Bismillah, kematian, salah satu rahasia ilmu gaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Allah telah menetapkan setiap jiwa pasti akan merasakannya. Kematian tidak pandang bulu.
Apabila sudah tiba saatnya, malaikat pencabut nyawa akan segera menunaikan tugasnya. Dia tidak mau menerima pengunduran jadwal, barang sedetik sekalipun. Karena bukanlah sifat malaikat seperti manusia, yang zalim dan jahil.
Manusia tenggelam dalam seribu satu kesenangan dunia, sementara ia lalai mempersiapkan diri menyambut akhiratnya. Berbeda dengan para malaikat yang senantiasa patuh dan mengerjakan perintah Tuhannya. Duhai, tidakkah manusia sadar. Seandainya dia tahu apa isi neraka saat ini juga pasti dia akan menangis, menangis, dan menangis.
Subhanallah, adakah orang yang tidak merasa takut dari neraka. Sebuah tempat penuh siksa. Sebuah negeri kengerian dan jeritan manusia-manusia durhaka. Neraka ada di hadapan kita, dengan apakah kita akan membentengi diri darinya?
Apakah dengan menumpuk kesalahan dan dosa, hari demi hari, malam demi malam, sehingga membuat hati semakin menjadi hitam legam? Apakah kita tidak ingat ketika itu kita berbuat dosa, lalu sesudahnya kita melakukannya, kemudian sesudahnya kita melakukannya? Tidakkah Engkau jera?
Sebab-sebab su’ul khatimah
Saudaraku seiman – mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada Anda – ketahuilah bahwa su’ul khatimah tidak akan terjadi pada diri orang yang saleh secara lahir dan batin di hadapan Allah.
Terhadap orang-orang yang jujur dalam ucapan dan perbuatannya, tidak pernah terdengar cerita bahwa mereka su’ul khotimah. Su’ul khotimah hanya terjadi pada orang yang rusak batinnya, rusak keyakinannya, serta rusak amalan lahiriahnya; yakni terhadap orang-orang yang nekat melakukan dosa-dosa besar dan berani melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Kemungkinan semua dosa itu demikian mendominasi dirinya sehingga ia meninggal saat melakukannya, sebelum sempat bertobat dengan sungguh-sungguh.
Perlu diketahui bahwa su’ul khotimah memiliki berbagai sebab yang banyak jumlahnya. Di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Berbuat syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Pada hakikatnya, syirik adalah ketergantungan hati kepada selain Allah dalam bentuk rasa cinta, rasa takut, pengharapan, doa, tawakal, inabah (taubat), dan lain-lain.
2. Berbuat bid’ah dalam melaksanakan agama. Bid’ah adalah menciptakan hal baru yang tidak ada tuntunannya dari Allah dan Rasul-Nya. Penganut bid’ah tidak akan mendapat taufik untuk memperoleh husnul khatimah, terutama penganut bid’ah yang sudah mendapatkan peringatan dan nasihat atas kebid’ahannya. Semoga Allah memelihara diri kita dari kehinaan itu.
3. Terus menerus berbuat maksiat dengan menganggap remeh dan sepele perbuatan-perbuatan maksiat tersebut, terutama dosa-dosa besar. Pelakunya akan mendapatkan kehinaan di saat mati, di samping setan pun semakin memperhina dirinya. Dua kehinaan akan ia dapatkan sekaligus dan ditambah lemahnya iman, akhirnya ia mengalami su’ul khotimah.
4. Melecehkan agama dan ahli agama dari kalangan ulama, dai, dan orang-orang saleh serta ringan tangan dan lidah dalam mencaci dan menyakiti mereka.
5. Lalai terhadap Allah dan selalu merasa aman dari siksa Allah. Allah berfirman,
أَفَأَمِنُوا۟ مَكْرَ ٱللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْخَٰسِرُونَ
“Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga). Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf: 99)
6. Berbuat zalim. Kezaliman memang ladang kenikmatan namun berakibat menakutkan. Orang-orang yang zalim adalah orang-orang yang paling layak meninggal dalam keadaan su’ul khotimah. Allah berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Qasas: 50)
7. Berteman dengan orang-orang jahat. Allah berfirman,
وَيَوۡمَ يَعَضُّ ٱلظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيۡهِ يَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي ٱتَّخَذۡتُ مَعَ ٱلرَّسُولِ سَبِيلٗا (٢٧) يَٰوَيۡلَتَىٰ لَيۡتَنِي لَمۡ أَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِيلٗا (٢٨)
“(Ingatlah) hari ketika orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan yang lurus bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan sebagai teman akrabku” (QS. Al Furqaan [25] : 27-28)
8. Bersikap ujub. Sikap ujub pada hakikatnya adalah sikap seseorang yang merasa bangga dengan amal perbuatannya sendiri serta menganggap rendah perbuatan orang lain, bahkan bersikap sombong di hadapan mereka. Ini adalah penyakit yang dikhawatirkan menimpa orang-orang saleh sehingga menggugurkan amal saleh mereka dan menjerumuskan mereka ke dalam su’ul khotimah.
