Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfudin berharap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat memberikan pencerahan, agar umat Islam tidak memaksakan diri berangkat umroh di masa pandemi. Apalagi kasus Covid-19 varian baru omicron terus meningkat.
“Untuk menyikapi kondisi ini, peran dan kehadiran MUI diperlukan,” kata Ade Marfudin saat dihubungi Republika, kemarin.
Dalam kondisi ini MUI bisa menjelaskan kaidah dalam ushul fiqh tentang dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih atau menghindari keburukan harus didahulukan daripada meraih kebaikan. Untuk itu kata dia, MUI sebagai penjaga umat dapat memberikan pemahaman urgensi umroh di masa pandemi.
“Untuk memberikan penguatan tentang urgensi ibadah umroh di tengah pandemi,”katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof KH Cholil Nafis pernah menyarankan masyarakat tidak memaksakan berumroh di masa pandemi Covid-19. Menurutnya calon jamaah umroh perlu mempertimbangkan risiko kesehatan maupun besaran biaya tambahan yang harus dikeluarkan terkait aturan karantina.
“Menurut saya, meskipun dibuka, sebaiknya ditunda dulu untuk melaksanakan umroh, karena pertama tidak efektif melaksanakan umroh sebab di sini di karantina, di sana karantina,” katanya.
Menurut Kiai Cholil, di situasi saat ini, terlalu mahal jika mengejar pahala sunnah sampai harus mengeluarkan uang sebesar Rp 50 juta hingga Rp 70 juta. Padahal, ada ibadah sunnah setelah subuh yang pahalanya sama dengan ibadah umrah dan haji, bahkan ada jaminan diterima.
Andaikan masih membahayakan dan ketentuan karantina juga merepotkan, Kiai Cholil merekomendasikan untuk menunda berangkat beribadah ke Tanah Suci. Ia mengingatkan, banyak ibadah sunnah lainnya yang bisa dikejar umat.
“Uang yang dipakai kenapa nggak diberikan sebagai bantuan kepada orang yang nggak mampu, yang sekarang terkena pandemi ini, mereka kan lebih membutuhkan. Jadi, jangan sampai kita menjadi egois dalam beribadah,” katanya.