Berdakwah tidak Harus Mencerca Keyakinan Orang Lain

Haruskah meyakinkan orang lain dengan cara merusak keyakinan orang lain? Haruskah memperkuat keimanan kelompok kita dengan cara menyerang keyakinan orang lain? Kenapa kita harus merasa kuat iman dengan cara melemahkan keimanan orang lain? Tidakkah kita memiliki keimanan yang kuat, tanpa tergantung dengan keyakinan orang lain?

Rasanya masih banyak pertanyaan penting terkait fenomena keumatan hari ini yang seolah ingin berdakwah, tetapi dengan cara harus merusak keyakinan orang lain. Nampaknya kita merasa minder dengan keyakinan iman kita. Merasa keyakinan yang lain kuat sehingga harus dilemahkan untuk memperkuat keimanan kita.

Sungguh ironi. Al-Quran telah memperingatkan : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Surat al- An’am ayat 108).

Sebab turunnya ayat tersebut bahwa dahulu ada seorang muslim yang menghina sesembahan kaum musyrik (berhala). Dan hinaan tersebut berujung kemudharatan, lantas Allah menurunkan ayat tersebut. Dahulu di jaman Rasulullah, beberapa sahabat menyebarkan Islam dengan cara menghina sesembahan kaum musyrik. Mengetahui hinaan tersebut, kaum musrik merasa terganggu karena merasa tuhannya direndahkan, maka merekapun mengancam para sahabat, jika cara dakwah mereka tetap seperti itu maka mereka juga tak akan segan untuk berbalik memaki Allah.

Islam dengan tegas melarang umatnya menghina, mengolok-olok, mencela, menista dan mencaci-maki agama lain diluar Islam. Larangan tersebut merupakan bagian dari toleransi yang diajarkan Islam. Larangan memaki agama lain diturunkan karena makian akan berbuah makian pula.

Sayangnya belakangan ini media sosial kita ramai memberitakan bahwa ada seseorang yang mengaku muslim menendang sesajen yang disiapkan umat agama lain untuk pemujaan terhadap Tuhannya. Dalam surat di atas di katakan bahwa sekedar memaki saja umat muslim dilarang untuk melakukannya, apalagi ini sampai di tendang.

Karena itulah, landasan ilmu itu sangat penting dimiliki oleh setiap muslim. Sesajen sebenarnya sudah ada sebelum Islam masuk ke Indonesia, karena memang agama yang dianut oleh nenek moyang kita adalah agama Hindu dan Budha. Dalam penyebaran Islam di Indonesia, Wali Songo tidak pernah melakukan hal yang buruk kepada umat agama lain, karena dalam penyebaran Islam sendiri, menghormati sejarah dan tradisi yang ada sebelum masuknya Islam. Dahulu orang Jawa memakai sesaji dan diletakkan di sawah, tindakan tersebut memiliki tujuan supaya sesaji yang disajikan tersebut dimakan oleh penunggunya.

Namun jika kita mau berfikir dari segi logikanya, pada akhirnya yang memakan adalah burung, ayam dan binatang-binatang yang lainnya. Bukankah berbagi dengan sesame makhluk hidup juga penting untuk dilakukan? Dahulu juga para wali dalam menyebarkan Islam tidak pernah mengkafir-kafirkan tradisi sesajen seperti itu. Justru tradisi sesajen dimodifikasi dengan mengubahnya menjadi sedekah ke tetangga tetangga.

Kultur yang sudah ada sebelum Islam masuk itu tidak perlu untuk dilawan, namun cukup dengan diubah caranya supaya bisa berjalan beriringan. Masyarakat Indonesia kini banyak yang sedang mabuk agama namun landasannya saja mereka tidak tahu, sampai-sampai sering kita jumpai aksi-aksi frontal dari sebagian kelompok yang secara sekilas dianggap benar sebagian orang yang mengedepankan emosional.

Di antara isu yang mudah untuk diangkat dan di godok adalah isu keagamaan. Sebagian besar dari kelompok tersebut tidak memahami atau menolak paham konsekuensi dari penetapan suatu hukum, dengan tidak mengesampingkan tindakan preventif. Bertindak tanpa mempertimbangkan dampak dan akibat, justru malah akan memunculkan masalah baru yang mudharatnya bisa saja lebih besar.

Sebagai umat islam tentunya boleh-boleh saja mengamini sebuah kebenaran, namun seharusnya tidak dilakukan dengan cara yang ekstrem apalagi tanpa landasan ilmu yang benar. Seharusnya seorang muslim yang mengimani Allah sebagai Tuhannya, mampu mengikuti apa yang diperintahkannya dengan cara menyayangi semua makhluk yang diciptakan oleh-Nya.

ISLAM KAFFAH