Vaksinasi virus corona merupakan ikhtiar yang harus dilakukan. Mengapa demikian? Sebab, dengan melakukan vaksinasi, kita tengah berusaha untuk melindungi diri sendiri sekaligus orang sekitar dari virus corona atau virus SARS-CoV-2.
Melakukan vaksinasi virus corona juga merupakan upaya untuk mengendalikan pandemi yang sudah menyerang dunia selama dua tahun. Saat ini, Indonesia tengah berada dalam fase kedua gelombang besar Covid-19.
Maka, melakukan vaksinasi virus corona adalah langkah yang bijak untuk menganggulangi gelombang tersebut dan merupakan pelaksanan tanggung jawab sebagai warga negara yang baik.
Apa saja sebenarnya alasan mengapa harus melakukan vaksinasi virus corona?
Pengakuan Lembaga Fatwa Islam
Pertama, adanya pengakuan dari lembaga Islam dunia.
Menurut Lembaga Fatwa Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir bahwa pada dasarnya Islam mengaharuskan mempergunakan zat yang suci dan tak berbahaya pada makanan dan obat-obatan. Menurut hukum asal; haram hukumnya memberikan sesuatu yang tak suci dan berbahaya pada makanan dan obat-obatan.
Namun, Menurut Lembaga Fatwa Al-Azhar ada pengecualian hukum. Ketika dalam keadaan darurat (uzur) dan saat ada kebutuhan mendesak, maka hukumnya boleh menggunakan sesuatu meski bercampur zat yang haram.
Dalam hal ini, termasuk menggunakan vaksin Covid-19 yang mengandung zat babi. Namun dengan catatan; penggunaan zat babi dalam vaksin haru melalui kontrol yang ketat dari pemerintah. Pendek kata, pada saat pandemi Covid-19 ini, untuk menghilangkan Virus Corona, maka vaksin yang mengandung zat babi, boleh hukumnya.
Ada pun dasar hukum kebolehan menggunakan vaksin yang mengandung zat babi tersebut sebagai berikut;
Pertama, dalam Al-Qur’an, Allah memberikan keringanan hukum bagi seseorang orang dalam keadaan darurat. Tegas dalam Al-Qur’an, Allah membolehkan seseorang makan bangkai, ketika dalam keadaan uzur dan terpaksa.
Pun dalam kasus kasus vaksin yang mengandung sebagian zat babi (bukan babi semua), maka hukumnya diperbolehkan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah ayat 173;
حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Kedua, dalam kaedah ushul fiqih, apabila terdapat dua hal yang membahayakan, maka dipilih yang kecil mudaratnya (kebinasaannya). Nah dalam persoalan antara vaksin yang mengandung zat babi dan Covid-19 yang kian mengganas, maka Covid-19 tercatat sebagai sesuatu yang lebih besar mudaratnya. Untuk itu, menggunakan vaksin yang mengandung zat babi bisa dipergunakan untuk menyelamatkan nyawa manusia.
Ketiga, sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Suyuti dalam kitab Al-Asybah Wa An-Nazhair;
الحاجة العامة قد تنزل منزلة الضرورة
Artinya; hajat (kebutuhan) orang banyak, itu akan menempati hukum darurat.
Nah dalam keadaan ini, hajat (kebutuhan) orang yang banyak itu menempati hukum darurat. Vaksin dalam hal ini, merupakan kebutuhan semua bangsa dan seluruh umat manusia. Bagaimana tidak? Pandemi ini sudah membunuh jutaan orang. Dan menimpa puluhan juta manusia, maka vaksin dalam ini merupakan suatu keniscayaan.
Selanjutnya, Lembaga Komisi Fatwa Al Jazair mengatakan vaksinasi Covid-19 merupakan sesuatu yang dianjurkan syariat. Pasalnya, menurut syariat Islam berobat ketika diserang penyakit suatu perintah hukum syariat. Untuk itu, vaksinasi Covid-19 diperlukan guna melawan penyebaran virus Corona.
