Merasa Aman dari Makar Allah: Antara Dosa Besar dan Kekafiran (Bag. 1)

Bismillah walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Pengertian makar dan istidraj Allah Ta’ala

Makar Allah adalah Allah menimpakan perkara yang dibenci, bahaya, atau siksa kepada orang yang layak menerimanya tanpa ia sangka-sangka karena melalui sebab (cara) yang tidak diketahui.

Istidraj Allah adalah Allah memberi nikmat dunia yang diinginkan seorang hamba, namun ia terus-menerus berbuat maksiat, sesat, serta semakin jauh dari Allah.

Hubungan makar Allah dan istidraj Allah Ta’ala

Makar Allah adalah istidraj Allah disertai orang yang mendapatkan makar merasa aman dari siksa Allah .

Istidraj adalah cara Allah dalam menimpakan siksa/ bahaya dari arah yang tidak diketahui oleh orang yang mendapatkan makar Allah.

Apakah merasa aman dari makar Allah Ta’ala itu kekafiran?

Merasa aman dari makar Allah itu memiliki dua kemungkinan:

Pertama, bisa kufur akbar yang berarti mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Kedua, bisa juga dosa besar yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Merasa aman dari makar Allah itu bertingkat-tingkat kadar keparahannya, sehingga dosanya pun bertingkat-tingkat. Setiap muslim yang berbuat dosa, pada hakikatnya ada kadar merasa aman dari siksa Allah, meski terkadang tidak sampai kepada derajat dosa besar merasa aman dari makar Allah. Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan dosa, meskipun itu dosa kecil atau hanya sekali saja. Karena hal itu bisa menjerumuskan ke dosa besar, bahkan bisa berakhir kepada kekafiran. Wal’iyadzu billah.

Merasa aman dari makar Allah dihukumi kufur akbar jika tidak ada pokok dari rasa takut (ashlul khauf), yaitu tidak ada sama sekali rasa takut kepada Allah dan siksa-Nya. Merasa aman dari makar Allah dihukumi dosa besar jika masih ada rasa takut (ashlul khauf) yang paling minimal. Namun, kadar kesempurnaan takut yang wajib kepada Allah itu berkurang. Jadi masih ada takut kepada Allah, tetapi kadarnya lemah dan lebih dominan rasa aman dari makar Allah.

Pembagian makar

Terpuji dan sempurna

Yaitu makar (tipu daya) yang dilakukan dalam rangka membalas makar sejenis yang dilakukan oleh musuh (berarti didahului dan bukan mendahului berbuat makar). Jadi, makar itu baru terpuji jika dilakukan terhadap orang yang layak menerimanya, sebagai bentuk pembalasan baginya.

Tercela dan aib

Yaitu jika pelakunya memulai berbuat makar tanpa ada sebab yang dibenarkan dan dilakukan terhadap orang yang tidak layak menerimanya.

Apakah Allah Ta’ala disifati dengan sifat makar?

Tentulah Allah disifati dengan sifat makar pada kondisi yang terpuji. Allah disifati dengan sifat makar kepada orang yang layak mendapatkannya sesuai dengan keagungan-Nya. Sehingga tidak boleh kita hanya menyatakan Allah adalah Yang Berbuat Makar (Al-Maakir) begitu saja, tanpa diberi tambahan keterangan “kepada orang yang layak mendapatkannya”. Hal ini karena Allah disifati dengan sifat makar dalam kondisi yang terpuji saja, sedangkan makar itu ada dua macam, terpuji dan tercela.

Sifat makar ditetapkan bagi Allah dalam kondisi yang terpuji, karena hal ini menunjukkan bahwa Sang Pemilik sifat ini (Allah تعالى) itu Maha Kuat lagi Mampu menghadapi dan membalas tipu daya (makar) musuh-musuh-Nya.

Definisi dan kedudukan ibadah cinta, takut, dan harap kepada Allah Ta’ala

Definisi takut dan harap

Ungkapan ulama bervariasi dalam mendefinisikan takut dan harap. Di antaranya:

Pertama: Takut adalah larinya hati dari perkara yang dibenci ketika merasa hal itu akan mengenainya.

Kedua: Takut adalah kegelisahan hati saat khawatir terkena sesuatu yang dibenci.

Ketiga: Harap adalah percaya terhadap kedermawanan Allah Ta’ala.

Keempat: Harap adalah memandang kepada luasnya rahmat Allah Ta’ala.

Kedudukan ibadah cinta, takut, dan harap kepada Allah Ta’ala

Cinta, takut, dan harap kepada Allah Ta’ala adalah penggerak hati seorang hamba menuju kepada Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

اعلم أن محركات القلوب إلى الله عز وجل ثلاثة: المحبة، والخوف، والرجاء. وأقواها المحبة، وهي مقصودة تراد لذاتها؛ لأنها تراد في الدنيا والآخرة بخلاف الخوف فإنه يزول في الآخرة

“Ketahuilah, bahwa penggerak hati menuju kepada Allah ‘Azza wa Jalla itu ada tiga: cinta, takut, dan harap. Dan yang terkuat adalah cinta. Cinta (kepada Allah) itu menjadi tujuan, karena dikehendaki adanya di dunia dan akherat. Lain halnya dengan rasa takut, maka takut kepada Allah akan hilang di akhirat (Surga).”

Di samping itu, ulama juga menyatakan bahwa rasa cinta, takut, dan harap adalah tiga rukun ibadah hati kepada Allah.

Kewajiban seorang muslim untuk menggabungkan antara takut dan harap kepada Allah Ta’ala

Kewajiban seorang muslim menggabungkan antara takut dan harap, tidak boleh merasa aman dari makar Allah sehingga merusak rasa takutnya kepada Allah. Namun, tidak boleh juga berputus asa dari rahmat Allah sehingga merusak rasa harapnya kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

اَفَاَمِنُوْا مَكْرَ اللّٰهِۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْخٰسِرُوْنَ

“Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf: 99)

قَالَ وَمَنْ يَّقْنَطُ مِنْ رَّحْمَةِ رَبِّهٖٓ اِلَّا الضَّاۤلُّوْنَ

“Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 56)

نَبِّئْ عِبَادِيْٓ اَنِّيْٓ اَنَا الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُۙ وَاَنَّ عَذَابِيْ هُوَ الْعَذَابُ الْاَلِيْمُ

“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Hijr: 49-50)

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar : 53)

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/75602-merasa-aman-dari-makar-allah-bag-1.html