Bismillah….
Untuk menjawabnya, perlu dirinci :
Pertama, pasangan suami istri masuk Islamnya tidak berbarengan, maka tergantung agama salahsatu pasangan :
• Ketentuan jika suami yang terlebih dahulu masuk Islam :
– Jika beragama Ahlu Kitab (Yahudi atau Nasrani), maka pernikahan tetap sah dilanjutkan, tanpa perlu mengulang.
– Jika bukan beragama Ahlu Kitab maka dengan masuk Islamnya suami, otomatis jatuh talak. Akad nikah diulang saat istri ikut masuk Islam.
Karena Allah hanya mengizinkan laki-laki mukmin jika menikahi beda agama, hanya wanita Ahlul Kitab saja.
وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ إِذَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِيٓ أَخۡدَانٖۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلۡإِيمَٰنِ فَقَدۡ حَبِطَ عَمَلُهُۥ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ
Dan dihalalkan bagimu menikahi perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu (ahlul kitab), apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Al-Ma’idah : 5)
Dalam surat Al Baqarah ayat 221, Allah mengharamkan laki-laki mukmin menikahi wanita musyrik (selain ahli kitab),
وَلَا تَنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّۚ
Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.
• Ketentuan jika Istri terlebih dahulu masuk Islam.
Maka pernikahan otomatis batal. Karena wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki berbeda agama, apapun agamanya.
Dalilnya firman Allah ta’ala,
وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤۡمِنُواْۚ وَلَعَبۡدٞ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَكُمۡۗ أُوْلَٰٓئِكَ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِۖ وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ وَٱلۡمَغۡفِرَةِ بِإِذۡنِهِۦۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah : 221)
Dan juga firman Allah ta’ala,
فَإِنۡ عَلِمۡتُمُوهُنَّ مُؤۡمِنَٰتٖ فَلَا تَرۡجِعُوهُنَّ إِلَى ٱلۡكُفَّارِۖ لَا هُنَّ حِلّٞ لَّهُمۡ وَلَا هُمۡ يَحِلُّونَ لَهُنَّۖ
Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.
(QS. Al-Mumtahanah : 10)
Kedua, pasangan suami istri masuk Islam berbarengan.
Pernikahan orang kafir yang dianggap sah oleh agama mereka, maka saat pasangan suami istri masuk Islam dengan bersamaan, pernikahan tersebut dihukumi sah oleh Islam. Sehingga tidak perlu mengulangi akad nikah. Segala dampak dari keabsahan pernikahan dalam Islam, seperti hak suami istri, nasab anak-anak, saling mewarisi, menjadi wali nikah untuk anak perempuannya dll, berlaku pada mereka .
Pada masa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallamdahulu, banyak sahabat yang dulunya beragama musyrik, lalu masuk Islam. Namun, Beliau shallallahu’alaihi wasallam tidak perintahkan mereka untuk mengulang akad nikah. Ini dalil yang sangat kuat bahwa akad nikah mereka walau dilakukan saat masih kafir, selama dipandang sebagai akad yang sah oleh agama mereka, maka sah pula menurut Islam.
Bahkan sejumlah ulama menjelaskan adanya konsensus (ijma’) seluruh ulama tentang kesimpulan ini. Diantaranya keterangan dari Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berikut,
أنكحة الكفار صحيحة, يقرون عليها إذا أسلموا أو تحاكموا إلينا, إذا كانت المرأة ممن يجوز ابتداء نكاحها في الحال, ولا ينظر إلى صفة عقدهم وكيفيته, ولا يعتبر له شروط أنكحة المسلمين, من الولي, والشهود, وصيغة الإيجاب والقبول, وأشباه ذلك. بلا خلاف بين المسلمين.
“Pernikahan orang kafir hukumnya sah, diakui saat mereka masuk Islam atau saat mengadukan hukum kepada kita (pemerintah muslim), selama sang wanita adalah orang yang memang boleh dinikahi (pent, bukan sepersusuan atau sedarah). Tidak perlu diselidiki bagaimana cara akad mereka, tidak juga berlaku persyaratan nikah secara Islam, seperti wali, saksi-saksi, lafal ijab dan qobul dan lain sebagainya, tak ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini.”
Kemudian Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menukil penjelasan Imam Ibnu Abdil Bar,
قال ابن عبد البر: أجمع العلماء على أن الزوجين إذا أسلما معاً, في حال واحدة, أن لهما المقام على نكاحهما , ما لم يكن بينهما نسب ولا رضاع وقد أسلم خلق في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم وأسلم نساؤهم, وأقروا على أنكحتهم, ولم يسألهم رسول الله صلى الله عليه وسلم عن شروط النكاح, ولا كيفيته, وهذا أمر علم بالتواتر والضرورة, فكان يقيناً
“Ibnu Abdil Bar menjelaskan, “Para ulama sepakat bahwa pasangan suami istri jika masuk Islam bersamaan, pernikahan mereka dihukumi sah selama antara keduanya tidak ada hubungn nasab atau persusuan. Dahulu di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, amat banyak orang masuk Islam dan diikuti oleh pasangan mereka, dan Rasul shallallahu’alaihi wasallam mengakui pernikahan mereka.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak menanyakan dahulu saat nikah syarat-syarat nikah Islam apakah sudah terpenuhi, tidak juga menanyakan caranya. Hal seperti ini bahkan sudah menjadi kabar yang derajatnya mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang sampai keadaan tidak mungkin terjadi kebohongan berita) dan lumrah diketahui oleh banyak orang. Sehingga bisa dikatakan yakin demikian.” (Al-Mughni 7/115, dinukil dari Islamqa)
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh Ahmad Anshori
Artikel: Muslim.or.id
(Pengasuh Thehumairo.com dan pengajar di PP Hamalatul Quran)