Komisi Fatwa Al Jazair mengeluarkan istruksi berikut;
إنّ التلقيح ضد فيروس كورونا ضروري لمواجهة هذه الجائحة, ينبغي العمل بتوجيهات السلطات الطبية في البلاد التي تؤكد ضرورة تلقي اللقاح
Artinya: Vaksinasi terhadap Covid-19 diperlukan sebagai upaya untuk menghadapi pandemi Corona. Untuk itu, arahan dari pihak otoritas medis berupa vaksinasi harus diikuti oleh setiap warga negara.
Pada dasarnya, syariat Islam memerintahkan setiap orang sakit untuk berobat. Hal itu sejatinya bersumber dari sabda nabi Muhammad yang memerintahkan setiap orang sakit untuk berobat. Pasalnya, saban penyakit yang diturunkan Allah, Tuhan pun juga menurunkan obat sebagai penawar penyakit itu.
Lembaga Fatwa Uni Emirat mengatakan vaksinasi merupakan tuntunan syariat. Para ulama ada yang mengatakan berobat hukumnya sunat. Namun, dalam keadaan Covid-19, Ketua Lembaga Fatwa UEA, Syekh Abdallah bin Bayyah mengatakan setiap manusia wajib hukumnya menjaga dirinya dan hidupnya agar terhindar dari wabah.
Lebih lanjut, Dewan Fatwa Uni Emirat Arab mengatakan boleh hukumnya menggunakan vaksin Covid-19 yang mengandung babi. Ketua Lembaga Fatwa Syekh Abdallah bin Bayyah menyebutkan pada saat darurat virus Corona seperti saat ini, vaksin sangat diperlukan. Sekalipun vaksin itu mengandung babi, saat darurat hukumnya boleh. Ketika kondisi Covid-19 ini, vaksin itu digolongkan dalam obat, bukan sebagai makanan.
Pada sisi lain, Lembaga Fatwa Uni Emirat Arab pun menjelaskan bahwa vaksinasi saat Ramadhan tak membuat puasa seseorang batal. Pasalnya, vaksinasi menggunakan suntikan intramuskuler tidak membatalkan puasa. Suntikan itu diberikan melalui otot seseorang, sehingga tidak mencapai perut.
Pendapat serupa juga diungkapkan Lembaga Fatwa Arab Saudi mengatakan, vaksinasi saat Ramadhan tak membatalkan puasa Ramadhan. Pasalnya, vaksin yang disuntikkan pada tubuh seseorang tidak tergolong makanan dan makanan. Dan vaksin itu juga bukan tergolong nutrisi. Vaksin pun disuntikan secara intramuskuler— jadi tak membatalkan puasa.
Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, mengatakan boleh hukumnya seorang divaksinasi Covid 19 pada saat ia berpuasa. Vaksinasi Covid 19 tak membatalkan puasa. Pasalnya pemberian vaksin melalui cara Intramuskuler yaitu injeksi ke dalam otot tubuh.
Mufti Kerajaan Arab Saudi Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh mengatakan:
لأنه ليس مفطر لكونه لا يعد طعامًا ولا شرابًا، كما أنه يعطى عن طريق العضل
Artinya: Vaksin tidak membatalkan puasa, karena keadaannya bukan tergolong kepada makanan dan minuman, dan vaksin itu diberikan secara intramuskuler (suntik ke otot).
Vaksin Sinovac Suci dan Halal
Kedua, vaksin Sinovac suci dan halal.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan tentang hasil rapat tim auditor vaksin Covid-19 Sivonac untuk Virus Corona. Hasilnya menyatakan bahwa hukum vaksin Covid-19 buatan Sinovac China adalah suci dan halal.
Keputusan tersebut adalah hasil dari sidang pleno Komisi Fatwa MUI pada Jumat (8/1). Sidang tersebut membahas tentang aspek syar’i vaksin Sinovac. Sidang diawali dengan pemaparan Tim Auditor MUI dan dilanjutkan dengan diskusi untuk menentukan kehalalan vaksin tersebut.
Komisi Fatwa MUI kemudian menyatakan bahwa hukum vaksin Covid-19 yang diproduksi produsen asal China, Sinovac. Penyampaian disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa yakni Asrorun Niam Sholeh.
Ia menjelaskan, “komisi Fatwa sepakat vaksin Covid-19 yang diproduksi Sinovac China hukumnya suci dan halal. Ini yang terkait aspek kehalalan.”
Untuk ketentuan penggunaan, Asrorun menyatakan bahwa MUI masih menunggu aspek keamanan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Maka, laporan yang dipaparkan MUI tentang produk vaksin Sinovac belum final sebab menunggu hasil final BPOM.
Fatwa utuhnya akan disampaikan setelah BPOM menyampaikan mengenai aspek keamanan untuk digunakan, apakah itu aman atau tidak, maka fatwa akan melihat aspek yang telah diuji oleh BPOM.
MUI menyatakan bahwa aspek halal dan thoyib adalah sebuah kesatuan yang tak terpisahkan. Keamanan produk vaksin pun menentukan hukum boleh tidaknya untuk menggunakan.
Setelah dilakukan diskusi panjang, rapat Komisi Fatwa pun menyepakati bahwa vaksin Covid-19 produksi Sinovac hukumnya suci dan halal.
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin (imunisasi) dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi penyebab penyakit-penyakit tertentu.
Pemberian vaksin disebut vaksinasi. Vaksinasi merupakan metode paling efektif untuk mencegah penyakit menular. Kekebalan karena vaksinasi terjadi menyeluruh di dunia sebagian besar bertanggung jawab atas pemberantasan cacar dan pembatasan penyakit seperti polio, campak, dan tetanus.
Efektivitas vaksinasi telah dipelajari dan diverifikasi secara luas, misalnya vaksin terbukti efektif termasuk vaksin influenza, vaksin HPV, dan vaksin cacar air. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa vaksin berizin saat ini tersedia untuk dua puluh lima infeksi yang dapat dicegah.
Vaksin Astrazeneca Aman
Ketiga, vaksin Astrazeneca aman digunakan.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan surat keputusan bahwa vaksin Astrazeneca halal dan suci. Untuk PWNU Jatim mengatakan bahwa vaksin tersebut aman digunakan umat Islam. Pendapat itu merupakan hasil Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) memutuskan hukum vaksin Astrazeneca halal dan suci meskipun ada mengandung unsur babi dalam proses pembuatannya.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar mengatakan meski vaksin Astrazeneca mengandung zat turunan hewani, namun pada tahapan produksinya menggunakan unsur nabati. Sehingga vaksin tersebut adalah suci. Pasalnya, pada produk akhir tidak terdapat kandungan unsur najis sama sekali.
Selanjutnya, PWNU dalam surat keputusannya No 859/PW/A-ll/L/III/2021 yang mengatakan masyarakat tak perlu gamang tentang kehalalan vaksin AstraZeneca. Pasalnya vaksin ini aman dan suci digunakan oleh umat Islam Indonesia. Untuk LBMNU Jawa Timur, mempunya kewajiban moral untuk membahas tuntas secara tuntas, kemudian menginformasikan itu kepada masyarakat luas.
Lebih lanjut dalam surat keputusannya No 859/PW/A-ll/L/III/2021 yang mencantumkan pelbagai poin penting terkait penggunan vaksin Astrazeneca sebagai berikut:
Bahwasanya vaksinasi Covid-19 wajib diikuti dan ditaati, karena merupakan kewajiban bersama sebagai warga negara Indonesia.
Perbuatan yang hukumnya wajib apabila diperintahkan oleh pemerintah akan mengukuhkan hukum wajib tersebut. Sehingga tidak menaati kebijakan tersebut adalah bertentangan dengan syara’.
Di sisi lain, vaksin Astrazeneca telah diterbitkan di sejumlah negara Islam. Seperti Saudi Arabia, Kuwait, Maroko, Bahrain, dan Mesir.
Alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas seharusnya sudah cukup untuk menguatkan kita agarmelakukan vaksinasi virus corona. Sebab, selain menyelamatkan diri sendiri, melakukan vaksinasi virus corona juga merupakan upaya untuk menyelamatkan bangsa.