Pengemis pada masa Rasulullah tidak memakai jaringan mafia.
Keberadaan pengemis di sejumlah kota besar di Indonesia saat ini amat berbeda dengan yang ada pada zaman Nabi Muhammad SAW.
“Zaman Nabi ada peminta-minta, tapi bukan pengemis yang mangkal di pinggir jalan,” kata Direktur Rumah Fikih Indonesia (RFI), Ustaz Ahmad Sarwat, kepada Republika.co.id, Kamis (10/10).
Keberadaan para pengemis di zaman nabi, kata Ustaz Sarwar, bisa ditusuri dari sejumlah ayat Alquran. Seperti dalam surah al-Baqarah ayat 177 yang menyebutkan kata wassaailiina (والسائلين) yang berarti orang yang meminta-minta.
“Demikian juga dalam surat adh-Dhuha ayat 10, wa ammas-saaila fala tanhar
(وأما السآئل فلا تنهر). Dan kepada orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya,” kata Ustaz Sarwat.
Meski pengemis sudah eksis sejak zaman Nabi, tapi Ustaz Sarwat menekankan bahwa terdapat perbedaan mencolok dengan pengemis yang jamak ditemui di kota-kota besar pada saat ini.
Pengemis pada masa itu tidak meminta secara terang-terangan. Mereka setidaknya masih memiki harga diri jika dibandingkan dengan pengemis di Indonesia, terutama di DKI Jakarta.
“Kalau disini kan sudah jadi semacam pekerjaan tersendiri, ada jaringannya, ada bandarnya, ada setorannya,” ungkap Ustaz Sarwat.
Para pengemis di Jakarta, lanjut dia, melakukan pekerjaanya yang terorganisir itu dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang, memainkan rasa iba, haru, dan kasihan. “Padahal boleh jadi itu sebuah jaringan mafia,” ucapnya.
Untuk itu, dia berharap agar umat Islam tidak terkecoh dengan para pengemis semacam itu. Walaupun tidak ada larangan dalam Islam untuk memberi kepada pengemis, tapi jika memberikan sedekah atau infak kepada jaringan pengemis tentu tidaklah tepat.
“Di masa Nabi dan di Alquran ada perintah memberi kepada peminta-minta, tapi bukan jaringan pengemis macam di Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta itu. Keduanya harus dibedakan karena memang tidak sama,” ucap Ustaz Sarwat.
Adapun Perda DKI Jakarta yang dimaksudkan Ustaz Sarwat adalah Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Perda ini dalam Pasal 40 memang melarang orang untuk menjadi pengemis ataupun memberi uang dan barang kepada pengemis. Selain itu, masih pada pasal yang sama, juga disebutkan bahwa dilarang menyuruh orang lain untuk menajdi pengemis.
Untuk itu, dia berharap agar semua pihak mendukung upaya pemberantasan jaringan mafia yang ada di Jakarta sesuai dengan acuan dalam Perda tersebut. Terlebih lagi, Perda itu juga telah mengatur sanksi bagi orang yang menjadi, menyuruh ataupun memberi kepada pengemis. Yakni berupa sanksi pidana, atau denda.
“Nah dalam pandangan syariah, perda itu adalah ketentuan yang harus diterima, karena bagian dari ketaatan kita kepada pemimpin,” kata Ustaz Sarwat.