Haji metaverse menjadi perbincangan warganet di media sosial. Perbincangan tersebut datang setelah pemerintah Arab Saudi mengumumkan inisiatif realitas virtual (VR) yang memungkinkan umat Islam dapat menyentuh Hajar Aswad tanpa meninggalkan rumah.
Teknologi itu disebut “Virtual Black Stone Initiative” yang merupakan teknologi VR baru dan membawa situs suci umat Islam ke ruang keluarga Muslim saat pandemi Covid-19. Sayangnya, langkah ini ditentang oleh banyak orang karena dinilai melakukan ibadah melalui teknologi metaverse tidak sah.
Sebenarnya apa itu Metaverse?
Dikutip USA Today, Rabu (9/2), Metaverse adalah kombinasi dari beberapa elemen teknologi termasuk VR, Augmented Reality (AR), dan video di mana pengguna dapat berinteraksi dalam dunia digital. Pengguna Metaverse dapat bekerja, bermain, dan tetap terhubung mulai dari konser dan konferensi hingga perjalanan virtual keliling dunia.
Imam Masjidil Haram Sheikh Abdul Rahman Al-Sudais merupakan orang pertama yang mencoba teknologi itu. Pada Desember lalu, dia memakai kacamata VR di acara peresmian. “Arab Saudi memiliki situs keagamaan dan sejarah besar yang harus digitalisasi dan dikomunikasikan kepada semua orang melalui sarana teknologi baru,” kata Sudais pada Desember lalu, dikutip Middle East Eye.
Namun, inisiatif tersebut membawa banyak perdebatan. Misal, Kepresidenan Urusan Agama Turki atau Diyanet mengatakan umat Islam dapat mengunjungi Ka’bah di Metaverse tetapi kegiatan itu tidak terhitung sebagai ibadah.
“Ibadah haji harus dilakukan dengan pergi ke kota suci dalam kehiduapan nyata. Adapun versi Metaverse Ka’bah menjadi kontroversial di kalangan Muslim di seluruh dunia setelah acara ‘Virtual Black Stone Initiative’ Arab Saudi pada Desember,” kata Direktur Departemen Layanan Haji dan Umroh Diyanet Remzi Bircan.
Bagaimana sikap MUI?
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan pandangan soal haji Metaverse. Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan platform kunjungan Ka’bah secara virtual melalui Metaverse bisa bermanfaat untuk mengenali lokasi yang akan dijadikan tempat pelaksanaan ibadah.
“Namun, terkait pelaksanaan ibadah haji dengan mengunjungi Ka’bah secara virtual tidak cukup karena itu tidak memenuhi syarat ibadah haji,” kata Asrorun kepada Republika.co.id, Rabu (9/2).
Asrorun menjelaskan, ibadah haji merupakan ibadah mahdlah dan bersifat tauqify yang berarti tata cara pelaksanaannya sudah ditentukan. Ada beberapa ritual yang membutuhkan kehadiran fisik.
“Haji itu merupakan ibadah mahdlah dan besifat dogmatik yang tata cara pelaksanaannya atas dasar apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad,” ujarnya.
Selain itu, pelaksanaan manasik haji terkait dengan kunjungan di beberapa tempat. Misal, thawaf yang tata caranya mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari sudut Hajar Aswad secara fisik dengan Ka’bah berada di posisi kiri.
“Manasik haji dan umroh tidak bisa dilaksanakan dalam hati, angan-angan, atau secara virtual. Termasuk dilaksanakan dengan cara mengelilingi gambar Ka’bah, atau replika Ka’bah. Kunjungan virtual bisa dilakukan untuk mengenalkan sekaligus persiapan pelaksanaan ibadah atau biasa disebut latihan manasik haji atau umroh,” tambahnya.
Sumber:
https://www.middleeasteye.net/news/saudi-arabia-kaaba-black-stone-hajj-vr-muslims-homes