Perut kenyang kerap melalaikan Muslim dari ibadah
Yahya bin Mu’adz ar-Razi dikenal sebagai seorang ulama yang arif, ahli hikmah dan pemberi nasihat di zamannya. Tidak ditemukan kitab buah penanya, tapi ajaran-ajaran kebaikan darinya dikutip banyak penulis yang datang belakangan.
Salah satu ajarannya dikutip ulama asal Banten, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya yang berjudul Nashaih al-‘Ibad, khususnya tentang dampak selalu dalam keadaan kenyang. Menurut Syekh Nawawi, Yahya bin Mu’adz al-Razi berkata:
من كثر شبعه كثر لحمه، ومن كثر لحمه كثرت شهوته، ، ومن كثرت شهوته كثرت ذنوبه، ومن كثرت ذنوبه، قسى قلبه، ومن قسى قلبه غرق فى آفات الدنيا وزينتها
Dalam hikmah tersebut, menurut Syekh Nawawi, Yahya bin Mu’adz menyampaikan bahwa barang siapa yang selalu kenyang perutnya, maka banyak dagingnya. Berbeda dengan orang yang makannya banyak untuk kerja keras dalam berdzikir, itu tidaklah menjadi masalah.
Menurut Syekh Nawawi, sebagian wali tarekatnya adalah memperbanyak makan, sebab makanan itu akan tercerna dengan cepat, menjadi seimbang dengan semangat ibadah tinggi yang membutuhkan banyak kalori, berbeda dengan zikir penyejuk hati seperti shalawat.
Selain itu, Yahya bin Mu’adz juga menyampaikan bahwa barang siapa yang banyak dagingnya, maka besar syahwatnya. Sebab, hal yang bisa memadamkan syahwat adalah rasa lapar.
Kemudian, barang siapa yang besar syahwatnya, maka banyak dosanya. Menurut Syekh Nawawi, dosa itulah yang membuat orang terhalangi dengan Allah.
Selanjutnya, dalam kata-kata hikmah berbahasa Arab tersebut, Yahya bin Mu’adz juga mengatakan, barang siapa yang banyak dosanya, maka keras hatinya. Maka, dia pun tidak bisa menerima nasihat. Kemudian, barang siapa yang keras hatinya, maka dia akan tenggelam dalam lautan kenistaan dan kemewahan duniawi.