Dalam Islam, silaturahim harus dilakukan kapan saja alias bukan musiman
Aktivitas silaturahim dalam kehidupan sosial terutama menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) akan semakin meningkat. Hal ini menjadi bukti bahwa manusia membutuhkan silaturahim untuk menjalin keharmonisan kehidupan masyarakat dengan berbagai latar belakang yang mengiringinya.
Silaturahim menjelang Pilpres dan Pileg ini biasanya disebut sebagai ‘silaturahim politik’. Setelah Pilpres dan Pileg selesai pula aktivitas silaturahim dan nanti akan kembali ketika menjelang digelarnya pesta demokrasi.
Islam tidak mengenal ‘musiman’ dalam silaturahim. Silaturahim dilakukan kapan saja, tidak menunggu Pilpres atau Pileg.
Dalam QS an-Nisa [4] ayat 36, ditegaskan, setelah diperintahkan untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, kaum muslimin diperintahkan untuk membangun silaturahim dengan sesama manusia (hablum minannas).
Tidak sedikit keutamaan dalam silaturahim. Jika mengetahuinya, seseorang pasti akan senantiasa menjaga tali silaturahimi antar sesama. Dan, akan terus dilakukan secara istikamah, ada ataupun tidak ada pesta demokrasi.
Pertama, merupakan konsekuensi keimanan. silaturahim merupakan tuntutan dari keimanan, orang yang beriman mesti melakukan silaturahim sebagai bukti beriman. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, dipanjangkan umur dan dilapangkan rezeki. Dengan silaturahim umur dan rezeki akan semakin berkah. Meski tidak panjang umur, namun berkualitas dan berisi amal kebajikan. Pun dengan rezeki, meski tidak banyak namun bermanfaat dan bertambah ketaatan kepada-Nya. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi.”(HR Bukhari dan Muslim).
Ketiga, selalu terhubung dengan Allah SWT. Dengan silaturahim, seseorang akan merasakan adanya kebersamaan dengan-Nya. Dari Aisyah RA berkata, Nabi SAW bersabda, “Silaturahim itu tergantung di Arsy (Singgasana Allah) seraya berkata: “Barang siapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barang siapa yang memutuskanku, Allah akan memutuskan hubungan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Keempat, penyebab masuk surga. Dengan silaturahim maka seseorang akan semakin mudah untuk mendapatkan surga-Nya.
Dari Abu Ayyub al-Anshari RA, sesungguhnya seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka. Maka, Nabi SAW bersabda: “Engkau menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahim.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kelima, merupakan bentuk ketaatan kepada Allah. Menyambung silaturrahmi adalah salah satu yang diperintahkan oleh Allah, maka dengan menjalankan perintah-Nya seseorang taat kepada-Nya. (QS ar-Ra’d [13] :21).
Keenam, pahalanya seperti memerdekakan budak. Dari Ummul Mukminin Maimunah binti Harits RA, bahwasanya dia memerdekakan budak yang dimilikinya dan tidak memberi kabar kepada Nabi SAW sebelumnya, tatkala pada hari yang menjadi gilirannya, ia berkata: “Apakah engkau merasa wahai Rasulullah bahwa sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku?” Beliau bertanya: “Apakah sudah engkau lakukan?” Dia menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu niscaya lebih besar pahalanya untukmu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam QS an-Nisa [4] ayat 36 tersebut, paling tidak ada sembilan kelompok manusia yang seharusnya selalu dijaga, jangan sampai renggang apalagi putus dalam silaturahim, ada ataupun tidak ada pesta demokrasi.
Pertama, orang tua. Melalui orang tua kita terlahir. Orang tua adalah orang yang telah berjasa, sebesar apapun balasan yang kita berikan kepadanya tidak akan pernah dapat membalasnya. Jangan sampai karena beda pilihan silaturrahmi dengan orang tua renggang.
Ibnu Umar melihat seseorang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Lalu, berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi, engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (kitab al-Kabair karya adz-Dzahabi).
Kedua, kaum kerabat. “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS an-Nur [24]: 22).
Ketiga, anak yatim. Nabi SAW bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.” Lalu, beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya serta agak merenggangkan keduanya.” (HR Bukhari).
Keempat, orang miskin. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,“Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fi sabilillah.” (HR Muslim).
Kelima, tetangga dekat. Pernah ditanyakan kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang yang selalu bangun malam dan berpuasa, berbuat dan bersedekah, tetapi dia selalu menyakiti tetangganya melalui ucapan.”Rasulullah SAW menjawab, “Tiada kebaikan baginya, dan dia termasuk penghuni neraka.”
Lalu, para sahabat berkata, “Ada wanita lain yang selalu mengerjakan shalat wajib, bersedekah dengan susu yang dikeringkan dan dia tidak pernah menyakiti satu orang pun dari tetangganya.”Maka Rasulullah menjawab, “Dia itu termasuk penghuni surga.” (HR Bukhari).
Keenam, tetangga jauh. Dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari RA, bahwasannya ada seseorang bertanya:”Wahai Rasulullah, beritahukan kepada saya sesuatu amal yang dapat memasukkan saya ke surga. “Rasul menjawab,yaitu kamu menyembah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menghubungkan silaturrahim (yang dekat dan yang jauh).
Ketujuh, teman sejawat. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya (teman sejawat), dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik kepada tetangganya.” (HR Tirmidzi).
Kedelapan, ibnu sabil. Dalam hadis ditegaskan bahwa Allah SWT tidak akan melihat seseorang yang memiliki kelebihan air di jalan lalu dia tidak memberikannya kepada musafir (HR Bukhari).
Kesembilan, hamba sahaya. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang memerdekakan budaknya yang Muslim, Allah akan membebaskan setiap anggota tubuhnya dari api neraka sebagai ganti anggota tubuh budak yang telah dimerdekakan, sehingga farjinya dibebaskan dari api neraka sebagai ganti dari farji budak yang dimerdekakan di dunia.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan silaturahim, selain akan mendapatkan keutamaan yang dijanjikan, seseorang akan mendapatkan dukungan (suara) pada saat pesta demokrasi dengan biaya murah karena telah terjalin hubungan silaturrahmi sejak lama, dan menghindarkan kesan ‘jika ada maunya’ datang ke masyarakat. Wallahu a’lam.
Pengirim: Imam Nur Suharno, Kepala HRD dan Personalia Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat