Hukum Melakukan Hubungan Badan di Siang Ramadhan dalam Keadaan Lupa

Hukum Melakukan Hubungan Badan di Siang Ramadhan dalam Keadaan Lupa

Jika suami istri melakukan hubungan intim pada siang Ramadhan, maka dikenakan bayar kafarat. Namun bagaimana jika melakukan hubungan intim tersebut dalam keadaan lupa? Nah berikut adalah perbedaan ulama madzhab 4 mengenai, hukum melakukan hubungan badan di siang Ramadhan dalam keadaan lupa. 

Menurut Madzhab Syafi’i dan Abu Hanifah, pasutri yang melakukan hubungan badan di bulan puasa dalam keadaan lupa itu tidak wajib qada dan membayar kafarah. Versi Imam Malik, dia hanya wajib qada, tanpa harus membayar kafarah.

Lain halnya dengan Imam Ahmad dan Ahlul Dzahir yang berpendapat bahwasanya ia wajib qada dan membayar kafarat, meskipun ia dalam keadaan lupa.

Ibnu Rusyd membeberkan, mengapa bisa terjadi Perbedaan ini. Beliau mengatakan:

وَسَبَبُ اخْتِلَافِهِمْ فِي قَضَاءِ النَّاسِي مُعَارَضَةُ ظَاهِرِ الْأَثَرِ فِي ذَلِكَ لِلْقِيَاسِ.

“Perbedaan ini dilatar belakangi oleh kontradiktifnya dzahir al-atsar (leksikal hadis) dan qiyas (analogi) terhadap qada’ nya orang yang lupa tadi”. 

Jika menggunakan metode istinbat yang berupa Qiyas, yakni Madzhab Maliki, maka orang yang lupa dalam berhubungan badan tadi (yakni lupa kalau ia sedang puasa) dianalogikan dengan orang yang lupa saat sholat. Jika demikian, niscaya wajib qada, seperti halnya kewajiban qadha bagi orang yang lupa saat sholat. 

Adapun Atsar yang bertentangan dengan qiyas di atas adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang Mana Abu Hurairah menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ. وَهَذَا الْأَثَرُ يَشْهَدُ لَهُ عُمُومُ قَوْلِهِ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ -: رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.

Sesiapa yang sedang berpuasa, lalu ia makan atau minum, maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya, sebab yang demikian adalah pemberian dari Allah Swt. Dan atsar ini juga masuk pada keumuman sabda Rasulullah saw lainnya yang berbunyi “kelupaan dan kesalahan yang ada pada umatku, niscaya ia tidak akan ditulis dalam catatan amal”.

Atsar ini dijadikan istidlal oleh Madzhab Syafii dan Abu Hanifah, jadi keduanya meninggalkan metode istinbat qiyas. Adapun pendapat yang menyatakan wajibnya qadha dan kafarat, yakni Madzhab Hambali dan Al-Dzahiri, pendapat ini dinilai daif oleh Ibnu Rusyd. Wallahu A’lam bi Al-shawab. 

Keterangan ini disarikan dari karya Ibnu Rusyd Al-Hafid yang berjudul Bidayat Al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid. Demikian penjelasan terkait hukum melakukan hubungan badan di siang Ramadhan dalam keadaan lupa.

BINCANG SYARIAH