Pada pertengahan 2019 silam, dunia dikejutkan oleh temuan yang menyebutkan bahwa para astronom telah menemukan air di Planet luar tata surya. Temuan yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Astronomy ini membuat planet bernama K2-18b yang berada di zona layak huni Goldilocks tersebut menjadi kandidat terkuat dalam upaya pencarian kehidupan alien (Kompas, 14/9/2019).
Sepanjang sejarah penelitian yang dilaksanakan oleh para astronom dunia, planet tersebut diklaim berpotensi dapat dihuni oleh manusia karena temperaturnya tepat dan ada sumber air. Temuan ini, sekali lagi, semakin membuka harapan akan adanya makhluk dan kehidupan di luar bumi. Temuan ini merupakan temuan yang paling spektakuler di abad saat ini.
Jauh sebelum para astronom meneliti dan berusaha keras menemukan kehidupan di luar planet bumi, Alquran lebih dulu sudah memberikan isyarat tentang adanya kehidupan di luar bumi. Berkaitan dengan petunjuk tersebut, para ulama berusaha memahami petunjuk Alquran tentang sains tersebut. Salah satunya adalah Thanthawi Jauhari (1870-1940 M).
Beliau mempunyai karya tafsir yang bercorak ilmiah, yaitu Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an. Tafsir ini mengupas ayat-ayat Alquran dengan pendekatan saintifik. Misalnya, ketika menafsirkan QS. AN-Nur ayat 43 tentang siklus hujan. Ia menjelaskan bahwa proses turunnya hujan diawali dengan Allah menggerakkan awan hingga terbentuk gumpalan tebal disebabkan dorongan angin sebagaimana disinggung dalam QS. Al-Furqan: 48 dan Al-Hijr: 22 ( Lihat Thanthawi Jauhari, al-Jawahir, juz 6, hlm. 209).
Meskipun Tafsir Jawahir belum secara spesifik mengupas tentang petunjuk Alquran mengenai kehidupan di luar planet tata surya, namun keberadaan tafsir tersebut mendorong umat Islam dalam memahami, mendalami, dan menguasai perkembangan ilmu pengetahuan modern ( Abdul Majid, Ittijahat al tafsir fi ‘Asr al-Rahim, Beirut: Darul Bayariq, 1982, hlm. 149).
Pada gilirannya, bermunculan ulama yang berkhidmat mengkaji Alquran dengan menggunakan pendekatan sains modern, diantaranya ada Fakhrudin ar-Razi, Muhammad Abdul, Nasr Hamid Abu Zayd, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan betapa Alquran tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan juga tidak ketinggalan zaman. Bahkan terkait sisi keilmiahan Alquran, ada orientalis terkenal, yakni Muraice Bucaille menulis buku “Bibel, Quran and Sains Modern (1976).
Isyarat Alquran tentang Kehidupan di Luar Angkasa
Kajian Mahdi Ghulsani menyebutkan bahwa di dalam Alquran, kata ‘ilm’ dan kata-kata turunannya digunakan lebih dari 780 kali ( Ghulsani, Filsafat Sains Menurut Alquran, 2001). Hal ini menegaskan betapa ilmu dalam Islam memiliki posisi yang stragis dan utama.
Kajian tentang makhluk di luar angkasa lazim disebut dengan ilmu astronomi. Dalam sejarah Islam, astronomi dikembangkan untuk kepentingan praktis maupun teoritas serta spiritualis. Di antara ayat dalam Alquran tang menginspirasi ilmuan muslim, khususnya di bidang astronomi adalah: QS. Yunus [10]: 5, QS. An-Nahl [16]: 12-16, QS. Al-Hajj [22]: 65, QS. Yasin [36]: 38-40 dan al-Rahman [55]: 33. (lihat Muqawin, Jaringan Keilmuan Asronomi Dalam Islam pada Era Klasik pada Jurnal Kaunia, vol. III, no. 1, April 2007, glm. 69-70).
Berkaitan dengan kehidupan makhluk di luar tata surya (angkasa) yang menghebohkan dunia beberapa waktu lalu, sesungguhnya Alquran lebih dulu mengkonfirmasi akan fenomena tersebut, salah satunya, sebagaimana termaktub dalam QS. Asy-Syuara ayat 29.
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦ خَلۡقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِن دَآبَّةٖۚ وَهُوَ عَلَىٰ جَمۡعِهِمۡ إِذَا يَشَآءُ قَدِيرٞ
Artinya: “Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.”
Fakhrudin Ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan ayat di atas merupakan salah satu keagungan Allah, yakni menciptakan makhluk yang serupa dengan penghuni bumi ( Fakhrudin Ar-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, juz 9, hlm. 261).
Al-Qur’an telah menyatakan bahwa Allah meluaskan langit dengan berekspansinya galaksi-galaksi tersebut,”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (atau kekuatan) Kami dan sesungguhnya Kamilah yang meluaskannya.” (QS. Adz-Dzariyat: 48). Ini menunjukkan adanya korelasi antara konsepsi al-Qur’an dengan teori Expandingnya Edwin Hubble, di mana benda-benda alam semesta ini terus berkembang meluas sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dari yang satu dengan yang lain. Semua itu adalah menurut perintah Allah Yang menciptakannya, dan terus demikian sampai pada waktu yang telah ditentukan. (Ahmad Baiquni, Islam dan Pengetahuan Modern, 1983, hlm. 21).
Jika selama ini para ilmuan menyebutkan bahwa dalam sistem tata surya, terdapat 9 palnet. Namun lain halnya dengan ilmuan Islam Nazwar Syamsu. Berangkat dari QS. Yusuf: 4, ia menyimpulkan bahwa bahwa planet dalam tata surya ini semula ada 11 buah, yang satu sudah hancur, sehingga kini tinggal ada 10 planet yang permanen. Planet yang kesepuluh itu disebut planet “Muntaha” yaitu planet yang terjauh dalam tata surya ini, dan kesanalah Nabi Muhammad pernah bermi’raj :“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratil Muntaha (QS. An-Najm: 13-14). Lihat Nazwar Syamsu, Alquran dan Tanya Jawab Ilmiah, hlm. 32).
Dengan demikian, temuan planet baru yang memungkinkan dihuni oleh manusia sesungguhnya merupakan isyarat dari Alquran. Langit yang luasnya tidak terjangkau oleh perhitungan akal manusia itu, menurut Alquran, bukanlah ruang yang kosong. Artinya, di luar angkasa terdapat benda-benda dan makhluk Allah. Semua itu merupakan bagian dari kebesaran Allah SWT yang harus kita imani.