Dalam kisah seorang budak menjadi raja, penulis (Ali Ath-Thonthowi) menjelaskan bagaimana kehidupan dan perjalanan seorang budak hingga akhirnya ia menjadi raja.
Namanya adalah Sultan Quthbuddin Beg. Awalnya, ia adalah seorang budak pandir yang dibeli oleh Qadli Fakhruddin al-Kufi, kemudia dididik dengan ilmu dan takwa. Kemudian, si budak ini dibeli oleh Sultan Syihabuddin Ghouri. Setelah dewasa, ia dilatih menjadi seorang satria yang ahli dalam berperang.
Quthbuddin Beg dikenal sebagai seorang yang jenius dan memiliki cita-cita tinggi. Karena keahliannya, ia pun ditunjuk menjadi seorang raja, tepatnya di Delhi, India, sebelumnya Kota Delhi ditaklukkan oleh Muhammad bin Wasim Al-Tsaqafi. Namun, Al-Tsaqafi digulingkan oleh seorang komandan Sultan Mahmud bin Sbkatkin Ghaznawi.
Dalam menjalankan pemerintahnnya, Quthbuddin Beg melaksanakannya dengan baik. Ia juga memiliki sejumlah budak. Beberapa di antaranya adalah Lilamsy sebagaimana ditulis dalam kitab Rihlah karya Ibn Bathutah atau Altatmasy versi sejarah lainnya.
Dalam perjalanannya, Altatmasy ini juga dididik oleh Sultan Quthbuddin Beg hingga menjadi pandai. Ia diajari etika dan akhlak. Ketika Quthbuddin wafat, Altatmasy mengumpulkan qadli, mufti, petinggi, dan pemuka masyarakat, lalu memaklumkan dirinya sebagai raja.
Pernyataan ini awalnya ditolak oleh segenap qadli dan mufti dengan alasan ia seorang budak. Altatmasy pun tersenyum mendengarnya. Segera ia mengambil sebuah surat dan berstempel resmi dari Sultan Quthbuddin dan menyerahkannya kepada para qadli dan mufti serta tokoh-tokoh yang hadir.
Ia meminta surat itu dibacakan di depan umum. Ternyata, isinya menjelaskan pembebasan diri Altatmasy oleh Sultan Quthbuddin dari seorang budak menjadi orang yang merdeka. Ia pun akhirnya dinobatkan sebagai raja. Dalam perjalanannya, Sultan Altatmasy memerintah kerajaannya dengan adil.
Altatmasy mempunyai beberapa orang putra dan seorang putri. Anak-anaknya dididik dengan pendidikan agama yang ketat, pelajaran etika, akhlak, dan satria. Namun, anak-anak laki-lakinya tak ada yang berhasil dididiknya menjadi anak yang baik. Mereka malah telanjur menjadi anak-anak yang suka berfoya-foya. Tak ada yang bisa diharapkan dari anak laki-lakinya. Maka, Altatmasy kemudian mendidik putrinya yang bernama Rodiyah dengan baik.
Saat Altatmasy wafat, ia digantikan anak tertua yang bernuma Ruknuddin Fairuz Syah. Bahkan, ia membunuh saudaranya sendiri yang bernama Mazuddin. Maka, rakyat pun makin tidak mencintainya lagi.
Suatu saat, melihat kondisi yang makin tak menentu itu, akhirnya anak perempuan Altatmasy, yakni Rodiyah, melakukan revolusi untuk mengembalikan kepercayaan rakyat. Akhirnya, ia berhasil merebut kekuasaan dan akhirnya memegang tampuk kepemimpinan.
Selama pemerintahannya, ia berhasil meyakinkan dan merebut hati rakyat. Namun, itu hanya sebagian orang. Sebagian lainnya menganggapnya tak layak menjadi pemimpin. Ia pun akhirnya digulingkan juga oleh sejumlah bawahannya, bahkan dibunuh oleh seorang petani.
Ia dimakamkan di kompleks raja-raja di Delhi pada 25 Rabiul Awal 637 H. Ibnu Batuthah menjelaskan, makamnya banyak dikunjungi orang.