Bismillahirrahmanirrahim …
Tuma’ninah dalam salat termasuk salah satu rukun salat, baik salat wajib maupun sunnah. Semakin besar kadar tuma’ninah dalam salat, maka pahala pun akan semakin besar.
Dalilnya adalah hadis yang menceritakan seorang yang salah salatnya atau dikenal dengan hadis al-musii’ fi sholaatihi.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,
أنَّ رَجُلًا دَخَلَ المَسْجِدَ فَصَلَّى، ورَسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في نَاحِيةِ المَسْجِدِ، فَجَاءَ فسَلَّمَ عليه، فقالَ له
“Bahwasanya seseorang masuk ke masjid kemudian melaksanakan salat. Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di dalam masjid tersebut. Usai salat, lelaki itu datang mendekat ke Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberi salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi berkata kepadanya,
ارْجِعْ فَصَلِّ فإنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
“Ulangi salatmu, karena sebenarnya kamu belum salat.”
فَرَجَعَ فَصَلَّى ثُمَّ سَلَّمَ، فَقَالَ: وعَلَيْكَ، ارْجِعْ فَصَلِّ فإنَّكَ لَمْ تُصَلِّ، قالَ في الثَّالِثةِ: فأعْلِمْنِي،
“Lelaki itu pun salat kembali. Usai salat, dia datang ke Nabi dan memberi salam. Lalu Nabi menjawab, ‘Wa’alaik … (Semoga demikian pula untuk Anda). Ulangi salatmu, karena sebenarnya kamu belum salat.’ Beliau berkata dengan perkataan yang sama untuk ketiga kalinya. Lelaki itu kemudian berkata kepada Nabi, ‘Mohon ajari saya salat yang benar.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengajarinya.”
إذا قُمْتَ إلى الصَّلَاةِ، فأسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ، فَكَبِّرْ واقْرَأْ بما تَيَسَّرَ معَكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حتَّى تَعْتَدِلَ قائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حتَّى تَطْمَئِنَّ ساجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حتَّى تَسْتَوِيَ وتَطْمَئِنَّ جالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حتَّى تَطْمَئِنَّ ساجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا، ثُمَّ افْعَلْ ذلكَ في صَلَاتِكَ كُلِّهَا
“Jika Anda hendak salat, sempurnakanlah wudhu, lalu menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah, lalu bacalah ayat Al-Quran yang mudah bagi Anda. Kemudian ruku’lah sampai ruku’nya terasa tuma’ninah. Lalu bangkitlah dan ber-i’tidal-lah (bangkit dari ruku’) seraya berdiri. Kemudian sujudlah sampai sujudnya terasa tuma’ninah. Lalu bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil tuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai tuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap salatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur lelaki itu supaya mengulang salat. Hal ini karena tidak adanya tuma’ninah pada salatnya yang menyebabkan salat tidak sah. Sehingga teguran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Ulangi salatmu, karena sebenarnya kamu belum salat” ini juga bisa disampaikan kepada siapa saja yang terlalu cepat salatnya atau tidak tuma’ninah dalam salatnya.
Perbandingan mana yang lebih utama, antara tarawih cepat 23 raka’at, dengan 11 raka’at santai, sama dengan membandingkan antara kuantitas dengan kualitas. Tentu kualitas lebih unggul daripada sekedar banyak-banyakan kuantitas. Maka salat tarawih dengan sedikit raka’at namun khusyu’ dan tuma’ninah, lebih besar pahalanya dan lebih utama daripada tarawih banyak raka’at tetapi tergesa-gesa tidak khusyu‘.
Syekh ‘Alwi bin Abdul Qadir As-Saqof (pengasuh website Ilmiyah dorar.net) menerangkan,
ولو خُيِّرَ المأمومُ بينَ مَسجِدَينِ، فالأوْلى -واللهُ أعلَمُ- أنْ يَختارَ مَن قدَّمَ التَّروِّيَ والطُّمأنينةَ في الصَّلاةِ على مَن قدَّمَ عددَ الرَّكَعاتِ وصلَّى إحْدى عَشْرةَ ركعةً خَفيفةً جدًّ
“Kalau makmum diberi pilihan antara salat di dua masjid, maka yang lebih utama –wallahu a’lam– memilih masjid yang imamnya lebih memperhatikan tuma’ninah dalam salat, daripada imam yang lebih perhatian pada jumlah raka’at. Dia melakukan salat sebelas rakaat adalah sangat ringan.” Silakan dilihat fatwanya di sini.
Demikian…
Wallahua’lam bis showab.
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel : Muslim.or.id