Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin berceramah di markas Sasakawa Peace Foundation, Tokyo, Rabu (4/11). Dihadiri seratusan tokoh masyarakat sipil dari berbagai kalangan, Din membawakan tema “Masalah, Tantangan dan Masa Depan Islam di Indonesia.”
Dalam kesempatan itu, Din menjelaskan bahwa Islam di Indonesia memiliki watak berbeda dengan Islam di negeri-negeri lain, termasuk Timur Tengah. Hal itu, menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat tersebut, disebabkan modus masuknya Islam secara damai dan latar sosial-budaya masyarakat Nusantara sendiri yang cinta damai.
“Sebagai akibatnya, Islam di Indonesia berwatak damai, moderat, inklusif, toleran, dan anti-kekerasan. Watak ini dianut oleh mayoritas mutlak umat Islam dan telah berlangsung berabad lamanya,” papar Din Syamsuddin seperti rilis yang diterima Republika, Rabu (4/11).
Dengan corak demikian, dapat dikatakan sejak dulu tak ada ketegangan atau pertentangan serius antara Muslim dan non-Muslim. Begitu pula dengan yang terjadi antarsesama Muslim. Umat Islam Indonesia, Din memandang, dapat diposisikan sebagai salah satu model kerukunan hidup.
“Namun akhir-akhir ini, suasana demikian sedikit berubah dengan adanya ketegangan, bahkan konflik antarkelompok umat beragama. Khususnya, antara kelompok Muslim dan Kristiani, seperti terjadi terakhir di Tolikara, Singkil, dan Manokwari,” kata Din menjelaskan.
Modernisasi, globalisasi, dan terutama liberalisasi ikut menggeser tata nilai yang dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia dua dasawarsa terakhir. Dalam kaitan ini, menurut Din, radikalisme keagamaan yang muncul di Indonesia didorong oleh faktor-faktor keagamaan dan non-agama.
Yang pertama, kata Din, mengambil bentuk pemahaman yang keliru akibat penafsiran sempit atas teks-teks Kitab Suci. Sebab, misi utama Islam ialah kerahmatan dan kesemestaan. Adapun faktor non-agama, yakni berupa ketakadilan sosial, ekonomi dan politik.
Ikut hadir menyimak paparan Din Syamsuddin, antara lain, Prof Nakamura dan isteri, Prof Hisae Nakanishi dari Doshisa University, Prof Khalid Higuchi, dan mantan Presiden Japanese Muslim Association, serta sejumlah pengamat Indonesia dari Sasakawa Peace Foundation. Din berkunjung ke Jepang selama delapan hari atas undangan Sasakawa Peace Foundation, sebuah yayasan Jepang yang terkenal aktif mendorong perdamaian di dunia.
Dalam kesempatan ini, Din juga memaparkan soal ISIS, yang kerap mengatasnamakan Islam. DIn menegaskan, ideologi dan perilaku ISIS sama sekali tidak merepresentasikan nilai-nilai Islam.
“ISIS bukan gerakan Islam tapi gerakan politik yang menyalahgunakan Islam untuk tujuan politik,” kata Din, Rabu (4/11).