Setiap muslim memiliki kewajiban mengenal tuhannya dengan baik yakni Allah SWT. Dalam literatur arab, terdapat dua kata yang sering dipakai untuk menyebut kata “tuhan” yakni lafal Allah dan al-Ilah. Salah satu upaya untuk lebih mengenal Allah adalah dengan cara mengetahui makna lafal Allah tersebut serta perbedaannya dengan lafal yang mirip dengannya yaitu al-Ilah (tuhan).
Syekh Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitabnya Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an (j. 1 h. 31) menuturkan kalau ulama tafsir memaknai lafal Allah dengan berbeda-beda akan tetapi memiliki substansi yang sama.
Imam al-Qurthubi menyebut makna lafaz Allah sebagai sebuah nama yang sangat agung dan suci; nama bagi sebuah entitas (keberwujudan) yang hakiki; nama yang memiliki seluruh sifat ilahiyah (ketuhanan); yang tunggal memiliki wujud yang hakiki; tiada Tuhan melainkan hanya Dia; serta satu-satunya nama yang berhak disembah.
al-Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa lafal Allah adalah sebuah nama bagi tuhan yaag maha memberi berkah dan tinggi. Nama yang sangat agung dimana memiliki seluruh sifat-sifat keagungan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Hasyr [59]: 23,
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْمَلِكُ ٱلْقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلْمُؤْمِنُ ٱلْمُهَيْمِنُ ٱلْعَزِيزُ ٱلْجَبَّارُ ٱلْمُتَكَبِّرُ
“Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Maharaja Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala.
Melalui ayat ini, nama Allah menempati tempatnya seluruh sifat-sifat yang mulia tersebut.
(Syekh Muhammad Ali as-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, jus 1 hal 17)
Mengutip buku The Foreign Vocabulary of The Qur’an (h. 66) karya Arthur Jeffery, Profesor Bahasa-Bahasa Semit di School of Oriental Studies Kairo, of Semitic Languages School of Oriental Studies Cairo, ia mencatat kalau Imam Ar-Razi dalam kitab Mafaatih al-Ghoyb memberi informasi perihal orang-orang muslim di zaman awal yang berpendapat lafal Allah berasal dari bahasa Syiria atau Ibrani.
Namun, mayoritas muslim mengklaim bahwa lafal Allah tersebut merupakan bahasa Arab murni, meski mereka berbeda pendapat tentang turunan kata tersebut. Ada yang berpendapat bahwa lafal Allah tidak memiliki derivasi (turunan kata) sehingga hanya murni memang dipakai untuk sebuah nama tidak yang lain, dalam bahasa Arab disebut alam murtajal.
Ulama Kufah mengatakan bahwa lafal Allah berasal dari turunan kata al-Ilāha, sementara ulama Bashrah berpendapat lafal tersebut berasal dari turunan al-Lāh, dimana kata Lāh sendiri merupakan kata benda verbal dari laihun yang bermakna menjadi tinggi atau tertutup.
Demikian juga dengan kata ilāhun memiliki beberapa varian turunan kata. Pertama, kata Ilāh berasal dari derivasi kata alaha yang berarti menyembah. Kedua, berasal dari kata aliha yang bermakna bingung. Ketiga, berasal dari kata aliha ila yang berarti beralih ke perlindungan.
Setelah menjelaskan makna-makna dari lafal Allah di atas, sekarang kita beralih kepada perbedaan antara lafal Allah dan al-Ilah. Berikut ini perbedaan diantara kedua lafal tersebut yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Ali as-Shabuni,
Pertama, lafaz Allah adalah nama bagi sebuah zat (entitas) yang disucikan, dimana tidak ada yang berserikat (serupa) dengannya. Sementara lafal al-Ilah adalah nama yang bisa ditujukan kepada Allah dan selain Allah.
Kedua, lafal Allah memiliki makna zat (entitas) yang disembah dengan kebenaran (al-haq). Sementara lafal al-Ilah memilki arti zat atau sesuatu yang disembah, baik dengan jalan yang benar atau tidak. contoh : patung yang disembah oleh orang Arab jahiliyah disebut Ālihatun bentuk jamak dari lafal Ilahun karena patung itu disembah dengan jalan yang batil.