Ulama seharusnya berkontribusi dan memiliki peranan penting dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga protokol kesehatan di masa pandemi sebagaimana yang dianjurkan oleh para dokter. Dalam kesempatan khutbah ini, penulis ingin menyampaikan hal tersebut.
Khutbah 1
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيرِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴾.
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah
Syukur alhamdulillah pada Jumat yang penuh berkah ini kita bisa kembali melaksanakan ibadah salat Jumat di negeri yang penuh damai ini, meskipun masih dalam suasana pandemi Covid-19. Selawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, Nabi dan Utusan Allah yang mengajarkan kepada kita untuk hidup seimbang, hidup bersih, sehat, dan mengutamakan kebugaran jasmani serta ruhani.
Pertama, kami berwasiat kepada diri pribadi dan juga kepada hadirin agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt Yang Maha Tinggi lagi Maha Merajai.
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah
Selama masa pandemi ini, yang kini sudah mencapai fase yang disebut oleh para ulama sebagai fase new-normal, pemerintah telah mewanti-wanti kepada kita bahwa meskipun kita sudah diperbolehkan beraktifitas lagi seperti sedia kala, namun masih harus tetap mentaati protokol kesehatan sebagaimana yang dianjurkan oleh dokter dan tenaga medis lainnya.
Selaku kaum beriman-islam, sudah sewajarnya apabila kita mentaati semua anjuran tersebut. Terlebih, aturan tersebut nyatanya adalah untuk keselamatan diri kita pribadi, orang-orang yang kita sayangi, dan lebih umumnya lagi, demi kenyamanan dan kesehatan seluruh warga negara Indonesia.
Kita patut berbangga bahwa hingga hari ini, kedisipliplinan bangsa kita dalam menaati protokol kesehatan cukup tinggi sehingga bisa menekan laju penyebaran virus Covid-19 sehingga meringankan beban tenaga medis dalam merawat mereka-mereka yang sakit akibat virus ini.
Meskipun demikian, masih ada beberapa saudara kita yang membandel dan tidak mau menaati protokol kesehatan. Mirisnya lagi, terkadang mereka berkilah mengatasnamakan ajaran Islam. Mereka berujar “jangan takut sama Corona, takutlah sama Allah”. “Corona mah dibacain bismillah juga hilang”, dan pernyataan-pernyataan lainnya. Kesalahkaprahan menempatkan pemahaman keagamaan semacam ini tentunya menjadi masalah yang bisa menjadi penyebab hal-hal yang memprihatinkan bagi kita. Disinilah peran ulama sangat dibutuhkan, khususnya untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menaati protokol kesehatan sekaligus mengedukasi bahwa mematuhi protokol kesehatan tersebut merupakan bagian dari keimanan kita kepada Allah, dan merupakan bukti tingginya pemahaman keislaman kita.
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah
Maka dalam kesempatan kali ini, izinkanlah kami untuk menjelaskan siapakah yang disebut sebagai ulama dan apa saja kontribusi penting yang bisa mereka berikan dalam masa pandemi ini.
Kata ulama merupakan bentuk jama’ atau plural dari kata “’alim”, yang artinya ialah orang yang memiliki ilmu atau pemahaman. Di dalam Alquran, kata “ulama” pada dua tempat, yaitu pada surat al-Syu‘ara’:197 dan surat Fathir: 28. Penyebutan kata “ulama” dalam dua ayat tersebut memiliki arti yang sama namun keluasan maknanya berbeda. Mari kita bahas satu-persatu.
Kata “ulama” dalam surat al-Syu‘ara’: 197 berbunyi:
أَوَلَمْ يَكُن لَّهُمْ ءَايَةً أَن يَعْلَمَهُۥ عُلَمَٰٓؤُا۟ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ
A wa lam yakul lahum āyatan ay ya’lamahụ ‘ulamāu banī isrā
īl
Artinya: Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?
Ulama yang dimaksudkan di situ adalah ulama Bani Israil, yaitu pemuka agama Bani Israil. Disini Alquran mengkritik sikap kalangan pemuka agama Yahudi yang menolak wahyu Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw; padahal sejatinya para ulama mereka sendiri telah mengetahui hal tersebut secara jelas. Dengan demikian “ulama” pada ayat ini dimaknai sebagai orang-orang yang memiliki pemahaman tentang agama atau menguasai keilmuan agama. Namun sayang sekali, para ulama Bani Israil tersebut tidak memanfaatkan pemahaman mereka untuk mengimani apa yang sudah diwahyukan oleh Allah lewat Alquran.
Adapun kata “ulama” dalam surat Fathir, ayat 28 berbunyi:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلْأَنْعَٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Wa minan-nāsi wad-dawābbi wal-an’āmi mukhtalifun alwānuhụ każālik, innamā yakhsyallāha min ‘ibādihil-‘ulamā`, innallāha ‘azīzun gafụr
Arti: “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Jika kita menilik kepada ayat tersebut, bisa kita pahami bahwa di awal, Allah menyebutkan tentang makhluk-makhluk ciptaan Allah mulai dari manusia, binatang melata, ternak dan lainnya yang berbeda-beda jenis serta karakteristiknya. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa kata “ulama” pada kalimat berikutnya ialah bermakna orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan sains yang membahas makhluk hidup.
Dengan kata lain, ulama yang dimaksudkan dalam ayat di atas bersifat general. Namun demikian, keterkaitannya dengan ayat-ayat di sekitarnya menunjukkan bahwa ulama adalah seorang yang senantiasa berpikir dan merenungi segala kejadian di sekitarnya dan bahkan alam semesta ini, lalu mengambil pelajaran darinya. Ulama adalah orang yang mampu melihat keagungan Allah di mana-mana dan merasa dirinya kecil, sehingga ia selalu memiliki komitmen yang tinggi terhadap segala titah Allah.
