Kekuasaan Allah SWT tidak ada batasnya dan tidak ada bandingannya.
Dalam Alquran diceritakan bahwa ada seseorang yang telah mati selama 100 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah SWT.
اَوْ كَالَّذِيْ مَرَّ عَلٰى قَرْيَةٍ وَّهِيَ خَاوِيَةٌ عَلٰى عُرُوْشِهَاۚ قَالَ اَنّٰى يُحْيٖ هٰذِهِ اللّٰهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ فَاَمَاتَهُ اللّٰهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهٗ ۗ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۗ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍۗ قَالَ بَلْ لَّبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ اِلٰى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۚ وَانْظُرْ اِلٰى حِمَارِكَۗ وَلِنَجْعَلَكَ اٰيَةً لِّلنَّاسِ وَانْظُرْ اِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوْهَا لَحْمًا ۗ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗ ۙ قَالَ اَعْلَمُ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?”
Lalu Allah mematikannya (orang itu) selama 100 tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.”
Allah berfirman, “Tidak, Engkau telah tinggal 100 tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.”
Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah 259).
Tafsir Kementerian Agama menjelaskan, dalam ayat ini, Allah memberikan perumpamaan lain, yang juga bertujuan untuk membuktikan kekuasaan-Nya.
Akan tetapi tokoh yang dikemukakan dalam perumpamaan ini bukanlah seorang yang ingkar dan tidak percaya kepada kekuasaan-Nya, melainkan seorang yang pada mulanya masih ragu tentang kekuasaan Allah, tetapi setelah melihat berbagai bukti yang nyata maka dia beriman dengan sepenuh hatinya dan mengakui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Diceritakan, orang itu pada suatu ketika berjalan melalui suatu desa yang sudah berupa puing-puing. Bangunannya sudah roboh, sehingga atap-atap yang jatuh ke tanah sudah tertimbun oleh reruntuhan dindingnya.
Karena masih meragukan kekuasaan Allah, maka ketika dia menyaksikan puing-puing tersebut dia berkata, “Mungkinkah Allah menghidupkan kembali desa yang telah roboh ini, dan mengembalikannya kepada keadaan semula?”
Keraguannya tentang kekuasaan Allah untuk dapat mengembalikan desa itu kepada keadaan semula, dapat kita terapkan kepada sesuatu yang lebih besar dari itu.
Yakni, “Kuasakah Allah untuk menghidupkan makhluk-Nya kembali pada Hari Kebangkitan, setelah mereka semua musnah pada hari kiamat?”
Oleh karena orang tersebut bukan orang kafir, melainkan orang yang masih berada dalam tingkat keragu-raguan tentang kekuasaan Allah, dan dia memerlukan bukti dan keterangan. Maka Allah berbuat sesuatu yang akan memberikan keterangan dan bukti tersebut kepadanya.
Setelah orang yang ragu itu menemukan desa yang sunyi sepi dan bangunan-bangunannya sudah menjadi puing, dia masih menemukan pohon-pohon yang sedang berbuah.
Lalu dia berhenti di suatu tempat, dan setelah menambatkan keledainya maka dia mengambil buah-buahan dan dimakannya.
Sesudah makan, dia tertidur.
Pada saat itu Allah SWT mematikannya, yaitu dengan mengeluarkan ruhnya dari jasadnya. 100 tahun kemudian Allah SWT menghidupkan-Nya kembali, dengan mengembalikannya seperti keadaan semula, dan mengembalikan ruhnya ke tubuhnya.
Proses menghidupkan kembali ini berlangsung dengan cepat dan mudah, tanpa melalui masa kanak-kanak dan sebagainya. Sisa makanan yang ditinggalkannya sebelum dia dimatikan, ternyata masih utuh dan tidak rusak, sedang keledainya sudah mati, tinggal tulang-belulang.
Setelah dia dihidupkan seperti semula, maka Allah mengajukan suatu pertanyaan kepadanya, “Sudah berapa lamakah kamu berada di tempat itu?” Allah SWT mengajukan pertanyaan itu untuk menunjukkan kepadanya bahwa dia tidak dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk hal ihwal dirinya sendiri. Hal ini ternyata benar. Orang itu menyangka bahwa dia berada di tempat itu baru sebentar saja, yaitu sehari atau setengah hari.
Sebab itu dia menjawab, “Aku berada di tempat ini baru sehari atau setengah hari saja”. Lalu Allah menerangkan kepadanya bahwa dia telah berada di tempat itu 100 tahun lamanya. Kemudian Allah menyuruhnya untuk memperhatikan sisa-sisa makanan dan minuman yang ditinggalkannya seratus tahun yang lalu, yang masih utuh dan tidak rusak. Ini membuktikan kekuasaan Allah, sebab biasanya makanan menjadi rusak setelah dua atau tiga hari saja. Allah juga menyuruhnya untuk memperhatikan keledainya yang telah menjadi tulang-belulang di tempat itu.
Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menyusun tulang-tulang itu menjadi seperti semula. Sesudah itu diberi-Nya daging dan kulit serta alat tubuh lainnya, serta ditiupkan-Nya ruh ke tubuh keledai itu sehingga ia hidup kembali.
Setelah melihat berbagai kenyataan itu semua, maka orang tersebut menyatakan imannya dengan ucapan, “Sekarang aku yakin benar bahwa Allah Mahaluasa atas segala sesuatu, termasuk menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati.” Berdasarkan keyakinan itu hilanglah keragu-raguannya tentang hari kebangkitan. Dalam ayat ini Allah SWT tidak menjelaskan nama orang tersebut serta nama negeri yang dilaluinya. Yang penting dalam ayat ini adalah pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa itu.