HARI ini saya menghadiri acara wisuda STIU AL-Mujtama’ untuk menyampaikan orasi ilmiah. Catatan menarik pertama adalah bahwa semua lulusan bisa dipastikan hafal al-Qur’an minimal 5 juz. Lebih dari 5 orang yang telah sempurna hafalannya, yakni 30 juz.
Catatan kedua adalah bahwa tema dari semua sambutan, baik oleh Ketua STIU maupun Bapak Bupati adalah berkenaan dengan pekerjaan pasca-diwisuda ini. Mau bekerja apa, mau bekerja di mana dan bakat saya di profesi apa adalah pertanyaan-pertanyaan yang jamak kita dengar dari para wisudawan.
Saya sampaikan bahwa para wisudawan telah memiliki modal besar menyongsong masa depan. Jika al-Qur’an benar-benar menjadi sahabat harian, teman akrab, atau teman sejati, maka al-Qur’an akan membukakan rahasia hidup sukses bahagia pada sang sahabat. Bukankah al-Qur’an adalah kitab petunjuk kehidupan yang tak ada keraguan di dalamnya? Teringatlah saya pada dawuh para ulama lama: “Ajari anakmu al-Qur’an, maka al-Qur’an akan mengajari anakmu segala hal tentang kehidupan ini.”
Lebih dari itu, mereka yang akrab dengan al-Qur’an adalah manusia-manusia anti stress karena al-Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa ia adalah penyembuh bagi hati, penyembuh bagi mereka yang beriman. Hati yang sehat, jiwa yang damai dan pikiran yang tenang adalah modal awal untuk sukses dalam makna yang sesungguhnya.
Tak usah takut tak ada kerja, kerja akan datang melamar untuk dikerjakan. Salah seorang wisudawan, bisik wakil ketua STIU, anak orang biasa-biasa saja yang kini didaulat untuk memiliki santri dan pedantren. Masyarakat yang mendaulatnya karena telah hafal al-Qur’an dengan sempurna serta memiliki akhlak yang mulia. Tidak usah bingung, bukan?
Di akhir orasi saya sampaikan bahwa kita semua harus menghidupkan kembali secara massif tradisi para tetua yang mengajak serta mengawal anaknya untuk mengisi waktu seusai maghrib untuk mengaji al-Qur’an. Ini semua demi keberkahan. Tradisi ini mulai hilang digusur oleh kesibukan semua orang pada urusan dunianya. Madura yang melabeli disi sebagai serambi Madinah pun mulai menyusut mengisi langgar, mushalla, dan masjid untuk mengaji bersama.
Jangan jauhkan anak kita dari al-Qur’an. Jangan jauhkan anak kita dari para ulama yang bisa membimbing hatinya. Sungguh kelaparan ruhani masa kini jauh lebih parah ketimbang kelaparan ruhani masa lalu. Salam, AIM. [*]
Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi |