Perempuan-perempuan berjasa dalam suksesnya dakwah Nabi Muhammad SAW
Perempuan adalah saudara laki-laki. Demikian ungkapan Rasulullah SAW tentang perempuan, seperti diriwayatkan dalam sahih Bukhari.
Pernyataan seperti ini banyak ditemui dalam sirah dakwah Nabi SAW. Kaum Muslimin tidak akan lupa bahwa yang pertama kali mengimani Muhammad ibnu Abdullah sebagai Nabi dan Rasul adalah seorang perempuan yang dijadikan Allah SWT sebagai istrinya, Ibu Khadijah.
Beliaulah yang membantu Rasul berdakwah, membelanya, dan mengeluarkan harta bendanya bagi dakwah. Ia sangat mencintai suaminya di saat banyak orang mengucilkan dan membencinya.
Beliaulah yang berada di sisi Rasul dan membela dakwah Nabi dengan tegar tanpa surut sampai akhir hayatnya tiga tahun sebelum hijrah. Inilah srikandi Muslimah pertama.
Di Makkah dan Madinah bukan hanya laki-laki yang berdakwah, melainkan juga perempuan. Saudah binti Zam’ah, setelah memeluk Islam, segera mendakwahi keluarganya sampai suaminya masuk Islam.
Bahkan keduanya saling mendukung untuk turut berhijrah ke Habasyah. Demi dakwah, sang suami pun meninggal di negeri Najasyi itu. Akhirnya sepulangnya ke Makkah, Allah SWT menetapkannya sebagai istri Nabi SAW.
Ummu ‘Ammar (istri Yasir, ibunya ‘Ammar bin Yasir) adalah orang pertama yang terbunuh fi sabilillah untuk kemudian diikuti oleh suaminya. Demikian pula Fatimah binti Al Khatab yang didampingi oleh suaminya berdiskusi dengan kakaknya Umar bin Khatab yang berakhir dengan masuknya Umar ke dalam Islam.
Di kala pasukan Nabi hendak pergi ke Khaibar, pergilah Ummu Sinaan menghadap Beliau, meminta disertakan dalam pasukan guna keperluan menjaga minuman, mengobati orang sakit dan orang luka, dan menjaga perbekalan.
Permintaan tersebut dikabulkan Rasulullah dengan menyatakan, ”Pergilah dengan mendapat berkah dari Allah.” Tidak jarang peran perempuan Muslimah ketika itu pada bidang yang berisiko tinggi. Asma binti Abu Bakar bertugas mengantar makanan bagi ayahandanya (Abu Bakar) dan Rasulullah SAW yang tengah bersembunyi di gua Sur dalam perjalanan hijrah ke Madinah.
Peran ini sangat berbahaya bagi keselamatan dirinya. Namun, dengan cerdik, Asma berjalan menuju bukit itu sambil menggembalakan kambing.
Ia berjalan di depan, kambing-kambingnya di belakang sehingga jejak kakinya terhapus jejak kambing. Akhirnya Rasul dan Abu Bakar pun lolos. Terang sekali, betapa kaum perempuan seyogianya menjadi srikandi Muslimah seperti mereka.
Sudah saatnya perempuan menolak kaum hawa didudukkan atau mendudukkan diri sebagai pengeksploitasi birahi, penghibur dengan goyangan dahsyat, penumpuk kekuatan pada kecantikannya, dan pengabai terhadap kehidupan masyarakat yang para warganya dilahirkan dengan penuh kesusahan?