dilakukan adalah dalam rangka mendekat kepada Allah (taqarrub ilallah) dan keridhaan Allah. Tidak terbersit niat pada dirinya selain dalam rangka mendekat kepada Allah untuk meraih ridha Allah. Inilah makna ikhlas.
Adapun tidak ikhlas, ini diperinci dalam beberapa kondisi. Apabila seseorang beribadah dengan menginginkan ridha Allah namun ingin pula selain ridha Allah, maka kita lihat ia mengamalkannya untuk/demi apa. Bisa jadi seseorang beramal karena ingin dipuji oleh makhluk. Tentu amalannya tidak diterima bahkan ia menjadi pelaku syirik (kecil).
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam bersabda, “Allah berfirman: Aku adalah Dzat yang tidak butuh kepada persekutuan para sekutu; barangsiapa yang melakukan amalan yang di dalamnya dia mempersekutukan-Ku dengan sesuatu selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya bersama kesyirikan yang dilakukannya” (HR. Muslim).
Ada pula keadaan seseorang tidak ikhlas namun tidak pula mengharap pujian atau pengakuan makhluk. Yang ia tuju adalah keuntungan duniawi seperti kepemimpinan, kehormatan dan harta. Bukan untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Yang seperti ini tentu tidak mendapatkan keridhaan Allah.
Allah Subhanahu wataala berfirman, “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan” (Hud: 15-16)
Sedang kondisi ketiga, adalah orang yang beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun pada amal ibadahnya ada konsekwensi logis secara duniawiah. Misalnya ketika bersuci, ia berniat beribadah/taqarrub, namun ia berniat pula agar mendapatkan kebersihan dan kesegaran pada dirinya. Atau ketika pergi haji, disamping ia niatkan ibadah pada Allah, untuk menyaksikan lokasi-lokasi sepanjang ibadah haji. Atau untuk bertemu dengan banyak orang (jamaah haji lainnya).
Amal ibadah demikian, maka niat mana yang lebih mendominasi, itulah yang akan memperberat timbangannya kelak di akhirat.
Allahu Aalm