Perintah menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran adalah wajib bagi tiap-tiap orang yang beriman. (QS. 3: 104): “Adakanlah tiap-tiap kamu ummat yang mengajak kebaikan menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat yang salah. Mereka itulah oranga-orang yang beuntung.”
Ayat ini dapat dilaksanakan jika dakwah Islam disiarkan secara teratur luas, selaras dengan tempat, masa keadaan untuk membawa ummat manusia ke jalan kebaikan. Menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang melakukan yang salah.
Penyiaran (dakwah) ini bukan saja ditujukan kepada umat Islam, melainkan juga untuk yang belum memeluk Islam dan buat segenap bangsa-bangsa di dunia. Umat Islam Indonesia seharusnya tidak hanya pandai menerima kedatangan penyiar-penyiar agama dari negara lain saja. Tetapi adalah suatu keharusan pula untuk mengirimkan para juru dakwah ke negara lain.
Kemungkaran yang semakin mengikat kita saat ini, sehingga kita tidak mampu lagi menyuruh berbuat kebaikan adalah karena rusaknya aqidah kita. Kembali kita telusuri kenapa aqidah ummat Islam jadi merosot. Bahkan di antara kita aqidahnya betul-betul tak bisa dinilai.
Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa kelompok di luar Islam tidak akan senang kepada kita ummat Islam sebelum kita mengikuti cara mereka ( QS. 2:120). Mereka sangat menginginkan kita terpecah belah. Kemudian mereka mencoba merusak aqidah ummat Islam dengan bacaan-bacaan, tontonan dan ide-ide yang membuat ummat Islam semakin tidak berdaya.
Dan untuk memberbaiki hal ini tentulah tergantung usaha kita dengan mencoba tetap berusaha agar cara yang kita ambil tidak menimbulkan permusuhan dengan mereka. Tapi andainya mereka menginginkan kekerasan ataupun bahkan perang kita tidak mungkin tetap mengajukan cara lunak.
Nampaknya umat Islam diseluruh pelosok dunia, khususnya umat Islam di Indonesia sebagai jumlah terbanyak harus cepat-cepat menyadari bahwa hal pertama yang harus dilakukan agar ummat Islam kuat adalah melaksanakan perintah “bilma’ruf wa yanhauna anil munkar“.
Seandainya “bil ma’ruf wayanhauna ‘anilmunkar” mampu dilaksanakan tiap-tiap umat Islam, maka secara mendunia akan tercipta Islam yang kuat. Tapi, apakah umat Islam di Indonesia mampu mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, atau bahkan menolak bekerja sama dengan pemimpin yang tidak benar? Masih jadi pertanyaan.
Masih menjadi keperihatinan bagi banyak orang. Mengapa dikalangan umat Islam rasa cinta terhadap ajaran agamanya sangat tipis? Aneka produk (barang), seni musik, atau apa saja yang merupakan buah karya ummat Islam akan terasa asing bagi umat Islam sendiri. Bahkan mereka merasa gengsi dan rendah diri memakai apa saja yang mermerek Islam. Betapa memperihatinkannya.
Di sudut kota, baik kota besar maupun kota kecil terpampang poster porno di depan bioskop, tanpa kita mampu mencegahnya sama sekali. Padahal ini jelas-jelas iklan motivasi berlomba dalam kemaksiatan. Dan hal ini merupakan kemungkaran yang belum dicegah ummat Islam di Indonesia sampai zaman reformasi saat ini.
Mungkin untuk menegakkan kebenaran kita sudah bayak berkorban. Tapi apakah menegakkan kebenaran tanpa mencegah kemungkaran dapat membuat ummat di negari ini merasa damai?
Konteks teoritisnya menyatakan mesti harus saling seiring dan sejalan. Harus diikuti yang satu dengan yang lainnya. “Bilma’ruf wayanha Tanil munkar” merupakan perintah Allah yang harus dikerjakan sekaligus.
Keadilan dan kebenaran yang ditegakkan tanpa mencegah atau bahkan menghancurkan kemungkaran akan tetap membawa kita ke alam kesesatan. Karena kerusakan moral timbul karena rusaknya moral yang dilandasi oleh agama yang tipis.
Seandainya negara ini tetap dipimpin oleh orang yang tidak mengerti Allah dan agama dan tetap berkiblat pada Yahudi, maka sia-sialah reformasi yang diperjuangkan selama ini.
Mungkin karena kita terus dipaksa berpikir politik oleh para pengamat politik atau orang-orang yang merasa bahwa permasalahan negeri ini bisa diselesaikan dengan politik, membuat kita lupa ada hal utama yang jauh lebih penting bagi bangsa. Moral yang bejad, telah menciptakan banyak kemungkaran di mana-mana.
Kebenaranpun ditertawakan dan diinjak-injak. Akibatnya, negara ini terluka dan teramat sulit diobati.
Adalah yang terpenting saat ini, bagaimana kita bisa menciptakan Islam yang kuat dalam diri kita masing-masing. Sehingga pandangan kita terhadap politik, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan sesuai dengan kerangka dan bingkai pandangan Allah swt juga (al-Qur’an dan Sunnah).
Semoga para pemimpin cepat menyadari sehingga rakyat jadi puas dan kebenaran dapat ditegakkan dengan mencegah sekuat mungkin arus kemungkaran.*/Hudiya Nadrah