Merayakan pernikahan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi pasangan baru atau yang dalam Islam sering disebut dengan walimatul ‘ursy. Apalagi dalam Islam, mengadakan walimatul ‘ursy itu sunnah. Sebagaimana Rasulullah bersabda
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ عبدالرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، تَزَوَّجَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ: أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Dari Anas bin Malik Ra, Sesungguh Abdurrahman bin Auf menikah pada masa Rasulullah dengan (mahar) sebesar biji emas. Lalu Rasulullah bersabda padanya, “Rayakanlah walau hanya dengan seekor kambing.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadis ini Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa hukum mengadakan walimah pernikahan adalah Sunnah. Sedangkan yang dikehendaki dengan walimah adalah makanan yang dibuat untuk suatu acara pernikahan.
Imam Syafi’i berkata, “pengertian walimah itu bisa mencakup setiap undangan karna mendapatkan kebahagiaan( bagi yang mengundang).”
Tidak perlu bermegah-megah, bagi orang yang mampu paling sedikit walimah itu berupa seekor kambing, dan bagi yang tidak mampu maka cukup dengan apa saja yang mudah baginya.
Namun bagaimana jika tidak datang ke pernikahan teman yang mengundang kita untuk datang, apa hukumnya?
Dalam kitab Fathul Qarib, Sheikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M) menyebutkan
والإجابة إليها أي وليمة العرس واجبة أي فرض عين في الأصح، ولايجب الأكل منها في الأصح
“Mendatangi walimah pernikahan itu hukumnya wajib, maksudnya fardhu’ ain menurut pendapat yang lebih shohih, sedangkan memakan hidangan yang dihidangkan dalam walimah tersebut hukumnya tidak wajib menurut pendapat yang lebih shahih.”
Jadi menghadiri undangan walimatul ‘ursy adalah wajib atau fardhu ‘ain. Sedangkan mendatangi undangan walimah selain pernikahan, yakni dari walimah-walimah lainnya, maka hukumnya tidak fardhu ‘ain tetapi sunnah. Adapun macam-macam dari walimah itu banyak sekali, sebagaimana dituturkan didalam kitab yang luas pembahasannya.
Kewajiban menghadiri walimatul ‘ursy ini bisa jadi tidak wajib, namun menjadi sunnah atau lainnya, dengan syarat:
Pertama. Pengundang tidak mengkhususkan undangannya kepada orang orang kaya saja, tetapi ia juga mengundang orang orang fakir.
Kedua. Ia mengundang orang orang kaya dan fakir pada hari pertama. Jika ia mengadakan pesta tiga hari, maka mendatangi undangan pada hari kedua hukumnya tidak wajib tetapi sunah, dan mendatangi walimah pada hari ketiga hukumnya makruh.
Menurut Sheikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy, lain halnya jika memang ada halangan untuk menghadiri undangan walimah, maka hukumnya menjadi tidak wajib.
وقوله إلا من عذر أي مانع من الإجابة للوليمة كأن يكون في موضع الدعوة من يتأذى به المدعو أو لابليق به مجالسته
“Perkataan mushannif kecuali karena udzur atau halangan untuk tidak datang ke pernikahan seperti jika tempat undangan ada sesuatu yang bisa menyakiti orang yang diundang, atau tidak layak baginya untuk bergabung dengannya.”
Halangan tersebut jika pada saat ini seperti keadaan pandemi yang sedang kita hadapi, yang mana jika mendatangi acara pernikahan bisa menyakiti atau membahayakan orang yang diundang. Wallahu’alam.