Dunia anak-anak identik dengan bermain. Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
فاقدروا قدر الجارية الحديثة السن الريصة على اللهو
“Hargailah keinginan gadis kecil yang menyukai permainan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Benarlah apa yang dikatakan oleh Ibunda ‘Aisyah, dia telah mengungkapkan kalimat yang singkat tetapi syarat dengan makna. Sesungguhnya anak-anak memiliki kesenangan sendiri, daya pikir, nalar dan perhatian sendiri. Anak-anak berbeda dengan orang dewasa, semua hal ini harus diperhitungkan sehingga mereka tidak selalu ditempatkan dalam kondisi yang serius dalam setiap kesempatan. Mereka tidak boleh dilarang bermain, bergurau dan bersenang-senang karena sudah menjadi hak dan bagian mereka dan sesungguhnya Allah telah menjadikan ukuran bagi segala sesuatu.
Akan tetapi yang seimbang adalah anak kecil tidak dibiarkan bermain selamanya pada setiap kesempatan, juga tidak diajak serius di setiap waktu. Ketika bermuamalah dengan anak kecil, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberi mereka hak untuk bermain dan bercanda dengan porsi yang sesuai.
Anak-anak diperbolehkan bermain dengan sesuatu yang mubah, yang tidak mengandung dosa dan keharaman bagi mereka. Dianjurkan agar permainan itu bermanfaat bagi perkembangan badan, akal dan pikiran mereka.
Di antara permainan yang dilarang bagi anak-anak yaitu;
1. Bermain dengan senjata yang ia tidak bisa mempergunakannya atau dengan senjata yang dikhawatirkan dapat mencelakai orang lain
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يشير أحدكم على أخيه بالسلاح ، فإنه لا يدري لعل الشيطان ينزع في يده فيقع في حفرة من النار
“Janganlah salah seorang di antara kalian menodongkan sebuah senjata kepada saudaranya, karena dia tidak tahu barangkali syaitan mencabut dari tangannya hingga dia mencelakai saudaranya, akibatnya dia tersungkur ke dalam lubang Neraka”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hadits Abi Musa, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا مر أحدكم في مسجدنا أو في سوقنا ومعه نبل فليمسك على نصالها أو قال: فليقبض بكفه أن يصيب أحدا من المسلمين منها بشيء
“’Jika salah seorang dari kalian melewati masjid atau pasar kami dengan membawa panah, maka peganglah mata panah tersebut’ atau beliau berkata, ‘Genggamlah dengan kedua tangannya agar tidak mengenai salah seorang dari kaum muslimin sedikitpun’”.
2. Bermain dengan alat-alat yang dapat mengagetkan anak-anak
Abu Dawud (no. 5004) meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari ‘Abdurrahman bin Abi Laila, dia berkata,
حدثنا أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أنهم كانوا يسيرون مع النبي صلى الله عليه وسلم فنام رجل منهم فانطلق بعضهم إلى حبل معه، فأخذه ففزع فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يحل لمسلم أن يروع مسلما
“Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan kepada kami bahwa mereka melakukan perjalanan bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu salah seorang di antara mereka tidur dan yang lainnya mendatanginya dan menarik tali yang ada padanya sehingga dia merasa kaget, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tidak halal seorang muslim mengagetkan muslim yang lainnya’”.
3. Bermain dengan dadu, domino atau sejenisnya
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من لعب بالنردشير فكأنما صبغ يده في لحم خنزير ودمه
“Siapa saja yang bermain dadu, maka seakan-akan dia telah mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi”. (HR. Muslim).
4. Permainan yang menjadi sarana perjudian dan lotre
Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 90 dan 91,
يأيها الذين ءامنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون إنما يريد الشيطان أن يوقع بينكم العداوة والبغضاء في الخمر والميسر ويصدكم عن ذكر الله وعن الصلوةصلى فهل أنتم منتهون
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan minuman keras dan judi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu)”.
5. Tidak boleh menggantungkan lonceng di leher anak
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الجرس مزامير الشيطان
“Sesungguhnya lonceng adalah serulingnya syaitan”. (HR. Muslim).
Beliau juga bersabda di dalam hadits yang lain, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
لا تصحب الملائكة رفقة فيها كلب ولا جرس
“Para malaikat tidak akan menemani sebuah perkumpulan yang di dalamnya ada anjing dan lonceng”. (HR. Muslim).