Demikianlah beberapa hal yang bisa menyebabkan su’ul khotimah. Kesemuanya itu adalah biang dari segala keburukan, bahkan akar dari semua kejahatan. Setiap orang yang berakal hendaknya mewaspadai dan menghindarinya, demi menghindari su’ul khotimah.
Tanda-tanda husnul khotimah
Tanda-tanda husnul khotimah cukup banyak. Di sini kami menyebutkan sebagian di antaranya saja:
1. Mengucapkan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah saat meninggal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang akhir ucapan dari hidupnya adalah laa ilaaha illallaah, pasti masuk surga” (HR. Abu Dawud dll, dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil)
2. Meninggal pada malam Jumat atau pada hari Jumat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap muslim yang meninggal pada hari atau malam Jumat pasti akan Allah lindungi dari siksa kubur” (HR. Ahmad)
3. Meninggal dengan dahi berkeringat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang mukmin itu meninggal dengan berkeringat di dahinya” (HR. Ahmad, Tirmidzi dll, dishahihkan oleh Al Albani)
4. Meninggal karena wabah penyakit menular dengan penuh kesabaran dan mengharapkan pahala dari Allah, seperti penyakit kolera, TBC, dan lain sebagainya
5. Wanita yang meninggal saat nifas karena melahirkan anak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang wanita yang meninggal karena melahirkan anaknya berarti mati syahid. Sang anak akan menarik-nariknya dengan riang gembira menuju surga” (HR. Ahmad)
6. Munculnya bau harum semerbak, yakni yang keluar dari tubuh jenazah setelah meninggal dan dapat tercium oleh orang-orang di sekitarnya. Sering kali itu didapatkan pada jasad orang-orang yang mati syahid, terutama syahid fii sabilillah.
7. Mendapatkan pujian yang baik dari masyarakat sekitar setelah meninggalnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati jenazah. Beliau mendengar orang-orang memujinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Pasti (masuk) surga.” Beliau kemudian bersabda, “Kalian – para sahabat – adalah para saksi Allah di muka bumi ini” (HR. At Tirmidzi)
8. Melihat sesuatu yang menggembirakan saat ruh diangkat. Misalnya, melihat burung-burung putih yang indah atau taman-taman indah dan pemandangan yang menakjubkan, namun tidak seorang pun di sekitarnya yang melihatnya. Kejadian itu dialami oleh sebagian orang-orang saleh. Mereka menggambarkan sendiri apa yang mereka lihat pada saat sakaratul maut tersebut dalam keadaan sangat berbahagia, sedangkan orang-orang di sekitar mereka tampak terkejut dan tercengang saja.
Bagaimana kita menyambut kematian?
Saudara tercinta, sambutlah sang kematian dengan hal-hal berikut:
1. Dengan iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik maupun buruk.
2. Dengan menjaga salat lima waktu tepat pada waktunya di masjid secara berjamaah bersama kaum muslim dengan menjaga kekhusyukan dan merenungi maknanya. Namun, salat wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid.
3. Dengan mengeluarkan zakat yang diwajibkan sesuai dengan takaran dan cara-cara yang disyariatkan.
4. Dengan melakukan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala.
5. Dengan melakukan haji mabrur, karena pahala haji mabrur pasti surga. Demikian juga umrah di bulan Ramadhan, karena pahalanya sama dengan haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
6. Dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunah, yakni setelah melaksanakan yang wajib. Baik itu salat, zakat, puasa maupun haji. Allah menandaskan dalam sebuah hadis qudsi, “Seorang hamba akan terus mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintai-Nya.”
7. Dengan segera bertobat secara ikhlas dari segala perbuatan maksiat dan kemungkaran, kemudian menanamkan tekad untuk mengisi waktu dengan banyak memohon ampunan, berzikir, dan melakukan ketaatan.
8. Dengan ikhlas kepada Allah dan meninggalkan riya’ dalam segala ibadah, sebagaimana firman Allah,
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah [98] : 5)
9. Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya. Hal itu hanya sempurna dengan mengikuti ajaran Nabi, sebagaimana yang Allah firmankan,
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
“Katakanlah, ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang” (QS. Ali Imran [3] : 31)
10. Dengan mencintai seseorang karena Allah dan membenci seseorang karena Allah, berloyalitas karena Allah, dan bermusuhan karena Allah. Konsekuensinya adalah mencintai kaum mukmin meskipun saling berjauhan dan membenci orang kafir meskipun dekat dengan mereka.
11. Dengan rasa takut kepada Allah, dengan mengamalkan ajaran kitab-Nya, dengan rida terhadap rizki-Nya meski sedikit, namun bersiap diri menghadapi Hari Kemudian. Itulah hakikat dari takwa.
12. Dengan bersabar menghadapi cobaan, bersyukur kala mendapatkan kenikmatan, selalu mengingat Allah dalam suasana ramai atau dalam kesendirian, serta selalu mengharapkan keutamaan dan karunia dari Allah. Dan lain-lain.
Semoga selawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada sanak keluarga beliau dan para sahabat beliau.
Sumber: Misteri Menjelang Ajal, Kisah-Kisah Su’ul Khatimah dan Husnul Khatimah, penerjemah Al Ustadz Abu ‘Umar Basyir Hafizhahullah.
Penyusun: Ari Wahyudi