Di era sekarang ini banyak sekali orang-orang yang melakukan interaksi atau berkomunikasi melalui media sosial, baik dalam bentuk tulisan, audio maupun foto dan gambar di media sosial. Bahkan tidak sedikit ditemukan konten-konten yang kurang patut dilihat seperti gambar tak senonoh ataupun foto perempuan seksi. Lantas, bagaimana hukum melihat foto seksi di media sosial?
Dalam literatur fikih Syafi’i, ditemukan beberapa ulama yang menjelaskan hukum persoalan semacam ini. Imam Abu Bakr al-Syatha al-Dimyathi tidak mengharamkan melihat aurat perempuan dari semacam cermin atau air. Hal itu dikarenakan yang dilihat laki-laki hanyalah sosok yang semisal dari seorang perempuan, bukan perempuan itu sendiri. Sebagaimana dalam kitab Hasyiyah I’anah al-Thalibin, juz 3 halaman 301 berikut,
قوله: لا في نحو مرآة أي لا يحرم نظره لها في نحو مرآة كماء وذلك لانه لم يرها فيها وإنما رأى مثالها
Artinya : “ Adapun pendapat ulama tidak dalam semisal cermin maksudnya adalah tidak haram melihat aurat perempuan dari semacam cermin atau air. Hal itu dikarenakan yang dilihat laki-laki hanyalah sosok yang semisal dari seorang perempuan, bukan perempuan itu sendiri”.
Hal ini sebagaimana juga dijelaskan dalam kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Quwaitiyah berikut,
عند الشّافعيّة : لا يحرم النّظر – ولو بشهوة – في الماء أو المرآة قالوا : لأنّ هذا مجرّد خيال امرأة وليس امرأة
Artinya : “Menurut mazhab Syafi’i, tidak haram melihat (aurat perempuan) dari pantulan cahaya yang berada di dalam air atau cermin. Mereka beralasan, karena objek yang dilihat bukanlah tubuh (aurat) dari seorang perempuan itu, melainkan hanyalah bayangan atau gambar dari sosok yang berada di balik itu”
Imam Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan lebih lanjut mengenai penjelasan diatas. Menurut beliau Konteks dari kebolehan melihat gambar atau bayangan yang semisal dari aurat perempuan adalah ketika tidak terjadi fitnah dan syahwat. Sebagaimana dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj, juz 7 halaman 192 berikut,
ومحل ذلك أى عدم حرمة نظر المثال كما هو ظاهر حيث لم يخش فتنة ولا شهوة
Artinya : Konteks dari kebolehan melihat gambar atau bayangan yang semisal dari aurat perempuan adalah ketika tidak terjadi fitnah dan syahwat”.
Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan lebih lanjut mangenai keterangan yang dimaksud fitnah dalam kasus diatas. Menurut beliau yang dimaksud fitnah di sini adalah faktor yang mendorong seseorang untuk berzina, bermesraan, dan sejenisnya. Sebagaimana dalam kitab Asna al-Mathalib fi Syarh Raudh al-Thalib juz 3, halaman 110 berikut,
أما النظر والإصغاء لما ذكر عند خوف الفتنة أي الداعي إلى جماع أو خلوة أو نحوهما فحرام
Artinya : “Hukum keharaman melihat dan mendengarkan kepada sesuatu yang telah disebutkan adalah ketika dikhawatirkan fitnah. Yang dimaksud fitnah di sini adalah faktor yang mendorong seseorang untuk berzina, bermesraan, dan sejenisnya”.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa, seseorang diharamkan untuk melihat gambar atau bayangan yang semisal dari aurat perempuan seperti foto perempuan seksi di media sosial disertai dengan adanya syahwat. Dengan kata lain, hukum melihat foto seksi di media sosial adalah haram.
Namun, apabila semisal tidak sengaja melihat foto seksi di media sosial yang tidak sampai menimbulkan syahwat maka tidak diharamkan. (Baca: Saat Terjadi Heboh di Media Sosial, Lebih Baik Diam atau Ikut Bersuara?)
Dengan demikian, jika hal itu karena unsur ketidaksengajaan, maka sebaiknya menundukkan pandangan dan segeralah mengganti konten tersebut dengan konten yang lebih positif. Semoga penjelasan terkait hukum melihat foto seksi di media sosial memberikan manfaat. Wallahu a’lam.