6. Permainan yang dapat menyakiti wajah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya memukul wajah,
إذا قاتل أحدكم أخاه فليجتنب الوجه
“Jika salah seorang di antara kalian berkelahi dengan saudaranya, maka jauhilah (dari memukul) wajah”. (HR. Muslim).
7. Bermain dengan alat musik
Al Bukhari meriwayatkan di dalam shahihnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
“Akan datang pada umatku kelak suatu kaum yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr dan alat musik”.
8. Memahat dan menggambar makhluk hidup yang bernyawa
Hal ini agar anak-anak tidak tumbuh di atasnya dan tidak menggandrunginya karena hadits yang melarang perbuatan ini sangat banyak, di antaranya yaitu hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إنَّ أشدَّ النَّاسِ عذابًا عندَ اللَّهِ يومَ القيامةِ المصوِّرونَ
“Orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang gambar” (HR. Bukhari no. 5950, Muslim no.2109).
Namun yang terlarang adalah menggambar dan memahat gambar makhluk bernyawa. Adapun memainkan gambar atau mainan makhluk bernyawa yang sudah ada, para ulama memberikan kelonggaran untuk hal ini bagi anak-anak. Mereka berdalil dengan hadits dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ، وَفِي سَهْوَتِهَا سِتْرٌ، فَهَبَّتْ رِيحٌ، فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ، فَقَالَ: مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ؟ قَالَتْ: بَنَاتِي. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهَا جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ، فَقَالَ: مَا هَذَا الَّذِي أَرَى وَسَطَهُنَّ؟ قَالَتْ: فَرَسٌ. قَالَ: وَمَا هَذَا الَّذِي عَلَيْهِ؟ قَالَتْ: جَنَاحَانِ. فَقَالَ: فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ؟ قَالَتْ: أَمَا سَمِعْت أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلا لَهَا أَجْنِحَةٌ؟ قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى رَأَيْت نَوَاجِذَهُ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam baru tiba dari perang Tabuk atau Khaibar. Ketika itu kamar ‘Aisyah ditutup dengan sebuah tirai. Ketika ada angin yang bertiup, tirai itu tersingkap hingga maina-mainan boneka ‘Aisyah terlihat. Beliau lalu bertanya: “Wahai ‘Aisyah, ini apa?”. ‘Aisyah menjawab, “Ini anak-anakku”. Lalu beliau juga melihat di antara mainan tersebut ada yang berbentuk kuda yang mempunyai dua sayap yang ditempelkan dari tambalan kain. Nabi lalu bertanya: “Lalu apa ini yang aku lihat di tengah-tengah?”. ‘Aisyah menjawab, “Ini kuda”. Nabi bertanya lagi: “Lalu apa yang ada di atas kuda tersebut?”. ‘Aisyah menjawab, “Ini dua sayapnya”. Nabi bertanya lagi: “Apakah kuda punya dua sayap?”. ‘Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang punya banyak sayap?”. ‘Aisyah lalu berkata, “Nabi lalu tertawa hingga aku dapat melihat giginya gerahamnya” (HR. Abu Daud no. 4932, dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Takhrij Al Misykah [3/304], dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Dalam hadits ini, Aisyah yang ketika itu masih anak-anak memiliki mainan yang berbentuk manusia dan hewan, namun Nabi Shallallahu’alaihi wasallam tidak melarangnya. Menunjukkan adanya kelonggaran untuk anak-anak dalam masalah gambar makhluk bernyawa. Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (12/112) disebutkan, “Mayoritas ulama dalam pelarangan gambar makhluk bernyawa mengecualikan gambar dan patung untuk mainan anak-anak wanita. Ini merupakan pendapat madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. Dan dinukil dari Al Qadhi ‘Iyadh bahwa pendapat yang membolehkan adalah pendapat jumhur ulama”.
Sebagai orangtua, kita perlu menjaga fitrah bermain pada anak dengan mengarahkannya pada permainan yang mubah dan menjaga serta menjauhkan mereka dari permainan yang Allah larang dan haramkan.
Wallahu a’lam.
Penulis: Penulis Atma Beauty Muslimawati
***
Referensi: Anakku! Sudah Tepatkah Pendidikannya? (Terjemah), Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, cetakan Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/14240-permainan-yang-dilarang-bagi-anak-anak.html