Cosens menjalani masa pertumbuhannya dengan keraguan atas ajaran agama sebelum dia mengenal Islam.
Dream – Jacqueline Cosens, asal New York, Amerika Serikat melewati sebagian masa hidupnya dengan penuh keraguan akan ajaran agama. Alhasil, dia terkesan setengah hati menjalani kegiatan keagamaan
“Selama tumbuh dewasa, saya selalu meragukan keyakinan saya sendiri. Namun bertahun-tahun kemudian, saya akhirnya menemukan alam spiritual yang seharusnya saya masuki sejak dulu. Sekarang, saya bangun setiap pagi dengan perasaan damai dan bahagia dengan menjadi seorang muslim.”
Cosens adalah muslim Amerika Serikat yang sekarang dikenal sebagai Jumaana Salma Amatullah. Ibu dua anak ini kini menetap di New York bersama suaminya dan membuka rumah desain bernama Niyyah Design.
Sebelum menemukan Islam, Amatullah mengisi hidupnya yang penuh keraguan terhadap agamanya dengan segala kesibukan, termasuk menempuh berbagai macam pendidikan.
Didorong keraguan terhadap agama dan keingintahuan luar biasa untuk mengenal ‘Sang Pencipta’, Amatullah mulai mencari berbagai doktrin agama dan keyakinan selama beberapa dekade. Tetapi semuanya tidak memenuhi harapannya.
Amatullah bahkan sempat memikirkan tentang ateisme. Dia segera membuangnya karena tidak sesuai dengan keinginannya.
Tiba-tiba semuanya berubah ketika ayahnya meninggal dunia. Amatullah merasa sedih karena dia merasa tidak bisa berbuat apa-apa dalam menyelamatkan ayahnya.
Setelah ayahnya meninggal, Amatullah merasa begitu sangat sendirian. Kesedihan memenuhi hati dan hanya ingin mati saja.
Dalam kesendirian dan kesedihannya, Amatullah berdoa sambil menangis kepada ‘Sang Pencipta’, siapa pun itu, untuk membimbingnya ke jalan yang benar. Semua pendidikan yang ditempuh Amatullah membawa pengetahuan tentang Tuhan dalam pikirannya, namun dia tidak menemukan Tuhan di dalam hatinya.
Suatu hari, Amatullah sedang menonton acara talk-show Phil Donahue yang sedang mewawancarai seorang mualaf, seorang wanita kulit putih Amerika. Banyak yang dikatakan wanita mualaf itu memiliki kesamaan dengan yang ia alami dan yakini dalam hidupnya.
Amatullah menjadi terpaku dengan acara talk-show tersebut dan mulai mengenal Islam dengan lebih baik. Islam tidak memiliki sisi negatif seperti yang dia kenal selama ini.
Islam yang benar tidak menyebarkan rasisme atau kebencian terhadap siapa pun. Semakin lama mendengar penuturan wanita itu, Amatullah semakin tertarik dengan Islam.
“Selama ini saya mendengar ide tentang Islam dari media yang benci agama tersebut dan menjadi semacam korban cuci otak mereka.”
Dalam talk-show, wanita itu mengatakan segala sesuatu dalam hidup memiliki garis waktu yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Hari itu, menjadi pertama kalinya dalam hidupnya Amatullah mendengar dan mengetahui tentang Islam yang sebenarnya.
“Hati dan jiwa saya sedang ditarik untuk mendengarkan tentang Islam hari itu. Saya suka dengan cara wanita itu berpakaian. Beban dalam hati serta pikiran tentang ayah juga mulai terangkat.”
Amatullah merasa kini dia bisa melihat segala masalah dengan lebih jelas dari sebelumnya. Semacam ada keyakinan serius tumbuh jauh di dalam jiwanya bahwa muslim menyembah Pencipta, bukan seorang manusia dan dia menyukai itu.
“Andai saja saat tumbuh dewasa saya tahu Islam. Saat itu, di depan TV, saya telah menemukan kata yang tepat untuk mengisi kehidupan, pemikiran dan jalan hidup saya. Kata itu adalah Islam.”
Hati Amatullah semakin mantap dengan Islam setelah acara talk-show itu membahas masalah Alquran. Tak menunggu lama, beberapa bulan kemudian, Amatullah memesan salinan Alquran dengan terjemahan Bahasa Inggris.
“Ketika menerima salinan Alquran, saat itu saya memeluk Islam. Semuanya, setiap kata; penjelasan; dan jawaban yang saya baca telah sesuai dengan keinginan saya,” ungkap dia.
(Ism, Sumber: onislam.net)