Ulama semacam inilah yang kemudian dijelaskan oleh Allah Swt sebagai ulama yang takut kepada Allah, yang paling bertakwa dibandingkan dengan hamba-hamba Allah lainnya.
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah
Di sisi lain, meskipun tidak menggunakan redaksi kata “ulama”, namun Allah seringkali menyebutkan di dalam Alquran tentang keutamaan orang-orang yang berilmu. Dalam ayat-ayat yang lain terdapat pernyataan yang menempatkan orang berilmu lebih tinggi kedudukannya daripada orang yang tidak berilmu, meskipun dalam ayat tersebut kata ulama tidak secara langsung disebutkan. Mari kita sama merperhatikan ayat surat al-Mujadilah: 11:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Yā ayyuhallażīna āmanū iżā qīla lakum tafassaḥụ fil-majālisi fafsaḥụ yafsaḥillāhu lakum, wa iżā qīlansyuzụ fansyuzụ yarfa’illāhullażīna āmanụ mingkum wallażīna ụtul-‘ilma darajāt, wallāhu bimā ta’malụna khabīr
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Allah meninggikan posisi orang-orang beriman dan orang-orang berilmu.
Allah juga membandingkan orang berilmu dan tidak berilmu seperti orang yang dapat melihat dan orang buta, misalnya dalam surat al-An‘am ayat 50:
قُل لَّآ أَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ ٱللَّهِ وَلَآ أَعْلَمُ ٱلْغَيْبَ وَلَآ أَقُولُ لَكُمْ إِنِّى مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَىَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلْأَعْمَىٰ وَٱلْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
Qul lā aqụlu lakum ‘indī khazā`inullāhi wa lā a’lamul-gaiba wa lā aqụlu lakum innī malak, in attabi’u illā mā yụḥā ilayy, qul hal yastawil-a’mā wal-baṣīr, a fa lā tatafakkarụn
Artinya: “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?”
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah
Dengan demikian bisa kita pahami bahwa ulama merupakan orang-orang yang memiliki pengetahuan dan menguasai keilmuan sehingga bisa memberikan manfaat yang besar bagi hamba-hamba Allah yang lainnya. Sebagaimana telah disebutkan diatas, Allah juga menegaskan tentang ketinggian derajat ulama dibandingkan dengan lainnya.
Oleh karena itu, di masa pandemi ini, peran ulama sangat penting untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga protokol kesehatan. Ulama harus bisa menjelaskan bahwa menjaga bukan berarti mengingkari kekuasaan Allah. Dalam agama Islam dikenal ada yang namanya qadla dan qadar, ada yang namanya kekuasaan Allah dan ikhtiar manusia. Maka ulama harus bisa menjelaskan bahwa menataati protokol kesehatan merupakan bagian dari ikhtiar manusia yang mana hal tersebut menunjukkan tingginya pemahaman keislaman seseorang bahwa manusia perlu berusaha sambil berdoa semoga Allah mengabulkan usaha manusia tersebut.
Para pakar kesehatan menyebutkan bahwa protokol kesehatan meliputi menjaga kebersihan tangan, tidak menyentuh wajah secara sembarangan, menghindari kontak berlebih dengan orang lain, menerapkan etika ketika batuk dan bersin, menggunakan masker dan menghindari kerumunan alias menjaga jarak. Hal-hal yang telah disebutkan ini sesungguhnya tidak ada satupun yang secara frontal bertentangan dengan akidah Islam. Kalaupun ada yang agak memberatkan umat Islam, paling-paling hanyalah susahnya berjamaah dan bersalaman. Dua hal ini bisa kita sikapi dengan menjaga jarak saat berjamaah dan bersalaman cukup secara virtual saja sampai pandemi ini berakhir.
Selebihnya, menjaga kesehatan, menjaga kebersihan badan khususnya tangan, merupakan hal-hal yang sanhgat selaras dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan kita untuk mandi, wudlu, memotong kuku, dan lain sebagainya.
Akhirnya, kita sama-sama berharap semoga pandemi ini segera berakhir sehingga kita bisa beraktifitas sebagaimana biasanya. Kita sama berharap semoga Allah menguatkan para ulama dalam mengedukasi masyarakat khususnya edukasi terkait protokol kesehatan dan semoga Allah melembutkan hati bangsa indonesia ini agar selalu taat dengan para ulama yang telah memberikan contoh dan teladan yang baik terkait proteksi menghadapi pandemi Covid-19.
Khutbah II
إنَّ الحَمدَ لله نحمدُهُ ونستعينهُ ونستهديهِ ونشكرُهُ ونعوذُ بالله من شرورِ أنفسِنَا ومن سيئاتِ أعمالنا، مَن يهدِ الله فلا مُضِلَّ لهُ ومن يُضلِل فلا هاديَ له، وأشهدُ أنْ لا إلـهَ إلا الله وحدَهُ لا شريكَ لهُ وأنَّ محمّدًا عبدُهُ ورسولُهُ صَلَواتُ الله وسلامُهُ عليهِ وعلى كلّ رسولٍ أَرْسَلَهُ. أمّا بعدُ عبادَ الله فإنّي أوصيكُمْ ونفسي بِتَقوَى الله العليّ القديرِ واعلَموا أنَّ الله أمرَكُمْ بأمْرٍ عظيمٍ، أمرَكُمْ بالصلاةِ والسلامِ على نبيِهِ الكريمِ فقالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾ اللّهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم، وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ، إنّكَ حميدٌ مجيدٌ
اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