Qiyamuhu binafsihi adalah salah satu dari 20 sifat wajib bagi Allah. Secara harfiyah, qiyamuhu binafsihi memiliki makna berdiri sendiri. Ini artinya bahwa Allah swt tidak butuh bantuan selain Allah. Kebalikan dari sifat wajib qiyamuhu binafsihi adalah ihtiyajuhu bimujidin, artinya Allah membutuhkan kepada yang mengadakan.
Sepintas maksud dari sifat ini untuk memberitahukan bahwa pewujudan Allah swt tidak didasarkan faktor lain sebagaimana manusia atau makhluk lainnya yang tercipta dari satu bentuk ke bentuk lain dengan suatu proses tertentu, dan ada dzat yang menciptakannya. Namun pemahaman qiyamuhu binafsihi tidak lah sebatas sampai di sana saja. Ada tiga hal penting yang menjadi sasaran dari sifat tersebut, yaitu:
- Bagaimana Pewujudan Allah swt
Jika pada pewujudan manusia, adalah percampuran antara sperma dan ovum. Sehingga pewujudan manusia secara umum membutuhkan kepada dua dzat tersebut. Tanpa kedua dzat tersebut maka tidak ada pewujudan manusia. Bahasa kasar lainnya, anak membutuhkan ayah dan ibu.
Konsep ini menunjukkan bahwa pewujudan manusia membutuhkan hal lain agar terwujud manusia. Ini tidak terjadi bagi Allah, Allah wujud tanpa membutuhkan kepada yang mewujudkan kepada Allah, tanpa butuh kepada ayah dan ibu agar terwujud Allah. Sebagaimana ayat 3 surat al Ikhlah:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Artinya: “Dia tidak melahirkan dan juga tidak dilahirkan” (QS. Al Ikhlash: 3)
Makna “tidak dilahirkan” ini merupakan sindiran bahwa Allah tidak terlahir dari apapun, sebagaimana manusia, binatang dan makhluk lainnya yang terlahir dari satu dzat dengan dzat yang lain. Jika demikian, berarti Allah ada dengan sendirinya tanpa harus ada yang mengadakan.
- Bagaimana Allah Mewujudkan Makhluk
Pemahaman lain dari sifat qiyamuhu binafsihi ialah tentang bagaimana Allah mewujudkan makhluk. Jika pada manusia ketika hendak membangun rumah atau bangunan besar, maka membutuhkan orang lain agar bisa membangunnya. Ini tidak terjadi bagi Allah ketika menciptakan makhluk apapun. Allah tidak membutuhkan kawan untuk membantu dalam pewujudannya.
Hal ini disampaikan sebagaimana dalam ayat 111 surat al Isra’:
وَقُلِ الْحَمْدُ لله الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا
Artinya: “Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya” (QS. al Isra’: 111)
- Bagaiamana Keberadaan Allah
Di ayat lain, Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Artinya: “Allah tidak sama dengan apapun” (QS. Al Syura: 11)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak sama dengan makhluknya dalam segi apapun. Jika makhluk dari kecil sampai yang besar semuanya pasti terikat tempat dan arah. Tidak ada manusia yang hidup tanpa ada di suatu tempat. Tidak ada satu manusia pun sejak masa Nabi Adam as hingga sekarang yang tidak terikat dengan arah. Artinya, fakta ini menunjukkan bahwa makhluk sangat butuh dengan adanya tempat dan arah. Namun hal ini tidak terjadi bagi Allah. Allah terbebas dari arah dan tempat. Allah sama sekali tidak butuh dengan tempat dan arah sejak dahulu hingga sekarang. Karena keduanya adalah makhluk. Jadi mustahil bagi Allah membutuhkan kepada makhluk. Jika Allah butuh kepada tempat dan arah, lalu bagaimana keberadaan Allah sebelum menciptakan tempat dan arah tersebut ?
Jadi sifat qiyamuhu binafsihi tidak hanya sebatas berdiri dalam aspek pewujudan Allah semata tetapi ada dua makna lain yang harus dipahami umat Islam selain makna tersebut.
Wallahu a’lam