Baca pembahasan sebelumnya: Ciri Khas Umat Muhammad pada Hari Kiamat: Ghurrah dan Tahjiil (Bag. 1)
Apakah dianjurkan untuk memanjangkan ghurah dan tahjiil?
Dalam pembahasan sebelumnya telah disampaikan pada ghurrah adalah cahaya putih pada wajah; sedangkan tahjiil adalah cahaya putih di tangan dan kaki pada hari kiamat yang disebabkan oleh basuhan air wudhu.
Mengingat keutamaan tersebut, sebagian fuqaha (ulama ahli fiqh) berpendapat dianjurkannya memanjangkan ghurrah dan tahjiil ketika berwudhu [1]. Bagaimana caranya? Yaitu dengan memperluas area yang terkena basuhan air. Maksudnya, ketika membasuh wajah, wajah dibasuh sampai terkena rambut; ketika membasuh tangan, tangan dibasuh sampai pundak/ketiak (lengan atas); dan ketika membasuh kaki, kaki dibasuh sampai betis (tidak cukup sampai dua mata kaki).
Hal ini adalah berdasarkan riwayat dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan dari Nu’aim bin ‘Abdillah, beliau berkata,
أَنَّهُ رَأَى أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ حَتَّى كَادَ يَبْلُغُ الْمَنْكِبَيْنِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَّى رَفَعَ إِلَى السَّاقَيْنِ، ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ، [ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ ]
“Aku melihat Abu Hurairah berwudlu, dia membasuh muka dan membaguskannya, membasuh tangan kanannya hingga lengan atas serta membasuh tangan kirinya hingga lengan atas. Setelah itu mengusap kepala, membasuh kaki kanannya hingga betis dan membasuh kaki kirinya hingga betis. Kemudian berkata, ‘Seperti inilah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu.” Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Kalian akan bersinar pada hari kiamat disebabkan karena bekas wudhu”, [barangsiapa dari kalian yang mampu memperluas sinar tersebut, maka lakukanlah].” (HR. Bukhari no. 136 dan Muslim no. 246. Lafadz hadits ini milik Muslim)
Tentang perkataan dalam tanda kurung siku pada hadits di atas, yaitu “barangsiapa dari kalian yang mampu memperluas sinar tersebut, maka lakukanlah”, Al-Hafidz Al-Mundziri berkata,
“Sesungguhnya perkataan “barangsiapa dari kalian yang mampu … ” sampai selesai, itu hanyalah perkataan sisipan dari perkataan Abu Hurairah, sehingga statusnya mauquf (maksudnya, perkataan sahabat Abu Hurairah dan bukan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Hal ini telah disebutkan oleh banyak ulama ahli hadits. Wallahu a’lam.” (Shahih At-Targhiib wa At-Tarhiib, 1: 136-137)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah memberikan komentar atas perkataan Al-Mundziri tersebut dengan mengatakan,
“Inilah yang telah ditegaskan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, dan juga muridnya, yaitu Syaikh An-Naaji.” (Lihat Silsilah Adh-Dha’ifah, 3: 106)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata,
فهذا الحديث إذا قرأته فإنك تظن أنه من قول الرسول صلى الله عليه وسلّم، ولكن الواقع أن الجملة الأخير ليست من كلام النبي صلى الله عليه وسلّم وهو قوله: “فمن استطاع منكم أن يطيل غرته وتحجيله فليفعل” بل هي مدرجة من كلام أبي هريرة
“Hadits ini, jika Engkau baca, Engkau menyangka bahwa hadits itu merupakan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (seluruhnya). Akan tetapi faktanya, kalimat terahir bukanlah termasuk bagian dari ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu kalimat, “barangsiapa dari kalian yang mampu memperluas sinar tersebut, maka lakukanlah.” Kalimat ini statusnya mudraj, yaitu sisipan berupa perkataan dari Abu Hurairah.” (Syarh Al-Mandhumah Al-Baiquniyyah, hal. 111)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata,
ولو صحت هذه الجملة , لكانت نصاً على استحباب إطالة الغرة والتحجيل لا على إطالة العضد
“Seandainya kaliamt tersebut shahih (dari Nabi), maka itu adalah dalil tegas dianjurkannya memanjangkan ghurrah dan tahjiil, tapi bukan memanjangkan (basuhan sampai) lengan atas (karena lengan atas tidak masuk dalam istilah ghurrah dan tahjiil, pent.)” (Majmu’ Fataawa Al-Albani, 1: 40 [Asy-Syamilah])
Karena perkataan di atas adalah sisipan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, maka –Wallahu a’lam-, pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah tidak dianjurkannya perkara tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
ولا يستحب إطالة الغرة وهو مذهب مالك ورواية عن أحمد
“Dan tidak dianjurkan memanjangkan ghurrah, inilah pendapat Imam Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.” (Al- Fataawa Al-Kubra, 5: 302)
Di antara alasan yang bisa dijadikan sebagai bantahan adalah bahwa ghurrah itu vahaya pada wajah, sehingga tidak mungkin dipanjangkan. Jika membasuh wajah dilanjutkan sampai rambut kepala, itu sudah tidak ghurrah lagi.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
وكان شيخنا يقول هذه اللفظة لا يمكن أن تكون من كلام رسول الله فإن الغرة لا تكون في اليد لا تكون إلا في الوجه وإطالته غير ممكنة إذ تدخل في الرأس فلا تسمى تلك غرة
“Guru kami berkata bahwa kalimat ini tidak mungkin bagian dari ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ghurrah itu letaknya tidak di tangan, ghurrah itu tidak ada kecuali hanya di wajah saja. Sehingga memanjangkan ghurrah itu tidak mungkin, karena (jika dipanjangkan) akan masuk ke daerah kepala. Sehingga tidak bisa disebut ghurrah lagi.” (Haadil Arwaah, 1: 138)
Sebagian ulama yang menganjurkan juga berdalil dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنَ الْمُؤْمِنِ، حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ
“Perhiasan seorang mukmin sampai pada bekas wudhunya.” (HR. Muslim no. 250)
Dan argumen ini juga dibantah oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dengan mengatakan,
وقد احتج بهذا من يرى استحباب غسل العضد وإطالته والصحيح انه لا يستحب وهو قول أهل المدينة وعن أحمد روايتان والحديث لا تدل على الإطالة فإن الحلية إنما تكون في زينة في الساعد والمعصم لا في العضد والكتف
“Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini untuk mengatakan dianjurkannya membasuh lengan atas dan memanjangkannya (sampai pundak, pent.). Akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa itu tidak dianjurkan. Pendapat ini adalah pendapat penduduk Madinah dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad. Sedangkan hadits tersebut tidak menunjukkan dianjurkannya memanjangkan basuhan, karena yang disebut dengan “hilyah” (perhiasan) itu hanyalah perhiasan di lengan bawah dan pergelangan tangan, bukan di lengan atas dan pundak.” (Haadil Arwaah, 1: 137)
Selain itu, alasan lain adalah bahwa tidak terdapat riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan dianjurkannya hal ini.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata,
فإذا لم يثبت في الشرع الإطالة , لم يجز الزيادة عليه , كما لا يخفى
“Ketika tidak terdapat dalil dari syariat (dianjurkannya) memanjangkan basuhan (anggota wudhu), maka tidak boleh menambah (memanjangkan) basuhan anggota wudhu, sebagaimana hal ini adalah perkara yang sudah jelas.” (Majmu’ Fataawa Al-Albani, 1: 39 [Asy-Syamilah])
[Selesai]
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/50755-ciri-khas-umat-muhammad-pada-hari-kiamat-ghurrah-dan-tahjiil-bag-2.html