Metode dakwah itu sejalan dengan contoh dari Nabi SAW dan pemaknaan dari Alquran.
Sejak wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lebih dari 1400 tahun silam, Islam disebarkan melalui dakwah. Rasulullah SAW pun telah memberikan suri teladan tentang cara-cara dakwah.
Merujuk pada sirah Nabawiyah, awalnya Rasulullah SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi, door to door dari rumah ke rumah. Inilah fase yang penuh tantangan. Betapa jumlah kaum Muslimin saat itu sangat kecil bila dibandingkan dengan kaum musyrikin, apalagi para petinggi yang enggan meninggalkan tradisi Jahiliyah
Selain dari kaum Quraisy, cercaan dan rintangan juga datang dari kalanga keluarga SAW sendiri yang belum menerima ajaran Islam. Ambil contoh, Abu Lahab yang amat memusuhi dakwah Islam. Alquran bahkan mengabadikan sifatnya dalam surah al-Lahab.
Segenap cobaan dihadapi Nabi SAW dengan penuh kesabaran. Selanjutnya, dakwah Islam dilakukan secara terang-terangan. Banyak peristiwa yang dilalui Nabi SAW untuk menyampaikan risalah Islam, baik selama di Makkah, Madinah, maupun kota-kota sekitar.
Puncaknya, ketika pembebasan Makkah (fathu Makkah) terjadi. Inilah kemenangan yang besar dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW sepanjang hayat. Kemenangan tauhid atas ajaran paganisme yang membuat akal bebal, mengunci hati dan pikiran. Kemenangan yang membersihkan Ka’bah, Baitullah yang dibina sejak era Nabi Adam AS lalu Nabi Ibrahim AS; rumah Allah itu kini bersih dari berhala-berhala.
Nabi SAW merupakan seorang ummiy. Namun, hal itu tidak berarti beliau SAW menafikan pentingnya metode dakwah melalui tulisan. Maka dari itu, banyak surat-surat yang berisi ajakan memeluk Islam dikirimkannya ke para petinggi bangsa-bangsa dunia, baik di Arab maupun sekitarnya.
Di antara para pemimpin yang menerima surat dari Rasul SAW itu adalah, Raja Heraklius dari Bizantium; Raja Mukaukis dari Mesir; Raja Kisra dari Persia (Iran); serta Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).
Agar dakwah tepat sasaran, Alquran telah menunjukkan kaidah-kaidahnya. Umpamanya, dalam surah an-Nahl ayat ke-125. Artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Tiga kaidah dalam berdakwah itu adalah: (1) al hikmah (hikmah); (2) al mau’izah al hasanah (pelajaran yang baik), dan (3) al mujadalah billati hiya ahsan (mendebat dengan cara yang baik).
Dakwah bil hikmah berarti menyampaikan dakwah dengan terlebih dulu mengetahui tujuannya dan mengenal secara benar dan mendalam orang atau masyarakat yang menjadi sasarannya.
Dakwah bilmau’izah hasanah, berarti memberi kepuasan kepada jiwa seseorang atau komunitas yang menjadi sasaran dakwah. Hal itu dengan cara-cara yang baik, seperti memberi nasihat, pengajaran, serta teladan yang positif.
Sementara itu, dakwah mujadalah billati hiya ahsan adalah dakwah yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran (dialog), sesuai kondisi masyarakat setempat tanpa melukai perasaan mereka.
Tiga bentuk dakwah inilah yang ditempuh Nabi SAW dalam menunaikan amanat dari langit. Dari mana dakwah harus dimulai? Dalam sebuah firman-Nya, Allah menyatakan, “Berilah pengajaran kepada keluargamu terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS:26:214).