DI sejumlah tempat, seperti perkantoran atau pusat perbelanjaan, pihak pengelola biasanya telah menyediakan tempat parkir yang khusus, tertata rapi, dan dijaga oleh petugas yang khusus pula. Namun, ada pula sebagian tempat keramaian yang parkirannya kurang teratur dan tidak ada petugasnya.
Ketika ada pengajian di masjid misalnya. Ada orang yang karena terlambat, dia memarkir motornya tidak rapi. Dan ternyata, yang terlambat bukan dia saja, ada lagi jamaah lain yang terlambat dan dia pun memarkir motor tidak pada tempatnya. Akhirnya, barisan motor menjadi berantakan. Atau, ada yang ingin membeli bakso di depan gang, kemudian dia pergi mengendarai mobil. Saat sampai, dan karena sudah tidak tahan ingin segera memesan, dia pun langsung turun dengan parkir sekenanya.
Hal ini membuat tukang bakso senang Sekaligus sedih. Senang karena semakin ramai orang di tempatnya berjualan, dan sedih karena orang-orang bukan mau membeli, tetapi karena macet.
Yang parkir seenaknya itu memang mudah dan enak. dia bisa hemat waktu, tenaga, pikiran, mungkin juga uang. sekalipun nanti kendaraannya ada yang menyenggol, dia tinggal memelototi. Kalau orangnya kabur, dia pun tinggal marah-marah sendiri.
Tetapi, marilah untuk meraba hati nurani. Dengan parkir seenaknya, bagaimana dengan orang yang terhalangi sehingga dia menjadi susah keluar? Kita tidak tahu, bisa saja di sebelah motor kita ternyata motor seseorang yang ingin pergi lebih awal, karena ada kepentingan yang mendesak, semisal sakit perut, istrinya mau meIahirkan, mau menjemput anak di sekolah, dan lainnya. Atau, bisa pula kita parkir dengan menaikkan sebagian ban mobil di atas trotoar. Ini pun tidak kalah mengganggunya. lngatlah kita pada para pejalan kaki yang tidak bisa Iewat. Mereka terpaksa berjalan agak ke tengah dan mendapat bonus klakson dari bus atau truk yang sedang Iewat.
Satu lagi, misalkan ada yang mau pergi bersama temannya yang sama-sama bawa mobil. Lalu agar efisien, Mobil yang satu diparkir dan diinapkan di masjid.Tanpa memberi informasi apapun kepada pihak DKM atau Petugas parkir. Bagaimana kalau ternyata di masjid akan ada acara? Bayangkan berapa panitia yang dibutuhkan untuk memindahkannya?
Hati nurani kita, apabila masih berfungsi dengan baik pasti akan bisa merasakan bagaimana susahnya orang yang terhalang dan berapa banyak orang yang terugikan gara-gara kita parkir seenaknya. Padahal, kalau kita membuat susah hidup orang, hidup kita juga akan susah. Semakin kita mempersulit hidup orang, semakin sulit pula hidup kita. Bukankah setiap perbuatan ada balasannya?
“Maka siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan siapa berbuat kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat pula (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah [99]:7-8).
Oleh karena itu, apabila hendak memarkir kendaraan parkirlah di tempat yang disukai Allah Taala. Janganlah kita parkir di tempat yang enak dan menyenangkan bagi kita, sedangkan Allah tidak menyukainya. Maka, parkidah di tempat yang tidak merugikan atau membuat susah orang, tidak menghalangi maupun membikin macet jalan.
Boleh jadi, dengan parkir sembarangan tidak ada orang yang berani menegur, karena kita seorang anggota TNI atau polisi. Mungkin juga tidak ada yang marah karena kita parkir menutupi rumah yang sedang kosong. Namun, persoalan parkir yang sederhana ini bisa menjadi tidak sederhana lagi apabila menimbulkan mudarat bagi orang lain. Ingatlah saudaraku, setiap perbuatan ada catatannya yang harus kita pertanggung jawabkan di hadapan-Nya.
“Maka siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan siapa berbuat kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat pula (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah [99]:7-8). [*]
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar