Ibnu Al-Jauzi geram dengan sikap pemuda yang kehilangan timbangan kebaikan.
Dalam hal perintah, ada yang wajib ada yang sunnah. Dalam hal larangan, ada yang haram ada yang makruh. Karena itu, ada dosa besar (kabirah) ada dosa kecil (shaghirah).
Untuk mengukurnya diperlukan timbangan (mizan) agar yang berat disebut berat dan yang ringan dikatakan ringan.
الله الذي أنزل الكتاب بالحق والميزان “Allah yang telah menurunkan Kitab dengan sebenarnya dan (menurunkan) timbangan…” (QS Asy-Syura: 18)
Dengan timbangan itu dapat dikenali mana yang mesti didahulukan dan mana yang bisa dikemudiankan, mana yang prinsip dan mana yang bisa ditoleransi. Jika alat timbang sudah hilang maka yang terjadi adalah seperti kisah berikut:
Seorang laki-laki datang menemui Ibnu al-Jauzi RA dan bertanya : “Wahai Imam, apakah saya boleh menggugurkan janin dari wanita yang aku zinahi?”
Ibnu al-Jauzi berusaha tenang dan berkata, “Ketika engkau jatuh pada dosa zina, mengapa engkau tidak berusaha untuk ‘azal (membuang mani di luar rahim)?”
Dengan santai laki-laki itu menjawab, “Saya dengar ‘azal itu makruh…” Dengan nada keras Ibnu al-Jauzi berkata: “Engkau dengar ‘azal itu makruh dan engkau tidak dengar zina itu haram?”
*Magister hadits Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang.
Oleh Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA